Senin, 26 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (10):Pulau Bangka dan Pulau Belitung dalam Era Zaman Kuno; Studi Geomorfologi vs Teori Paparan Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Bangka dan pulau Belitung, itulah yang dikenal pada masa ini. Namun, hanya satu dua peneliti yang berbicara tentang zaman kuno pulau Bangka dan pulau Belitung. Dalam artikel ini dibicarakan bagaimana bentuk pulau Bangka dan pulau Belitung di masa lampau. Dalam hal ini ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi di (kepulauan) Bangka dan Beliting. Namun narasi sejarah kepulauan Bangka dan Belitung dihubungkan dengan keberadaan Paparan Sunda? Bagaimana secara geomorfologi?


Berdasarkan pemahaman selama ini sebagai berikut: ‘Secara geologi, Paparan Sunda adalah landas kontinen perpanjangan lempeng benua Eurasia di Asia Tenggara. Massa daratan utama antara lain Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Area ini meliputi kawasan seluas 1,85 juta Km2. Kedalaman laut dangkal yang membenam paparan ini jarang sekali melebihi 50 meter, dan kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 meter, hal ini mengakibatkan kuatnya erosi dasar laut akibat gelombang laut. Tebing curam bawah laut memisahkan Paparan Sunda dari kepulauan Filipina, Sulawesi, dan Kepulauan Sunda Kecil. Secara biogeografi, kawasan ini dikenal sebagai Sundaland atau Tanah Sunda, sebuah istilah yang merujuk kepada bentang daratan lempeng benua dan landas kontinen di Asia Tenggara yang merupakan dataran di atas permukaan laut ketika permukaan laut jauh lebih rendah pada zaman es terakhir. Tanah Sunda termasuk Semenanjung Malaya, Kepulauan Sunda Besar termasuk Kalimantan, Sumatra, dan Jawa, serta laut dangkal di sekitarnya, yaitu Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Karimata, Teluk Siam, dan bagian selatan Laut China Selatan. Bukti bahwa pulau-pulau Sunda Besar pernah bersatu dengan benua Asia adalah sebaran jenis mamalia Asia seperti beberapa jenis kera, gajah, macan dan harimau yang ditemukan di benua Asia, Sumatra, Jawa, dan Bali; serta adanya Orangutan baik di Sumatra dan Kalimantan. Pada zaman es, permukaan laut turun, dan kawasan luas Paparan Sunda terbuka dan muncul di atas permukaan air dalam bentuk dataran rawa yang amat luas. Naiknya permukaan air laut pada saat gelombang es di kutub mencair sebanyak 14,6 sampai 14,3 kbp menaikan permukaan laut setinggi 16 meter dalam jangka waktu 300 tahun’ (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau Bangka dan pulau Belitung dalam sejarah zaman kuno? Seperti disebut di atas, narasi sejarah cenderung mengaitkan dengan keberadaan Paparan Sunda. Mengapa demikian? Satu yang penting dalam hal ini sangat jarang para peneliti yang memperhatikannya secara geomorfologis. Lalu bagaimana sejarah pulau Bangka dan pulau Belitung dalam sejarah zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Bangka dan Pulau Belitung dalam Sejarah Zaman Kuno; Geomorfologi dan Paparan Sunda

Secara khusus, untuk membicarakan sejarah zaman kuno (kepulauan) Bangka dan Belitung, ada dua hal yamh bertentangan. Di satu sisi ada teori yang ‘dihemuskan’ bahwa dahulunya pulau Sumatra, Jawa dan Borneo (serta Semenanjung) menyatu dalam satu daratan (disebut Paparan Sunda). Itu berarti kepulauan Bangka dan Belitung secara teoritis berada di tengah daratan luas Sundaland. Sementara di sisi lain, sebaliknyanya, bahwa secara geomorfologis tidak ada bukti yang kuat bahwa kepulauan Bangka dan Belitung pernah berada di tengah daratan yang luas. Fakta yang terjadi adalah bahwa garis pantai timur Sumatra mendekati pulau Bangka dan garis pantai barat Borneo (Kalimantan) mendekati pulau Belitung.


Posisi (kepulauan) Bangka dan Belitung, seperti halnya posisi (pulau) Sulawesi (plus kepulauan Maluku yang berada diantara Borneo di barat dan Pupua di timur. Dalam hal ini posisi (kepulauan) Bangka dan Belitung (tidak berubah, dan tetap seperti itu hingga sekarang) antara (pulau) Sumatra dan (pulau) Borneo. Sifat geologi kepulauan Bangka dan Belitung sangat kontras dengan pulau Sumatra dan (Sebagian besar) pulau Kalimantan, Jenis floras dan fauna juga agan berbeeda. Satu yang kerap dibicarakan, tetapi kurang dimaknai artinya, bahwa perairan diantara Jawa, Sumatra dan Borneo, kedalaman lautnya cukup dangkal dan jarang sekali melebihi 50 meter, dan kebanyakan hanya sedalam kurang dari 20 meter. Jelas ini sangat kontras dengan perairan/laut di sekeliling pulau Sulawesi. Dengan kata lain, wilayah laut kepulauan Bangka dan Belitung terbilang dangkal. Fasktor kedangkalan ini yang ‘ditangkap’ Teori Paparan Sunda, bahwa permukaan laut telah meningkat di zaman lampau sehingga  terbetuk perairan dengan ketinggian 20 M di atas dasar laut. Para peneliti yang menggunakan teori ini (Paparan Sunda), lupa atau mengabaikan bahwa kenaikan permukaan laut (apalagi 20 M) bukan perkara alam yang mudah; dan juga tidak memperhitungkan factor kenaikan dasar laut karean proses sedimentasi jangka panjang. Faktor lain yang kurang dicermati mereka adalah (luas atau lebar) pulau Sumatra, Jawa dan Borneo (berbeda karea akkibat proses sedmentasi jangka panjang) berbeda pada masa kini dibandingkan relative di masa lampau di zaman kuno.

Sebelum menggunakan data geologi, baltimeter dan ketinggian elevasi di pulau-pulau di kepulauan Bangka dan Belitung, dan sebelum menganalisisnya secara geomorfologis, terlebih dahulu membandingkan peta-peta (kepulauan) Bangka dan Beliring pada masa lalu (sejak era Portigis) dengan kondisi yang sekarang. Dalam Peta 1598, bentuk penampilan pantai timur Sumatra di bagia selatan (Jambi dan Palembang) sangat berbeda dengan kondisi sekarang; demikian juga pulau-pulau besar di timur Sumatra (Bangka, Lingga dan Bintan), tidak berdiri sendiri, tetapi terikat dengan pulau-pulau lain yang lebih kecil yang berada di antara gugusan daratan pasir (gosong) atau wilayah perairan yang sangat dangkal.


Pada Peta 1598, (400 tahun atau empat abad lampau), terkesan bahwa tiga pulau besar (Bangka, Lingga dan Bintan) seakan menjadi satu kesatuan wilayah geografi, karena begitu dangkalnya dasar laut dengan permukaan laut (adanya gosong). Tentunya sudah berbeda apa yang diidentifikasi pada peta empat abad yang lalu dengan kondisi sekarang. Mengapa demikian? Itulah pertanyaan intinya, yang jarang atau tidak pernah ditanyakan.

Satu yang pasti pada masa ini di wilayah kepulauan Bangka dan Belitung merupakan sentra produksi timah, sebagaimana di Lingga, Bintan hingga Semenanjung Malaya plus Kawasan bagian barat Kalimantan Barat. Daratan pulau Bangka dan pulau Belitung sejak lama dikenal terbentuk yang dibedakan area-area alluvial, kwarsa dan ganit. Timajh umumnya ditemukan di area kwarsa atau ditemukan terikat dengan batuan granit di area granit. Area alluvial yang umumnya di kawasan pantai, yang secara geomorfologis awalnya suatu teluk, merupakan daratan yang terbentukl baru akibat proses sedimentasi jangka panjanhg. Massa padat dalam bentuk lumpur tanah dan sampah vegetasi teebawa sungai dari pedalaman yang mengmpul dan mengendap di teluk-teluk. Lalu bagaimana dengan butir-butir pasir?


Pasir di daratan Sumatra (pasir darat) berbeda dengan pasir di kepulauan Bangka dan Belitung (pasir laut). Pasir darat Sumatra terbentuk dari baru andesik yang berguguran apakag akibat ersosi atau batu yang bertabrakan di arus sungai manakali air meluap. Sedangkan pasir laut di Bangka Belitung terutama yang berada di perairan (laut dangkal) adalah butir pasir yang terbentuk dari erosi di daratan terbawa sungai ke laut, abrasi pantai yang mengandung batu kwarsa dan granit serta pecahan/guguran batu-batu karang. Hal itulah mengapa kini banyak pasir laut yang bagus di wilayah kepulauan Bangka dan Belitung, yang notabene di masa lampau jenis pasir serupa ini yang membentuk gosong yang sangat luas diantara pulau-pulau yang terbentuk di masa lampau (batuan kwarsa dan granit).. Satu lagi yang perlu diperhatikan dalam permukaan dasar laut di kepulauan Bangka dan Belitung adalah pengaruh gtelombang laut besar (ombak), arus laut dan cuasa (pertemuan Laut Cina Selatan dengan Laut Jawa).

Bentuk alam pulau-pulau di kepulauan Bangka dan Belitung dalam hal ini harus diperhatikan dalam dua segi. Pada satu masa bentuk dan luas pulau-pulau termasuk pulau Bangka dan pulau Belitung telah mengalami dinamika sendiri dari satu masa ke masa lain. Daratan yang terbentuk dari batuan kwarsa dan granit rentan terhadap erosi (relative lebih mudah jika dibandingkan batuan pantai di pantai barat Sumatra yang umumnya batuan andesit. Hal itulah mengapa luasan pulau asal kemudian mengecil. Namun sebaliknya terjadi proses pembengkakan pulau akibat proses sedimentasi di wilayah pantai utamanya yang pada masa permulaan sebagai teluk atau dasar laut yang dangkal. Sementara perubahan peta gosnng dan peta perubahan baltimeter sangat dipengaruhi oleh gelombang laut dan arus laut. Hal itulah mengapa dulu didientifikasi peta gosong yang menyatukan geografis pulau-pulau besar (Bangka, Lingga dan Bintan). Aktivitas vulkanik di wilayah kepulauan Bangka dan Belitung sangat jarang karena itu pengaruh vulkanik kurang memiliki pengaruh (relative terjadap proses tekntonik. Lantas, bagaimana dengan teori Paparan Sunda?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Geomorfologi dan Paparan Sunda: Bagaimana Wujud Kepulauan Bangka dan Belitung Zaman Kuno

Satu pertanyaan sederhana yang dapat ditujukan pada Teori Paparan Sunda adalah seberapa tinggi kenaikan air laut, jika di masa lampau, sebagaimana dihipotesiskan, telah terjadi suatu kondisi dimana mencairnya gletser? Dalam hubungan ini dapat ditambahkan pertanyaan, (jika dan hanya jika telah terjadi proses sedimentasi) seberapa tinggi dasar permukaan laut telah meningkat dari dasar asilnya? Sudah barang tentu, kenaikan air laut dalam Teori Paparan Sunda jauh lebih tinggi dari hanya sekadar 20 meter. Apakah volume air yang terbentuk dari proses mencairnya gletser mampu meningkatkan permukaan laut begitu tinggi (di seluruh muka bumi) yang begitu luas?


Seberapa luas wilayah Antartika dan wilayah Arktik dibandingkan dengan permukaan laut yang menutupi permukaan bumi dengan air. Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan sederhana dan yang akan mendapat jawaban sederhana. Jawaban sebeliknya dari pertanyaan tersebut yang mengawali munculnya teori Paparan Sunda. Jika gletser telah mencair di zaman purba, yang menyebabkan banjir besar di antara pulau Sumatra, Jawa dan Borneo sehingga memisahkan tiga wilatah daratan yang menjadi pulau-pulau yang terpisah. Lalu, mengapa hanya Teori Paparan yang dimaksud hanya popular di wilayah Indonesia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul). Mengapa di wilayah/negara lain teori ini tidak muncul alias kurang diperhatikan? Apakah peningkatan ketinggian air laut hanya terjadi di Indonesia saja? Bukankah permukaan bumi meliputi seluruh muka bumi dengan ketinggian yang sama?

Teori yang sebaliknya yang pernah muncul dikemukakan oleh V Obdeijn (1941) kurang mendapat perhatian. Umumnya para peneliti memuja Teori Paparan, dan tutup mata terhadap teori Obdeijn yang menyatakan bahwa pulau Bangka dan pulau Belitung pernah bersatu di masa lampau dengan Semenanjung Malaya yang membentuk semenanjung yang panjang (sebut saja: Semenanjung Bangka). Analisis yang diterapkan oleh Obdeijn adalah dengan menggunakan pendekatan studi geomorfologis. Sesungguhnya teori Semenanjung Bangka ini lebih masuk akan jika dibandingkan dengan teori paparan.  


V Obdeijn dalam hal ini termasuk salah satu peneliti, yang secara tidak langsung menentang Teori Paparan. Ibarat teori bumi datar yang juga ada penentangnya. Obdeijn tidak hanya coba membuktikan bahwa pernah eksis Semenanjung Bangka, juga menyimpulkan bahwa pantai timur Sumatra telah bergeser mendekatan pulau Bangka. Besar dugaan teori Obdeijn kurang mendapat perhatian karena (saat itu) boleh jadi dianggap masih kekurangan data penunjang. Apa yang telah dilakukan Obdeijn telah membuka ruang penalaran dalam soal teori paparan. Beberapa tahun yang lalu saya telah membuktikan bahwa pulau Taprobana pada era Ptolomeus abad ke-2 selama berabad-abad bahkan hingga kini adalah pulau Sri Langka atau pulau Sumatra. Ada beberapa peneliti meyakininya adalah pulau Kalimantan. Berdasarkan pendekatan geomorfologis saya telah membuktikan pulau Taprobana adalah pulau Kalimantan (telah diupload di dalam blog ini). Teori pulau Taprobana adalah Kalimantan dalam hal ini secara tidak langsung memperkuat pandangan Obdeijn tentang Semenanjung Malaya. Hal ini saya coba bandingkan teori pulau Sumatra dan teori Semenanjung Malaya di satu sisi dengan peta Ptolomeus abad ke-2 tentang peta Semenanjung Aurea Chersonesus. Dalam konteks inilah dalam artikel ini teori Semenanjung Malaya dari Obdeijn mendapat dukungan.

V Obdeijn dalam membangun teorinya Teori Semenanjung Bangka, boleh jadi terispirasi dari peta-peta yang berasal dari era Portugis seperti yang dikutip di atas (Peta 1598). Dalam peta tersebut bahwa pulau-pulau besar Bangka. Lingga dan Bintan memiliki pulau-pulau kecil yang diikat dengan gugus kepulauan pasir (gosong).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar