Kamis, 28 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (740): Tanjung Datu dan Geomorfologi, Batas Indonesia di Serawak; Tanjung Batu Tinagat di Sabah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Masih ingat polemik pembangunan menara mercusuar di wilayah perairan Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat tahun 2014? Pemerintah Malaysia membangun baru mercu suar. Padahal sesuai landas kontinental, mercusuar itu berada di wilayah perairan Indonesia sesuai perjanjian RI-Malaysia tahun 1969. Nama Tanjung Datu bagi Indonesia juga menjadi penting, karena menjadi nama kapal Indonesia. Namun artikel ini tidak tentang membahas itu tetapi tentang geomorfolofi sejarah wilayah Tanjung Datu sendiri. Tanjung Datu sendiri batas sejak era Hindia Belanda di barat dan Tanjung Batu Tinagat di timur.


Kapal kelas Tanjung Datu dibangun oleh PT Palindo Marine mulai 15 Maret 2016. Pembangunannya memakan waktu 636 hari. Ini resmi beroperasi pada Senin, 18 Januari 2018. Pada 13 Desember 2020, KN Tanjung Datu menyelamatkan kapal nelayan China yang terombang-ambing di Laut Natuna Utara. Kapal, Lu Rong Yuan Yu 168, memiliki kemudi yang patah. Awak Tanjung Datu melakukan perbaikan dan kapal dikawal keluar ZEE Indonesia. Dengan sengketa di Laut China Selatan, KN Tanjung Datu telah mengusir sekitar 31 hingga maksimal 64 kapal nelayan (dalam satu kali kesempatan) dikawal oleh 3 kapal Penjaga Pantai China di Laut Natuna Utara. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Tanjung Datu, batas Indonesia dan Serawak? Seperti disebut di atas, Tanjung Datu begitu penting bagi Indonesia. Sejak era Hindia Belanda Tanjung Datu adalah batas di barat dan Tanjung Batu Tinagat di timur. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Tanjung Datu, batas Indonesia dan Serawak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologi Wilayah Tanjung Datu, Batas Indonesia dan Serawak; Tanjung Batu Tinagat Batas di Sabah

Satu yang khas dari Tanjung Datu (yang mengerucut kea rah utara), secara geomorfologis adalah sebuah daratan (kecil) yang berbeda dengan daratan-daratan yang lain di arah selatan. Ini seakan menggambarkan, di masa lampau, antara daratan-daratan itu dipisahkan oleh perairan/laut. Dalam hal ini, bagaimana dapat dijelaskan?


Wilayah Tanjung Datu sudah dipetakan sejak era Portugis. Dalam identifikasi Tanjung Datu dalam peta-peta antar era sejak era Portugis, VOC/Belanda hingga Pemerintah Hindia Belanda dapat diperbandingkan. Peta-peta pertama (Peta 1 dan Peta 2) masih persifat kasar. Seiring dengan perkembangan pemetaan pada era VOC/Belanda (Peta 3, Peta 4 dan Peta 5) sudah lebih baik presisinya. Pada Peta 4 yang bertarih 1665 dipetakan satu pulau kecil di depan tanjong. Pada Peta 5 bertarih 1724 tampaknya pulau terpencil sebelumnya telah menyatu dengan daratan, suatu perluasan daratan tetapi masih berupa rawa. Dalam peta-peta Pemerintah Hindia Belanda (Peta 6), setelahnya tidak ada lagi perubahan tanjong dari masa ke masa hingga hari ini. Dengan kata lain proses perubahan tanjong telah berhenti pada era Pemerintah Hindia Belanda.

Bagaimana bisa suatu tanjung berubah, berubah bertambah luas? Biasanya suatu tanjung sebaliknya justru mengecil karea hempasan ombok hingga tanjung itu sulit diruntuhkan oleh hantaman ombak karena terdiri dari batuan. Suatu tanjong (terbentuk) dan semakin memanjang dan meluas biasanya karena di tengah terdapat arus air (sungai). Haal itulah mengapa terbentuknya tanjong di Tanjung Datu terbilang sangat unik.


Dengann membandingkan peta geomorfologis Tanjung Datu pada masa ini dengan peta-peta masa lampau dari era Portugis tampaknya bersesuaian. Pada peta satelit masa ini di ujung tanjong terlihat suatu Menara mercu suar, Menara ini dibangun di suatu bukit. Bukit ini diduga adalah pulau yang terpencil pada masa lampau yang kemudian menyatu dengan daratan Kalimantan/Borneo. Sebagai suatu pulau di tengah lautan awalnya, bukit Tanjung Batu ini diduga adalah  bukan daratan/pulau hasil sedimentasi tetapi pulau yang telah terbentuk sejak zaman kuno (pembentukan permukaan bumi). Hal itulah mengapa tanjong yang awalnya berproses (terjadi integrasi pulau dan daratan) pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak berubah lagi (tetap, eksis seperti sekarang).

Tunggu deskripsi lengkapnya 

Era Hindia Belanda: Tanjung Datu di Barat dan Tanjung Batu Tinagat di Timur

Pada tahun 1824 dilakukan perjanjian antara Inggris dan (Pemerintah Hindia) Belanda dimana dilakukan tukar guling antara Malaka dan Bengkulu sehiubungan dengan Inggris membentuk koloni di Penang. Hasil perjanjian itu juga membahas perbatasan antara Inggris dan Belanda diantara pulau Singapoera dan pulau Bintan (selat Singapoera). Perbatasan juga didefinisikan di pulau Borneo/Kalimantan dimana batas di bagian barat di Tanjung Datu dan batas di timur di Tanjung Batu Tinagat.


Batas di Tanjung Datu sudah dideskripsikan di atas. Batasa di sisi timur Borneo di tanjong Batu Tinagat pada masa ini berada di sebelh timur Kota Tawau yang sekarang. Saat itu Kota Tawau belum ada. Batas di Tanjung Batu Tinagat itu berdasarkan peta-peta Pemerintah Hindia Belanda sebelum kehadiran Maskapai Borneo Utara pada tahun 1878 adalah dari tanjong di Batu Tinagat dengan menarik garis sesuai sungai Tawau ke arah utara dan kemudian berbelok ke kanan ke arah barat di pedalaman. Di Batu Tinagat dibangun pos Angkatan laut Pemerintah Hindia Belanda (tempat dimana kini berada mercua suar). Namun sejak kehadiran Maskapai Borneo Utara garis batas berubah dan bergeser ke sungai Seboekoe (dan pulau Sebatik dibagi dua).

Pembuatan batas pada era pemerintah Hindia Belanda biasanya dilakukan oleh perwakilan dua pihak yang terdiri dari militer dan para ahli lainnya. Hal itu tidak hanya antara Inggris dan Pemerintah Hindia Belanda di Borneo, juga antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Portugis di pulau Timor dan antara Jerman dan Pemerintah Hindia Belanda di Papua. Batas yang terdiri dari patok-patok itulah yang menjadi pedoman dari waktu ke waktu hingga era Republik Indonesia.


Batas antara Inggris (kini Serawak/Malaysia) dan Pemerintah Hindia Belanda (kini Kalimantan Barat/Indonesia) di Tanjung Datu tidak persis membelah tanjong (seperti halnya pulau Sebatik) tetapi pada ujung teluk (di atas bukit) garis melebar ke arah Serawak (lihat peta satelit di atas). Mengapa begitu, tidak diketahui secara pasti. Namun bisa diduga bahwa pada saat penarikan batas pada masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda/Inggris di area pedalaman (garis di tengah sesuai alur punggung bukit) tetapi di wilayah pantai didasarkan pada kegiatan penduduk/nelayan yang dibedakan atas dasar pengakuan dari pusat pemerintahannya baik di Sambaas (Hindia Belanda) dan di Brunai/Serawak (Inggris).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Hindia Belanda: Tanjung Datu di Barat dan Tanjung Batu Tinagat di Timur

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar