Jumat, 08 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (700): Mat Kilau, Pahlawan Malaysia dari Pahang; Mengapa Tidak Ada Makam Pahlawan di Malaysia?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Di Malaysia tidak ada taman makam pahlawan (TMP). Bandingkan dengan di Indonesia. Di kota kecil padalaman di Padang Sidempuan saja sangat luas taman makamnya.  Apakah tidak ada pahlawan (kemerdekaan) di Malaysia? Yang jelas ada pahlawan terkenal dari Pahang, Mat Kilau namanya. Namun kilauan kepahlawanan Mat Kilau tidak dianggap pahlawan Malaysia? Apakah kepahlawanan Mat Kilau hanya ada di film layar lebar, yang premiere dalam minggu ini?


Ketika Malaka (kini bagian dari Federasi Malaysia) diserang Portugis dan diduduki tahun 1511, apakah tidak ada perlawanan orang Malaka? Jika ada, lalu siapa pahlawannya? Di Indonesia begitu banyak perlawanan terhadap orang asing (dari Eropa), nama mereka hanya sebagian yang tercatat dalam sejarah, dari yang sebagian yang tercatat hanya sedikit (sekitar 200an) yang mendapat gelar Pahlawan Nasional, tetapi banyak yang diakui sebagai pahlawan daerah (pahlawan provinsi, pahlawan kabupaten/kota dan pahlawan kecamatan). Bagaimana dengan di Malaysia? Sebenarnya banyak pejuang yang melawan kehadiran Inggris di Semenanjung, Singapoera, dan Sabah. Ada tercatat datanya. Namun sengaja atau tidak sengaja tidak pernah dikutip, lalu dilupakan dan kini terlupakan..

Lantas bagaimana sejarah Mat Kilau, pahlawan Malaysia di Pahang? Seperti disebut di atas, di Malaysia terdapat catatan pejuang melawan Inggris di Semenanjung, Singapoera dan Sabah. Salah satu yang memiliki catatan sejarah adalah Mat Kilau di Pahang. Lalu bagaimana sejarah sejarah Mat Kilau, pahlawan Malaysia di Pahang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Poster: Pahlawan Silat Indonesia Yayan Ruhian dalam Film Mat Kilau (2022)

Mat Kilau, Pahlawan Malaysia dari Pahang; Mengapa Tidak Ada Makam Pahlawan di Malaysia?

Sudah sejak lama Inggris membentuk koloni di pulau Penang dan pulau Singapoera. Untuk mengefektifkan dan memperluas pengaruh Inggris di Semenanjung Malaka, dilakukan perjanjian antara Belanda dan Inggris tahun 1824 dimana Bengkulu tukar guling dengan Malaka. Atas inisiatif James Brooke tahun 1838 Inggris menambah wilayah koloni di pulau Laboean (Borneo Utara). Pada tahun 1868 semasa Gubernur Straits Settlements Sir Andrew Clarke parlemen Inggris menyetujui untuk menjadikan penduduk wilayah Malaka sebagai subjek.


Berdasarkan laporan pers Hindia Belanda pada tahun 1866, negara-negara Melayu di Semenanjung saat itu dalam keadaan terbelakang. Orang Melayu, yang dikenal di Hindia Belanda sebagai suku yang paling giat, di Malaka adalah pemalas, lamban, acuh tak acuh, terpecah oleh perselisihan di antara mereka sendiri, Salah satu perang saudara yang paling heboh terjadi di Selangor tahun 1872. Setelah situasi kondusif, wilayah Semenanjung (minus Malaka) yang berada di bawah perlindungan (protektorat) lalu Inggris menempatkan dua residen (di pantai barat dan di pantai timur Semenanjung).

Para pangeran Melayu di Perak, Selangore, dan Sungei Ujong pada tahun 1875 Sir Andrew Clarke bahwa melakukan perjanjian dimana para pangeran menerima kehadiran residen Inggris dan menyerahkan penanganan urusan luar negeri mereka kepada gubernur Straits Settlement. Sejak itu gubernur relokasi dari Penang ke Taiping (Perak). Dalam pekermbangannya menyusul Pahang.


Campur tangan langsung dengan pemerintah lokal secara hati-hati dihindari oleh Pemerintah Strait Settlement. Residen dalam hal ini berfungsi untuk memberikan nasihat dan informasi. Jumlah pejabat Inggris dibatasi hanya sebelas orang di Perak, lima di Selangore, dan satu negara bagian lain, residennya sendiri. Gaji mereka dibebankan ke kas daerah (yang dikelola para pangeran). Cara yang dilakukan Inggris untuk membujuk para pangeran ke protektorat adalah dengan menjanjikan mereka gelar yang lebih tinggi: raja menjadi maharaja atau maharaja sultan. Pangeran Johor, yang wilayahnya berbatasan dengan Singapura dan telah diatur oleh saat mana dimulai koloni dari kepemilikan pertama pulau itu oleh Sir Stamford Raffles, telah dipromosikan menjadi Sultan pada kesempatan kunjungannya di Pameran Kolonial di London. Penguasa pribumi lainnya menerima promosi mereka selama mereka tinggal di Singapura, pada ulang tahun keempat puluh Permaisuri Victoria. Kepada para pengeran yang menjadi raja/sultan dijanjikan keuntungan sebagai wujud dari kemauan mereka berada di bawah perlindungan (protektorat, setengah penjajahan).

Strategi Inggris berhasil dimana para pangeran mengadopsi perjanjian protektorat. Disebut berharisl perselisihan internal di dalam negeri-negeri mulaii berkurang dan kondisu perdamaian mulai terasa. Dalam situasi dan kondisi yang baru inilah kemudian melaksanakan isi yang diperjanjikan dimana para industrialis, planter, dan pedagang Eropa, plus Cina dapat menetap di tanah yang subur. Jalan telah dibangun, rel kereta api dan telegraf dibangun, sungai dibuat untuk dilayari, pelabuhan digali, tambang dibersihkan, pabrik dan perkebunan didirikan, hutan dan hutan belantara dibersihkan untuk membuka jalan bagi budidaya kina, lada, bir, beras, teh, kopi, dll. Penjajahan gaya baru di Semenanjung dimulai. Hasilnya langsung terasa (lihat Bataviaasch handelsblad, 20-02-1891).


Lain di Hindia Belanda, lain pulau di (daratan) Semenanjung (proktektorat). Di Hindia Belanda cabang-cabang pemerintahan dibentuk di berbagai daerah dengan pejabat terendah Controleur. Para pejabat Belanda ini bekerjasama denga para pemimpin lokal memberdayakan penduduk dalam membangun jalan, sementara pemerintah menyediakan pendidikan dengan membangun sekolah dan mendatangkan guru dan  dokter. Para pemimpin lokal dibebankan ekstensifikasi perranian plus budidaya tanaman ekspor untuk mendongkrak devisa. Sementara itu di Semenanjung para industrialis, planter dan pedagang Eropa diberi konsesi-konsesi yang mana dapat mendatangkan tenaga kerja dari Tiongkok dan India. Setelah satu dasawarsa. Saat mana Gubernur Straits Settlements, Sir Cecil Smith membaca laporan negeri-negeri Semenanjung tahun fiskal 1887 dan 1888 sangat puas karena penerimaan dan pengeluaran telah meningkat lima kali lipat dan surplus (dibandingkan pada permulaan yang masih defisit), Ekspor dan impor juga jauh meningkat. Semua itu juga karena didukung adanya kenaikan populasi yang signifikan (Cina dan India serta pendatang pribumi dari Hindia Belanda). Sekretaris Kolonial, Lord Knatsford, memberikan laporan kepada Parlemen ‘apa yang diperoleh di negeri-negeri Semenanjung kemajuan dicapai dengan cara yang begitu sederhana’. (sebaliknya di Hindia Belanda begitu sulit dicapai karena besarnya pengeluaran pemerintah, lebih-lebih jika ditambahkan pengeluaran untuk perang akibat adanya perlawanan penduduk).

Dalam konteks inilah mulai ada ketidakpuasan diantara beberapa orang, tidak hanya semakin kuatnya eksploitasi Inggris, juga semakin terdesaknya penduduk asli Melayu Semenanjung (karena juga ada aliran yang deras para pendatang, Cina, India dan pribumi dari Hindia Belanda). Ketidakpuasan tersebut pertama muncul di negeri Pahang.


Sementara itu wilayah Serawak yang setelah 15 tahun di bawah kendali James Brooke kemudian berada di bawah subjek pemerintah yang diwakili Gubernur Laboean. Lalu pada tahun 1878 Baron von Overdeck (Maskapai Borneo Utara) mendapat hak pengeuasaan wilayah Sabah dan Sandakan dari Sultan Brunai dan Sultan Sulu. Demikianlah semua negeri-negeri di wilayah Semenanjung dan Borneo Utara (minus Brunai) jatuh ke pangkuan Inggris.

Anak Bendahara Pahang, bernama Mat Kilau mulai melakukan perlawanan. Perlawanan ini semakin memuncak pada bulan Mei 1892 (lihat Deli courant, 08-06-1892). Disebutkan (mantan) Residen Clifford Boedoe mencoba berunding dengan Mat Kilau, tetapi ditolak oleh Mat Kilau yang pengikutnya juga cukup banyak. Pasukan Sikh didatangkan dari Perak yang dipimpin oleh Kolonel Walker untuk mendukung pasukan Sultan (Pahang). Pertempuran dengan orang Melayu di Pahang tidak terhindarkan. Berapa korbang di pihak Inggris dan berapa korban di pihak Melayu tidak diketahui secara pasti.


Untuk melumpuhkan Mat Kilau dan pengikutnya, Kolonel Walker dengan pasukan kecilnya menuju Raub dan Clifford dari arah berlawanan ke Lipis. Namun hasilnya kosong (lihat Deli courant, 25-06-1892). Mat Kilau dan pasukannya telah memasuki hutan. Sang ayah, Datok Gadjah (eks bendahara Pahang) juga telah ikut memasuki hutan. Disebutkan kepulangan pasukan yang memburu pemberontak dengan tangan kosong mendapat sindiran dari penduduk: ‘bagaimana Residen Rodgers sangat ‘hijau’ untuk dapat mengadili para pemberontak’. Penduduk Melayu dari Pahang secara terbuka mengakui bahwa mereka tidak ingin mantan bendahara (Orang Kaja) ditangkap, karena jika tidak, mereka bisa melakukannya sejak lama. Dalam perkembangannya anak-beranak ini telah melarikan diri ke Kelantan (lihat Deli courant, 07-09-1892)..

Mat Kilau berontak tentulah ada dasarnya, lebih-lebih Mat Kilau adalah anak seorang eks bendahara/orang kaya (kini ibarat Menteri Keuangan). Utang (negara) Pahang saat itu sudah sampai ke ubun-ubun (lihat Deli courant, 07-09-1892).  Dalam hal ini antara anak dan sang ayah saling memahami bahwa utang itu akan menjadi beban rakyat penduduk Pahang, suatu utang yang tidak pernah ada sebelum Pahang berada di bawah protektorat Inggris.


Laporan tahunan Pahang untuk tahun 1891 menunjukkan bahwa pendapatan adalah $77.386, dibandingkan dengan $86.430 pada tahun 1890. Pengeluaran berjumlah $238.174, dibandingkan perkiraan $291.095. Pengeluaran ini terdiri dari para pemimpin penduduk asli (termasuk Sultan) dibayar $64.674, sebesar $93.850 digunakan untuk pengeluaran biasa, termasuk polisi dan $35.000 untuk pekerjaan umum. Utang (negara) Pahang kepada pemerintah (Gubernur) Straits Seitlemtnts per 31 Des. 1891 berjumlah $588.055 dimana bunga 5% harus dibayar per tahun. Dari pendapatan yang disebut di atas terbesar berasal dari Landafdeeling (pajak rakyat) menghasilkan $18,000 sedangkan pendapatan dari konsesi pertambangan, termasuk bea ekspor emas adalah $17.860.  

Apa yang dialami oleh Pahang, dan negeri-negeri protektorat di Semenanjung yang dipimpin para sultan pada dasarnya tidak seberat yang dialami oleh para pemimpin lokal di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Sebagai perbandingan di Tapanoeli, seorang koeria (raja) hanya mendapat gaji sebesar f750 per tahun. Seperti strategi Inggris dalam menjalankan pemerintahan yang sangat minimal campur tangan, sebenarnya telah dipindahkan kepada tangan para sultan dengan bantuan keuangan yang sangat besar dan janji keuntungan yang besar (dari surplus pendapatan).


Pembangunan jalan dan jembatan hanya seperempat bantuan pemerintah sedangkan tigaperempat adalah kontribusi penduduk dalam kerja yang dikerahkan oleh para pemimpin lokal. Dengan kata lain pengeluaran pemerintah Hindia Belanda pada setiap wilayah administrasi terbilang kecil. Oleh karenanya pemberontakan jarang terjadi sejak cabang pemerintahan Hindia Belanda dibenntuk di wilayah. Konflik umumnya terjadi pada awal kehadiran kolonial (awal pembentukan cabang pemerintahan) karena penduduk curiga. Satu yang unik, pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan pendidikan, membangun sekolah dan mendatangkan petugas kesehatan, yang tujuannya untuk untuk meningkatkan produktivitas penduduk. Ini berbeda dengan di Semenanjung, sulit memikirkan untuk membangun sekolah dan fasilitas keseahatan karena kemakmuran di istana lebih penting dari kesulitan rakyat. Para pemimpin Pahang terjebak dalam hedonis yang dipenuhi pemerintah Inggris yang di satu sisi untuk menjaga kesetiaan para sultan dan proteksi untuk menjaga kelangsungan kesultanan.

Setelah beberapa lama relokasi ke Kelantan karena terus diburu militer Inggris di Pahang, Mat Kilau dan kawan-kawan kemudian mendapat penolakan dari Kelantan. Mat Kilau mati langkah, di kampong sendiri di Pahang mereka diburu, di kampong tetangga juga diusir. Mat Kilau dkk akhirnya putus asa dan ingin menyerah. Menyerah? Menurut telegram dari (kota) Pekan yang diterima surat kabar StraitsTimes tertanggal 6 Januari, pemimpin utama pemberontakan di Pahang, Rahman, Rasul dan Mat Kilaus serta lainnya, akhirnya memutuskan untuk menyerah kepada Pemerintah. Mereka diharapkan di Pekan segera. Mereka terpaksa melakukan ini karena penduduk Kelantan telah mengusir mereka dari daerahnya. Raja Jelais telah berangkat  ke Tanom untuk memimpin agar para pemberontak turun (lihat Deli courant, 20-01-1894).


Lalu apakah Mat Kilau menyerah begitu saja? Tidak, Mat Kilau dkk dengan pengikutnya masih berada di pedalaman Kelantan yang berbatasan dengan Pahang. Pada bulan Oktober Sultan Pahang  mengundang para hunter untuk memburu Mat Kilau, dead or alive dengan 1.000 dollar untuk setiap yang hidup dan limaratus dollar dalam keadaan mati (lihat Deli courant, 13-10-1894). Poster-poster hadiah perburuasn diedarkan ke segala penjuru di kampong-kampong di Kelantan dan Trengganu dalam bahasa Siam.
 
Semenanjung bagian timur telah menjadi Wild West. Mat Kilau telah dianggap penjahat di Pahang, Trengganu dan Kelantan. Kepala Mat Kilau diharga sebesar 500 dollar dan jika diekstradisi dari dua wilayah Kelantan dan Trengganu hadiahnya lipat dua menjadi 1000 dollar. Para sheriff Inggris tampaknya tidak berdaya untuk mengejar Mat Kilau dkk.


Orang-orang Siam di Kelantan tampaknya tertarrik dalam perburuan ini dan mereka mendapatkan hadiahnya (lihat Deli courant, 26-10-1895). Disebutkan orang-irang Siam telah menangkap Si Rahman, Awang Nong, Mat Lelah dan Tahi Brahim, pemberontak Pahang. Mat Kilau meninggal karena luka-lukanya. Si Rasoe dikabarkan tewas.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Tidak Ada Makam Pahlawan di Malaysia? Dimana Tempat Para Pejuang Malaysia?

Mengapa tidak ada makam pahlawan ini hari di Malaysia sebenarnya karena bawaan sejarah. Pada dasarnya bukan tidak ada pahlawan, tetapi membangkitkan pahlawan di Malaysia seperti Mat Kilau akan dapat mengganggu posisi sejarah para sultan. Sementara di Indonesia peran raja juga ada dalam sejarah, tetapi peran para pemberontak lebih ditonjolkan seperti Mat Kilau. Di Indonesia para raja dan sultan juga ada yang ikut memberontak kepada pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya para pahlawan di Indonesia bisa berasal dari mana saja dari kalangan istana atau kalangan oposisi (rakyat). Di Malaysia pahlawan dari kalangan istana sangat jarang adanya. Hal itulah mengapa pahlawan di Malaysia merujuk pada kalangan istana sebagaimana Tun Abdul Rachman dianggap sebagai pahlawan kemerdekaan Malaya.


Sebagai perbandingan di Malaysia dan Indonessia dapat dilihat perbedaan antara Ir Soekarno dan Tun Abdul Rachman. Soekarno dapat dikatakan berasal dari kalangan biasa, yang berjuang sejak era Hindia Belanda yang dua kali divonnis dihukum berat dimana yang hukuman terakhir harus diasingkan yang kemudian membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tun Abdul Rachman dari kalangan istana yang menjadi pemimpin orang Melayu yang didukung para sultan yang kemudian orang yang menerima kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957.

Pahlawan Malaysia tentu saja tidak hanya Mat Kilau. Hanya saja para pahlawan Malaysia terdahulu tidak diapungkan ke permukaan. Lagi pula para sejarawan di Malaysia juga enggan menggali sejarah oposisi (sejarah para oposisi yang berseberangan dengan istana/kesultanan yang didukung Inggris), lebih bersenang-senang dengan kemewahan, pentakbiran dan ketamadunan di istana dan sultan-sultan. Salah satu yang tidak diungkapkan ini adalah para pahlawan yang terdapat di Tanah Sabah (Borneo Utara).


Sebelum menggali sejarah pejuang Malaysia lainnya, sejarah Mat Kilau pada masa ini agak membingungkan. Seperti disebut di atas, Mat Kilau telah meninggal karena berhasil dilumpuhkan oleh orang-orang Siam (baca: Thailand) setelah Sultan Pahang menyebarkan poster untuk mengesktradisi Mat Kilau dkk dead or  alive.  Upaya ini dilakukan setelah bantuan militer Inggris gagal melumpuhkan Mat Kilau dkk, setelah pasukan Sultan Pahang dan yang dibantu pasukan Sultan Johor gagal mengejar dan menangkap Mat Kilau dkk yang melarikan diri ke wilayah yurisdiksi Siam (saat itu) di Kelantan/Trengganu. Lantas kini mengapa versi sejarahnya berbeda. Pada masa ini, disebut Mat Kilau tetap masih hidup dan menyamar dengan nama Mat Siam yang bahkan usia hidupnya lebih dari seratus tahun. Faktanya, surat kabar sejaman telah memberitakan kematian Mat Kilau pada tahun 1894. Kisah Mat Kilau pada hati ini telah bergeser dari fakta sejarah menjadi mitos seperti halnya hikayat Hang Tuah dan kapal Mendam Berahi yang telah dibuktikan sejak era Hindia Belanda adalah kisah palsu (hanya sekadar cerita). Lalu apakah kini fakta sejarah Mat Kilau akan terdegradasi menjadi hanya sekadar mitos? So, mengapa narasi sejarah Mat Kilau berbeda dengan yang sekarang? Apakah ada upaya untuk mengangkat perjuangan Mat Kilau tetapi juga ingin menyembunyikan sejarah sebenarnya yang terjadi pada era Kesultanan Pahang saat itu, yang di satu sisi bekerjasama dengan Inggris dan Mat Kilau memberontak tidak hanya kepada Inggris tetapi juga kepada kalanngan istana/kesultanan. Bumbu silat pada masa ini pada kisah Mat Kilau juga terkesan berlebihan (film Mat Kilau yang juga dibintangi oleh pesilat Yayan Ruhian). Pada masa perang apakah silat sudah ada dan efektif digunakan melawan senjata pistol dan senapan? Pejuang-pejuang di Indonesia tidak menggunakan silat tetap dengan bamboo runcing dan panah (untuk menandingi pistol dan senapan). Silat adalah tampilan menghibur (dalam film) tetapi jangan sampai diinterpretasi sejarah Mat Kilau lebih pada sejarah silat. Bersilat lidah dalam narasi sejarah sangat jamak, namun sejarah adalah narasi fakta dan data. Lalu bagaimana dengan sejarah pejuang di Sabah?

Sejarah perjuangan para pejuang di Sabah berawal dari kehadiran Inggris. Ini bermula ketika terjadi kerusuhan berdarah di (pulau) Labuan yang akan mengancam posisi Sultan Brunai. Pada tahun 1846 Sultan Brunai meminta bantuan Inggris dan kemudian pasukan Inggris menduduki pulau Labuan dan sejak itu pulau milik orang Sabah tersebut diserahkan kepada Inggris sebagai koloni baru Inggris (menyusul Penang, dan Singapoera). Setelah sekian lama Sultan merasa tenang dan nyaman, Inggris semakin berkuasa di Borneo Utara (dimana gubernur Inggris berkedudukan di Labuah) dan di sisi lain orang Sabah berdiam diri, kembali gaduh ketika Sultan Brunai menyerahkan wilayah Sabah kepada Inggris (maskapai Borneo Utara yang dipimpin Baron v Overdeck) pada tahun 1878.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar