Kamis, 03 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (394): Pahlawan Indonesia Dahlan Abdoellah, Guru Studi ke Belanda; Berjuang di Indische Vereeniging

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda banyak guru yang tidak hanya mencerdaskan bangsa, juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Salah satu diantaranya adalah Dahlan Abdoellah. Perjuangan Dahlan Abdoellah diawali dengan meningkatkan pengetahuannya dengan melanjutkan studi ke Belanda. Perjuangan Dahlan Abdoellah dimulai di organisasi pribumi di Belanda, Indische Vereeniging dan Sumatranen Bond.

Haji Bagindo Dahlan Abdullah (15 Juni 1895-12 Mei 1950) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan diplomat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Pemimpin Pemerintahan Kota Jakarta mendampingi Raden Suwirjo di masa peralihan kekuasaan antara pendudukan Jepang dengan Pemerintah Indonesia dari 7 September 1945 hingga 23 September 1945. Dalam kiprahnya, ia pernah diutus negara untuk menjadi Duta Besar Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk Irak, Syria, dan Trans-Jordania. Ia diangkat sebagai duta besar untuk ketiga negara tersebut oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950, dan resmi bertugas sebagai duta besar pada tanggal 27 Maret 1950. Namun Bagindo menjabat duta besar dalam tempo yang amat singkat, kurang dari tiga bulan, karena ia meninggal dunia pada tanggal 12 Mei 1950 akibat serangan jantung yang menimpanya. Sesuai saran dan nasihat Haji Agus Salim, jenazah Bagindo Dahlan Abdullah kemudian dimakamkan di Baghdad, Irak, dengan upacara kebesaran di Masjid Syekh Abdul Qadir Jailani di kota tersebut. Saran dan nasihat Agus Salim itu bertujuan agar makam Bagindo akan dikenang lama dan menjadi simbol tali persahabatan antara Indonesia dan Irak. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Dahlan Abdoellah? Seperti disebut di atas, Dahlan Abdoellah adalah seorang guru, yang meningkatkan pengetahuan dan studi ke Belanda, Melalui irganisasi Indische Vereeniging perjuangan Dahlan Abdoellah dimulai. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Dahlan Abdoellah, Guru ke Belanda; Indische Vereeniging dan Sumatranen Bond

Dahlan Abdullah lahir di Pariaman tanggal 15 Juni 1895. Lulus sekolah dasar berbahasa Belanda HIS tahun 1907. Dahlan Abdoellah melanjutkan studi ke sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock. Selama masih pendidikan di kweekschool sudah ditempatkan di sekolah dasar di Soeliki tetapi kemudian mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 12 Juni 1912 (lihat De Preanger-bode, 05-10-1912). Dahlan Abdoellah lulus di kweekschool tahun 1913.

Tadjioen Harahap gelar Soetan Casajangan lulus sekolah guru dengan akta guru kepala MO di Belanda tahun 1911. Dalam perkembangannya diketahui Soetan Casajangan akan ditempatkan di sekolah guru Kweekschool Fort de Kock. Surat penempatannya (resolutie van den minister van kolonien) di Fort de Kock sudah keluar pada bulan April tahun 1913 (De Preanger-bode, 19-04-1913). Soetan Casajangan pulang ke tanah air pada bulan Juli 1913.

Setelah lalus sekolah guru kemudian melanjutkan studi ke sekolah guru di Belanda. Tidak terinformasikan kapan Dahlan Abdoellah berangkat ke Belanda. Pada bulan Juni 1915 Dahlan Abdoellah diberitakan lulus ujian guru acta LO di Den Haag (lihat Het vaderland, 03-06-1915). Pada bulan ini diberitakan RM Soewardi Soerjaningrat lulus ujian saringan masuk untuk berpartisipasi untuk mendapatkan akte guru hulp acte atau LO (lihat Haagsche courant, 18-06-1915). Soewardi Soerjaningrat kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara.

Akta guru LO (lagere onderwijzer) adalah akta guru Eropa yang dapat mengajar di sekolah dasar Eropa (ELS). Akta LO ini diperoleh Soetan Casajangan pada tahun 1909 di Belanda. Lalu Soetan Casajangan melanjutkan studi untuk mendapatkan akta guru kepala (MO) dan lulus tahun 1911. Akta MO dapat mengajar di sekolah menengah dan dapat menjadi direktur HIS atau ELS atau kweekschool, Akta MO ini kira-kira setara dengan sarjana pendidikan yang sekarang (D4). Selian Soetan Casajangan dan Dahlan Abdoellah yang telah mendapatkan akta LO adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia pada tahun 1915.  Soetan Goenoeng Moelia sendiri setelah lulus sekolah dasar ELS di Sibolga melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1911. Besar dugaan sebelum mengikuti sekolah guru, Soetan Goenoeng Moelia terlebih dahulu menyelesaikan sekolah menengah (setara MULO). Besar dugaan Soetan Goenoeng Moelia dan Dahlan Abdoellah mengikuti program akta LO bersama-sama (sehingga sama-sama lulus tahun 1915). Soetan Goenoeng Moelia lahir di Padang Sidempoean tahun 1896.

Dahlan Abdoellah di Belanda mengikuti program Bahasa Melayu dan Etnografi, lulus bulan Desember 1915 (lihat Deli courant, 27-12-1915). Disebutkan lulus ujian di Den Haag Mas Sjamsi dan Dahlan Abdoellah dalam Bahasa Melayu dan Etnografi. Sjamsi Sastra Widagda  studi di sekolah perdagangan di Amsterdam. Pada bulan Agustus 1916 Dahlan Abdoellah akan mengikuti Kongres Pendidikan Hindia di Belanda (lihat De avondpost, 21-03-1916).

Kongres Pendidikan Hindia di Belunda adalah yang pertama dilakukan. Sebelumnya hanya dilakukan dalam bentuk-bentuk pertemuan yang waktu itu diantaranya dihadiri oleh Soetan Casajangan. Kongres pendidikan Hindia di Belanda ini membahas soal pendidikan bagi golong Eropa/Belanda. Timur/Cina dan pribumi. Dalam kongres pendidikan yang sekarang (1916) juga akan dihadiri oleh Soewardi Soerjaningrat. Disebutkan dalam kongres ini Dahlan Abdoel, guru bahasa Melayu sebagai salah satu anggota dari salah satu komisi/bidang pada kongres tersebut. Pada tahun 1911 Soetan Casajangan pernah diundang oleh Vereeniging Moederland en Kolonien (Organisasi para ahli/pakar bangsa Belanda di negeri Belanda dan di Hindia Belanda) untuk berpidato dihadapan para anggotanya. Dalam forum yang diadakan pada tahun 1911, Soetan Casajangan, berdiri dengan sangat percaya diri dengan makalah 18 halaman yang berjudul: 'Verbeterd Inlandsch Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan penting isi pidatonya. Beberapa kutipannya sebagai berikut:

 

Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen).

    ..saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).

Di Belanda, Dahlan Abdoellah selain terus meningkatkan studi, juga menjadi anggota Perimpoenan Hindia (Indische Vereeniging). Organisasi ini digagas Soetan Casajangan dan didiririkan tahun 1908 dimana Soetan Casajangan sebagai ketua (pertama). Pada tahun 1916 ini Indische Vereeniging disebutkan diketuai oleh Raden Loekman Djajadiningrat (lihat Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 09-08-1916). Dalam kepengurusan ini Dahlan Abdoellah disebut sebagai archivaris. Loekman Djajadiningrat adalah adik dari Husein Djajadiningrat, yang pada saat pembentukan Indische Vereeniging di rumah Soetan Casajangan pada tahun 1908 bertindak sebagai sekretaris pertemuan. Husein Djajadiningrat kemudian menggantikan Soetan Casajangan di pengurusan periode kedua.

Di Fort de Kock, Soetan Casajangan menggagas organisasi yang melibatkan penduduk dan para pemimpin lokal diberi nama Madjoe. Kehadiran organisasi Madjoe di Sumatra mendapat respon dari mahasiswa asal Sumatra di Belanda dengan mendirikan organisasi khusus untuk Sumatra yang diberi nama sementara Sumatra Sepakat. Ini menjadi head to head dengan Jong Java (sedangkan pada level senior: Madjoe vs Boedi Oetomo). Dalam hal ini para anggota Indische Vereeniging ada yang berafiliasi dengan Jong Java dan juga ada yang berafiliasi dengan Sumatra Sepakat. Yang menggagas ‘Jong Sumatra’ ini adalah Sorip Tagor Harahap dari ‘Persatoean Anak Sumatra’ di Utrecht (tempat dimana Sorip Tagor kuliah di sekolah kedokteran hewan, Sumatra Sepakat resmi didirikan dengan nama ‘Soematra Sepakat’ pada tanggal 1 Januari 1917. Dewan terdiri dari Sorip Tagor (sebagai ketua); Dahlan Abdoellah, sebagai sekretaris dan Soetan Goenoeng Moelia sebagai bendahara. (Salah satu) anggota komisaris adalah Ibrahim Datoek Tan Malaka (lihat De Sumatra post, 31-07-1919). Disebutkan Tujuan didirikan organisasi ini untuk meningkatkan tarap hidup penduduk di Sumatra, karena tampak ada kepincangan pembangunan antara Jawa dan Sumatra. Mereka yang tergabung dalam himpunan ini menerbitkan majalah yang akan dikirim ke Sumatra dan mengumpulkan berbagai buku yang akan dikirimkan ke perpustakaan di Padang, Fort de Kock, Sibolga, Padang Sidempoean, Medan. Koeta Radja dan di tempat lain di Soematra     

Dahlan Abdoellah melanjutkan studi di Universiteit te Leiden pada program bahasa-bahasa Timoer untuk mendapatkan diploma Maleische en Taal en Volkenkunde. Dahlan Abdoellah lulus tahun 1917. Pada tahun 1918 Dahlan Abdoellah diangkat sebagai asisten dosen untuk bahasa Melayu di Universiteit Leiden. Pada fase ini Dahlan Abdoellah mengikuti program pendidikan guru di Universiteit Leiden untuk mendapatkan akta guru kepala (MO).

Sementara itu, sambil mengajar Todoeng Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi dan lulus ujian guru kepala hoofdacte (MO) pada tahun 1917 di Universiteit te Leiden. Todoeng tidak langsung pulang tetapi mengikuti mata kuliah bahasa Melayu kursus dari Vereeniging Tropische Geneeskunde di Leiden. Setelah itu Soetan Goenoeng Moelia baru pulang ke tanah air.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dahlan Abdoellah di Batavia: Perjuangan Belum Selesai

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar