Rabu, 16 November 2022

Sejarah Bengkulu (17): Kota Tua Muara Aman di Bengkulu; Lais dan Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di Pegunungan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Kita tidak berbicara tentang nama Muara Kaman di Kutai yang terkenal dengan prasasti abad ke-4, tetapi membicarakan nama tempat Muara Aman di Bengkulu. Bagaimana sejarahnya? Tampaknya terlupakan dan dilupakan. Dalam laman Wikipedia hanya dinarasikan satu kalimat doang: ‘Pasar Muara Aman adalah kelurahan yang berada di Kecamatan Lebong Utara, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu’. Apakah sampai disitu saja?


Sejarah nama-nama tempat di Indonesia masa kini, berbeda-beda di masa lampau. Ada yang terus berkembang dari zaman kuno hingga masa ini, ada juga yang begitu-begitu saja. Juga ada yang redup. Tentu saja ada yang hilang sama sekali. Ada juga yang tidak ada tempo doeloe, belum ada pada Hindia Belanda, tetapi kini muncul sebagai kota utama. Kota Muara Aman yang tempo doeloe cukup dikenal pada era Pemerintah Hindia Belanda kini hanya sebatas nama kelurahan di kabupaten Lebong di wilayah pegunungan. Keutamaan kota Muara Aman doeloe karena menjadi pusat pertambangan emas di wilayah (district) Lebong. Bagaimana situasi dan kondisinya masa kini?

Lantas bagaimana sejarah kota tua Muara Aman di wilayah Bengkulu? Seperti disebut di atas, kota Muara Aman telah meredup hingga kini hanya dikenal sebagai nama desa saja. Sejarah Muara Aman tempoe doeloe dapat dihubungkan dengan kota Lais dan kota Ketahun di pantai barat Sumatra dan wilayah Rejang dan Lebong di pegunungan. Lalus bagaimana sejarah kota tua Muara Aman di wilayah Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kota Tua Muara Aman di Wilayah Bengkulu; Lais dan Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di Pegunungan

Tunggu deskripsi Muara Aman adalah kota tua, tapi setua berapa? Kota Muara Aman pada era Pemerintah Hindia Belanda awalnya hanya diketahui sebagai sebuah kampong kecil di pedalaman di wilayah Benkoelen. Namun dengan beroperasinya pertambangan emas Mijn. Lebong. Kampong kecil Muara Aman berubah drastic menjadi sebuah kota penting di pedalaman Benkoelen. Ini mirip dengan kota Sawah Lunto di Padangsche Bovenlanden yang cepat berkembang menjadi kota besar (sejaman) dengan beroperrasinya pertambangan batu bara Ombilin.


Peta pedalaman Bengkulu pertama diduga dibuat oleh seorang ahli geografi pada era Pemerintah Hindia Belanda, PJ Veth. Peta yang dibuat pada tahun 1876 nama Moeara Aman diidentifikasi dengan jelas di sungai Tjandem dimana sungai Aman bermuara. Tidak jauh di hilir kampong Moeara Aman, sungai Tjandem bermuara di sungai Ketaun (adakalanya ditulis sungai Ketahun). Hulu sungai Ketaun sendiri berada di kampong Tapoes (lereng gunung Amboeng Bras, Lebong). Diantara Tapoes dan Moeara Aman di daerah aliran sungai Ketaun terbentuk danau (diantara gunung Amboeng Bras dan gunung Loemoet). Di sisi utara danau (hilir) terdapat kampong Tais dan di sisi selatan terdapat kampong Kota Danao. Nama danau ini disebut danau Tais (kini ditulis danau Tes). Tais dan Tapoes diduga adalah nama-nama kampong yang berasal dari zaman kuno dalam kaitannya dengan pertambangan emas. Juga nama gunung Amboeng Bras dan gunung Leomoet sudah dikenal sejak zaman kuno. Sungai Ketaun kini dikenal sebagai sungai terpanjang di provinsi Bengkulu.

Kampong Moera Aman menjadi penting seiring dengan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Redjang di pedalaman Bengkulu. Berdasarkan Almanak 1862 di wilayah Redjang (dengan nama onderafdeeling Redjang en Lebong) telah ditempatkan seorang pejabat Belanda setingkat controleur yang berkedudukan di Kapahiang (HP van Hangelaar). Dalam Almanak 1862 juga disebutkan Controleur onderafdeeling Lebong berkedudukan di Tapoes (JW Stoll). Dua onderafdeeling ini masuk wilayah Afdeeling Tebingtinggi (residentie Palembang).


Berdasarkan Peta 1876 dan Peta 1880, wilayah hulu sungai Ketaun terbilang sangat ramai dimana banyak terdapat kampong. Ini mengindikasikan wilayah antara kampong Moera Aman di utara dan kampong Tapoes di selatan, suatu wilayah yang diduga sejak lama sebagai willayang dengan populasi penduduk yang banyak. Pemilihan kampong Tapoes diduga terkait dengan akses jalan yang ada ke wilayah onderafdeeling Lebong yang hanya bisa diakses dari Kapahiang melalui kampong Tjoeroep. Dalam hal ini wilayah onderafdeeling Lebong, kampong Tapoes adalah salah satu kampong terdekat dan kampong Moera Aman salah satu kampong terjauh. Sementara akses dari Lais di pantai ke wilayah Lebong di pegunungan hanya bisa melalui jalan setapak (menggunakan kuda). Dalam Peta 1883 jalan akses dari Lais sudah ditingkatkan dan juga diidentifikasi jalan akses dari Tapoes ke Moera Roepit dan Soeroelangoen (di daerah aliran sungai Rawas). Wilayah Lebong pada dasarnya diantara perbatasan residentie Palembang, residentie Bengkoeloe dan residentie Djambi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lais dan Ketahun di Pantai vs Rejang dan Lebong di Pegunungan: Mengapa Tempo Doeloe Kampong Muara Aman Menjadi Kota Penting?

Dalam memahami sejarah suatu wilayah apa yang dapat diperhatikan masa ini seringkali berbeda dengan gambaran pada masa lampau. Narasi sejarah masa kini sejatinya lebih dekat dengan narasi sejarah pada tahun-tahun terakhir era Hindia Belanda. Sedangkan narasi sejarah zaman kuno lebih dekat dengan tahun-tahun awal Hindia Belanda dimana orang-orang Belanda mulai mencatat. Hal itulah yang harus dipahami tentang narasi sejarah di wilayah Lebong dan keberadaan kampong/kota Moeara Aman.


Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Oleh karenanya sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Sejarah sendiri adalah narasi fakta dan data. Narasi sejarah sangat tergantung dari ketersediaan data. Sejauh ini, data-data yang ada bersumber dari era Hindia Belanda. Namun demikian, banyak metode modern masa kini untuk melengkapi data tersebut dengan teknik-teknik terbaru dalam penyelidikan sejarah seperti pendekatan geomorfologis, linguistic dan sosio-budaya (antropologis) serta arkeologis.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar