Kamis, 31 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (504): Pahlawan Indonesia - Noto Kworo Studi di Belanda; Putra Kerabat Pakualaman Noto di Redjo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Noto Kworo? Sedikit banyak narasi sejarahnya sudah ada yang menuis, namun belum ada enti nama Noto Kworo di laman Wikipedia. Dari berbagai tulisan yang dapat dibaca di internet, nama Noto Kworo menjadi salah satu tokoh sejarah. Narasi sejarah Noto Kworo yang dapat ditemukan pada tulisan-tulisan di internet antara lain sebagai berikut.

Kerabat raja dari Yogyakarta yang datang kuliah ke Belanda makin banyak. Seperti diungkap dalam tulisan sebelumnya, Raden Mas Notokworo, datang ke Belanda pada September 1905 untuk belajar kedokteran. Notokworo adalah putra Pangeran Notodirodjo, kakak Pakoe Alam VI, penasihat dan pembantu utama raja. Setelah itu, dua kerabatnya, Noto Soeroto dan Gondowinoto, ikut menyusul ke Belanda untuk menuntut ilmu. Kisah mereka di Belanda diungkap oleh Harry A. Poeze (Sejarawan dari Universitas Leiden) dalam buku yang diterbitkan  Kerabat raja dari Yogyakarta yang datang kuliah ke Belanda makin banyak. Raden Mas Notokworo, datang ke Belanda pada September 1905 untuk belajar kedokteran. Notokworo adalah putra Pangeran Notodirodjo, kakak Pakoe Alam VI, penasihat dan pembantu utama raja. Setelah itu, dua kerabatnya, Noto Soeroto dan Gondowinoto, ikut menyusul ke Belanda. Kisah mereka di Belanda diungkap oleh Harry A. Poeze (Sejarawan dari Universitas Leiden) dalam buku yang diterbitkan. Notokworo termasuk juga pendahulu. Pada tahun 1918 Notokworo menjadi dokter Indonesia pertama yang dididik di Leiden, dan juga dokter Indonesia pertama dengan gelar Eropa yang tidak melewati School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) di Batavia. Gondowinoto menyusul Noto Soeroto, dan pada tahun 1918 menjadi orang Indonesia pertama lulusan Fakultas Hukum Belanda. Pada tahun 1919 ia mendapat gelar doktor setelah mempertahankan sejumlah tesis. (http://www.asianculture.net)

Lantas bagaimana sejarah RM Noto Kworo? Seperti disebut di atas, RM Noto Kworo adalah putra kerabat dari kraton Pakualaman yang melanjutkan studi kedokteran ke Belanda yang menjadi dokter pribumi pertama. Lalu bagaimana sejarah RM Noto Kworo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan RM Noto Kworo: Studi Kedokteran di Belanda

Noto Kworo adalah putra sulung Pangeran Notodiredjo dari (kraton) Pakualaman. Sebagai putra pertama, maka diharapkan akan yang menjadi pertama membuka pintu untuk adik-adik (kerabatnya) untuk studi ke Belanda. Noto Kworo sendiri lulus di sekolah HBS di Soerabaja (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-06-1905). Dalam perkembangannya Noto Kworo akan segera berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi (lihat De nieuwe vorstenlanden, 19-07-1905).

Pada Minggu pagi berangkat dari Djocdja ke Semarang, Pangeran Noto di Rodjo dan yang lainnya adalah putra sulungnya RM Noto Kworo, Seperti yang beritakan (surat kabar) Mataram, akan pergi ke Eropa dan di Amsterdam akan studi kedokteran. RM Soerardjo kepala kraton Pakoelaman dan dan Pangeran Noto di Rodjo akan menemani RM Noto Kworo hingga ke Padang dan setelah perjalanan melintasi Snmatra kembali dari Singapura ke Jawa.

Noto Kworo berangkat dengan kapal ss Goentoer tanggal 26 Juli 1905 dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland (lohat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-07-1905). Dalam manifes kapal juga terdapat nama Raden Mas Asmaoen serta nama-nama yang turun di Padang antara lain Pangeran Ario Notodirodjo dan Raden Mas Ario Soerardjaningrat. Dari ratusan penumpang hanya mereka itu bernama non Eropa/Belanda.

Tentu saja Raden Mas Noto Kworo masih belia, belum lama lulus sekolah menengah  berbahasa Belanda (HBS). Tentu saja Pangeran Notodirodjo sayang anak dan akan ikut mengantar hingga ke Padang. Tapi tentu saja tidak perlu khawatir seterusnya, karena RM Noto Kworo akan dikawal oleh Raden Mas Asmaoen selama di pelayaran dan selama di Belanda. Jangan lupa, di Belanda RM Noto Kworo akan dibimbing oleh seorang guru asal Padang Sidempoean, Radjioen Harahap. Untuk narasi sejarah RM Asmaoen akan dibuat tersendiri.

Di Bekanda mengikuti ujian negara (nasional) untuk masuk perguruan tinggi (semacam UMPTN masa ini). Pada tahun 1907 Notokworo lulus ujian Natuurkundig pertama di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 12-10-1907).

Pada paruh kedua tahun 1908 jumlah pribumi yang studi atau yang tengah mempersiapkan studi sudah cukup banyak (sekitar 20an orang), Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi. Setelah disebar undang ke semua di berbagai kota, pada tanggal 25 Oktober di tempat kediaman Soetan Casajangan diadakan pertemuan. Dari 15 yang hadir sepakat dibentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging. Lalu pengurus dipilih dan secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai ketua dengan Raden Soemitro sebagai sekretaris.

Tampaknya tidak mudah bagi Notokworo untuk studi. Noto Kworo baru beberapa tahun kemudian lulus ujian Natuurkundig kedua (lihat Het vaderland, 26-06-1912). Tidak terinformasi mengapa demikian. Meski demikian, pelan tapi pasti, Noto Kworo tetap berhasil dalam studi.

Sejumlah pribumi yang studi di Belanda sudah ada yang lulus sarjana. Beberapa lulusan Docter Djawa School Batavia yang melanjutkan studi di Belanda telah lulus ujian dan mendapat gelar dokter seperti RM Asmaoen (Desember 1907), Abdoel Rivai (Juni 1908), M Boenjamin (Oktober 1908), HJD Apituley dan R Tumbelaka (Januari 1910), Ph. Laoh (April 1910), Hoesein Djajadiningrat (November 1910). Sementara itu Soetan Casajangan pada tahun 1909 lulus ujian mendapat akta guru LO. Soetan Casajangan meneruskan studi untuk mendapatkan akta guru MO dan berhasil pada tahun 1911. Akta guru MO setara dengan sarjana pendidikan (lulusan IKIP pada masa ini). Hoesein Djajadiningrat meneruskan studi ke tingkat doktoral dan meraih gelar doktor dalam bidang filsafat dan sastra pada tahun 1913. Raden Soemitro lulus sarjana pemerintahan dalam negeri di Leiden (1914). Dapat ditambahkan yang lulus diploma pertamian (satu tahun) antara lain Raden Soemardji pada tahun 1908 dan Raden Oetarjo pada tahun 1912.

Noto Kworo adalah pionir dari keluarga (kerabat) kraton Pakoealaman. Siatu kraton yang segi tertuntu dihubungkan dengan kraton(-kraton) di Soerakarta. Kraton Pakoealaman dalam hubungan sosial (kekerabatan) berada diantara Soeracarta dan Jogjakarta. Seperti disebut di atas Noto Kworo adalah pionir yang mana tiba di Belanda pada tahun 1905 bersama RM Asmaoen.

Pada tahun 1913 para pionir dari keluarga (kerabat) Pakoealaman di Belanda mengalami duka yang dalam. Salah satu dari mereka dikabarkan meninggal dunia (lihat Algemeen Handelsblad, 18-04-1913). Disebutkan tanggal 16 di Leysin, broeder, oom en pupil Raden Mas Ario Notowirojo meninggal dunia dalam usia 22 tahun. Yang berduka Raden Mas Soerjopoetro (di Delft); RM Notokworo (Leiden); RM Notosoeroto (Den Haag); RM Notodiningrat (Delft); RM Gondowinoto (Leiden); dan Dr PC Kaz (Amsterdam). Siapa Dr Kaz (mungkin akan dibuat artikel sendiri, serial artikel tokoh-tokoh asal Eropa/Belanda). RM Notowirojo diterima lulus ujian masuk di HBS Semarang tahun 1904 (lihat De locomotief, 13-05-1904). Yang juga bersamaan diterima antara lain Raden Mas Oetarjo, RM Setiono, Raden Alibazah dan Raden Adjeng Caroline, Pada tahun 1908 RM Notowirojo lulus ujian naik dari kelas tiga ke kelas empat (lihat De locomotief, 04-05-1908). Yang lulus bersama antara lain Raden Simbardjo, RM Soediarto. Besar dugaan, sejak 1908 RM Notowirojo berangkat ke Belanda untuk meneruskan sekolah HBS (agar peluang masuk uiversitas lebih tinggi).

Pada tahun 1916 Noto Kworo lulus ujian teoritis (lihat De nieuwe courant, 08-04-1916). Lalu kemudian Noto Kworo lulus ujian tingkat medik pertama artsexamen 1ste gedeelte (lihat De nieuwe courant, 11-05-1917).  Ketabahan Notokworo tetap membuahkan hasil. Sebab beberapa bulan sebelumnya kerabat kraton Pakoealaman berduka (kembali). Istri Pangeran RMA Notodirodjo meninggal dunia di Djogjakarta (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-02-1917). RMA Notodirodjo adalah pensiunan tentara Pemerintah Hindia Belanda dengan pangkat terakhir Majoor (lihat De Indier, 21-05-1917).

Susana duka masih berlangsung, tidak lama setelah Notokworo lulus ujian tingkat medik pertama, diterima lagi kabar dari tanah air bahwa sang ayah RMA Notodirodjo meninggal dunia (lihat De locomotief, 22-05-1917). Disebutkan hari ini menerima berita kematian pangeran Ario Notodirodjo, Kraton Pakoe Alamsche, perwira Oranje Nassau dan Majoor tituler tentara Hindia Belanda, hari Senin. Almarhum adalah saudara mendiang Pangeran Pakoe Alam VI, paman Pangeran Soerjoo di Logo. Di masa mudanya Pangeran Notodirodjo menikmati pendidikan Eropa dan karena itu berbicara dan menulis bahasa Belanda dengan sangat baik. Selama bertahun-tahun ia telah menjadi anggota (sosieteot) Loge Mataram, seiring dengan kesehatan dan tahun-tahunnya yang makmur, ia mengambil bagian aktif dalam banyak urusan dan perkumpulan yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada kematian Pangeran Paku Alam VI, pada tahun 1902, Pangeran Notodirodjo diserahkan oleh Residen Couperus untuk mengurus urusan Paku Alam, sampai Pangeran Soerjoo di Logo mencapai usia dewas. menjalankan Kraton PA. Kepergian ini tampaknya telah membuat orang yang telah meninggal itu sedikit terpengaruh, itulah sebabnya sejak saat itu ia mulai menarik diri dari kehidupan publik. Pada hari Rabu, pemakaman jenazah dengan perwira militer akan dilakukan sampai stasiun Toego, karena dari sana jenazah akan diangkut dengan kereta api ke Kedoendang, dimana pemakaman kerajaan anggota Pakoe Alam berada di kawasan kraton Pakoe Alamsche berada. Disebutkan almarhum meninggalkan sejumlah besar putra dan putri, sementara lima putranya studi di Belanda, RM Notokworo, mahasiswa kedokteran RM Noitosoeroto, mahasiswa hukum, RM Gondowinoto, mahasiswa hukum, RM Notadiningrat, studi insinyur struktur dan RM Notosewojo, studi insinyur mesin. Selain itu, beberapa putra almarhum dipekerjakan di berbagai posisi di Vorstenlanden, beberapa putra lainnya masih studi di sekolah MULO di Djokja, sementara  beberapa anak perempuan juga. Terlihat nahwa Pangeran sejak lama memastikan bahwa anak-anaknya menerima pendidikan yang layak dan bukan diri mereka sendiri. penghargaan terlalu tinggi untuk bekerja. Anaknya paling terkenal diantara para putra tentu saja RM Notosoeroto.

Tentang apa yang telah terjadi, RM Notokworo tidak patah arah. RM Noto Kworo akhirnya berhasil dan mendapat gelar dokter di Amsterdan pada tahun 1918 (lihat De Maasbode, 18-01-1918). Disebutkan di Leiden 18 Januari lulus ujian dokter JAH Hoelen (asal Leiden) dan Raden Mas Noto Kworo (asal Soerabaja). Besar dugaan asal merujuk pada asal sekolah (lulusan HBS). Kabar lulusnya Notokworo akan sedikit banyak memberi kebahagian bagi keluarga (kerabat) Pakoelaman.

Hingga tahun 1920 jumlah pribumi yang menjadi sarjana semakin banyak. Pada tahun 1918 ini, selain Noto Kworo (medik) juga RM Gondowinoto (recht) dan RM Notodiningrat (ingenieur). Pada tahun 1919 Todoeng Harahap gelafr Soetan Goenoeng Moelia lulus dengan akta guru MO. Pada tahun 1920 Raden Sarengat lulus sarjana teknik (ingenieur). Pada tahun ini juga Sorip Tagor Harahap lulus di Utrecht dengan mendapat gelar dokter hewan. Dapat ditambahkan yang lulus diploma pertamian (satu tahun) antara lain Zainoeddin Rasad pada tahun 1919. 

Setelah sang ayah meninggal dunia, tampaknya keinginan segera kembali ke tanah air tidak seperti yang diinginkan sebelumnya. RM Notokworo sudah 13 tahun berada di Belanda tanpa pernah pulang. Satu yang pertama yang dilakukan Notokworo setelah meraih gelar dokter adalah menikah dengan gadis setempat di Belanda. Dr Notokworo menikah dengan nona SC Tittel (lihat De nieuwe courant, 20-04-1918).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Noto Kworo Putra Notodiredjo: Putra-Putra Kerabat Pakualaman

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar