Jumat, 18 November 2022

Sejarah Bengkulu (22): Danau Tais. Lebong Bengkulu, Kini Danau Tes;Peradaban Orang Rejang di Pegunungan Pedalaman Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Danau Tais di wilayah (kabupaten) Lebong, provinsi Bengkulu, kini lebih dikenal sebagai danau Tes. Nama danau ini merujuk pada nama (kampong) zaman doeloe yakni kampong Tais yang berada di sisi utara (hilir) danau. Di sisi selatan (hulu) danau terdapat nama kampong Lembong Donok dan kampong lebih baru Kotta Danou (pada era era Pemerintah Hindia Belanda dua kampong ini disatukan dengan nama Kota Donok). Kampong yang lebih jauh berada di sisi timur danau (lembah hulu sungai Ketaun) adalah kampong Tapoes (kini disebut Topos). Tiga nama kampong Tais, Lebong Donok dan Tapoes inilah kampong-kampong awal di seputar danau pegunungan di Bengkulu. Kampong Tapoes pada awal era Pemerintah Hindia Belanda dijadikan sebagai ibukota onderafdeeling (kabupaten) Lebong.


Dalam laman Wikipedia disebut: Tes atau dalam bahasa Rejang dikenal sebagai Bioa Têbêt Lai dan Danêu Tes, adalah salah satu dari sedikit danau yang ada di Provinsi Bengkulu (danau terbesar). Sungai Ketahun serta anak-anak sungainya merupakan sumber air utama bagi danau ini. Danau Tes sendiri terletak di kawasan hulu DAS Ketahun. Nama danau ini berasal dari pohon tes yang menghasilkan buah yang enak dan ranum seperti mangga, tetapi berukur kecil. Pohon tes dulu banyak tumbuh di tepian danau ini dan lama kelamaan danau pun dinamai berdasarkan tanaman yang ikonik atau banyak ditemui di sekitarnya. Berada di luak Lebong yang dialiri sungai Ketahun dan diapit oleh Bukit Barisan. Danau Tes dikelilingi kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kini terdapat pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Danau yang menjadi ikon Kabupaten Lebong ini terletak di Kecamatan Lebong Selatan. Kutai Donok dan Tes adalah dua permukiman yang berada di pinggir danau ini. Danau Tes dapat dicapai menggunakan kendaraan darat (mobil atau motor) melalui jalan lintas Curup-Muara Aman atau jalan Padang Bano (Lebong via Bengkulu Utara. Danau Tes mendapatkan suplai air terutama dari Air Ketahun dan Air Pau. Kedua sungai ini bermuara ke danau tes di desa Kota Donok (Wkipedia)

Lantas bagaimana sejarah danau Tais di Lebong, Bengkulu, kini danau Tes? Seperti disebut di atas, danau Tes adalah danau terbesar di provinsi Bengkulu. Danau Tes diduga pusat peradaban orang Rejang di masa lampau di wilayah pegunungan di lereng gunung Loemoet. Tiga nama tempat di seputar danau pada masa lampau adalah Tais (yang menjadi nama danau) kini disebut Tes; Tapoes, kini disebut Topos; daan Lebok Donok kini menjadi Kota Donok. Lalu bagaimana sejarah danau Tais di Lebong, Bengkulu, kini danau Tes? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Danau Tais di Lebong Bengkulu, Kini Danau Tes; Peradaban Orang Rejang di Pegunungan Pedalaman Sumatra

Sebagaimana danau Dendam Tak Sudah, di wilayah Bengkulu danau Tais juga bersifat unik. Disebut demikian karena bentuk danau ini mengikuti arah daerah aliran sungai (sungai Ketahun). Oleh karena itu tentang danau Tais pertanyaan pertama adalah: Bagaiman terbentuknya danau Tais? Danai Tais adalah danau kecil, sejatinya adalah daerah aliran sungai (Ketahun) yang mana di arah hilir terdapat celah sempit dimana terdapat dataran penghalang yang menyebabkan aliran sungai Ketahun terbendung, yang kemudian permukaan air setinggi daratan yang terbentuk, yang menjadi terbentuknya danau. Kapan danau Tais itu terbentuk? Tidak diketahui secara pasti.


Secara geomorfolis dengan memperhatikan permukaan tanah di kawasan, tidak ada indikasi tanggul daratan yang menghambat aliran sungai Ketahui terbentuk dari longsoran bukit/gunung di kedua sisi celah daerah aliran sungai. Besar dugaan tanggul itu terbentuk karena proses sedimentasi jangka pendek karena terhalangnya lumpur mengalir karena adanya massa lain yang menghadang aliran lumpur di sungai. Satu faktor penting yang diduga menyebabkan terbentuknya hal itu karena adanya letusan gunung api dan gempa bumi yang sangat kuat. Letusan gunung api menyemburkan lumpur/lahar panas dan debu vulkanik, sedangkan gempa dapat membongkar vegetasi hutan seperti pohon besar tumbang. Sampah vegetasi hutan tersebut berupa batang-batang besar yang terbawa arus menghadang arus sungai di celah sempit sungai yang kemudian massa lumpur yang terbawa dari arah hulu membentuk tanggul sungai yang menyebabkan terbentuknya genangan (terbentuknya permukaan danau). Air yang melimpah di dalam danau kemudian menemukan jalannya sendiri terhubung Kembali dengan sungai di belakang tanggul yang kemudian aliran sungai Ketahuan ke hilir danau baru menjadi normal kembali.  

Danau Tais sendiri sudah dikenal sejak lama. Ketika PJ Veth melakukan ekspedisi di pedalaman Sumatra tahun 1876, termasuk di wilayah Redjang di Lebong menemukan danau pegunungan tersebut yang disebut danau Tais. Tidak ada indikasi dalam laporannnya sebagai danau baru. Besar dugaan danau yang berasal dari zaman kuno. Namun ada satu peristiwa besar, bencana besar yang terjadi 40 tahun sebelumnya pada tahun 1834, yakni gunung Kaba Meletus dimana terjadi gempa bumi yang sangat besar sehingga danau kecil di lembag Curup tumpah karena goyangan gempa sehingga air danau sepenuhnya kosong yang kemudian menyebabkan banjir besar di hilir (hulu aliran sungai Musi di wilayah Curup). Dalam laporan 1834 disebutkan sungai Musi yang mengalir ke Palembang tidak bisa digunakan selama seminggu (mungkin karena terus berlumpur).


Sehubungan dengan letusan gunung Kaba dan gempa bumi yang kuat tahun 1834 apakah ada danau sebelumnya dekat kota Curup yang sekarang yang jebol? Pertanyaan ini diajukan, karena kebalikan dari terbentuknya danau Tais di wilayah Lebong?  Oleh karena danau Tais terbentuk sedemikian rupa, maka dalam hal ini mengapa danau Tais tidak jebol pada tahun 1834? Apakah karena factor jarak? Jarak antara kampong Tais di utara dan kampong Tjoeroep di selatan (dekat gunung Kaba) sekitar 35 Km. Jawab pertanyaan ini harusnya dapat dijelaskan oleh ahli lain yang kompoten di bidang geologi dan geomorfologi. Besar dugaan bahwa jika di kampong Tais ada danau (danau Tais) lalu apakah di masa lampau di kampong Tjoeroep pernah eksis danau? 

Danau Tais menjadi penting di wilayah pegunungan, dimana danau telah berfungsi sebagai sumber kehidupan seperti budidaya perikanan dan juga danau berfungsi dalam hal keamanan dan pertahanan. Dalam hal ini, danau menjadi suatu lambang lingkungan yang damai yang memungkinkan kelompok populasi sekitar bertahan lama (tidak nomaden). Lebih-lebih di wilayah seputar danau di lereng-lereng gunung terdapat sumber (pertambangan) emas. Dengan sendirinya, emas sebagai nilai tukar keluar (di pantai-pantai dalam navigasi pelayaran perdagangan) dan penduduk yang settle dimungkinkan mengembangkan peradaban sendiri seperti budidaya padi pencetakan sawah untuk pangan yang kemudian didukung hasil-hasil hutan yang kaya flora dan fauna. Danau Tais menjadi pusat peradaban, terbentuknya bahasa yang stabil, penggunaan aksara pengembangan sosiobudaya seperti seni dan system pemerintah. Besar dugaan juga demikian di yang terjadi di lembah Tjoeroep.


Sebagai pusat peradaban, peradaban di wilayah Rejang dan Lebong yang terawal dimulai pada era zaman batu megalitik. Peninggalam benda megalitik pada masa ini ditemukan di Tjoeroep (kabupaten Rejang Lebong) dan di Moeara Aman (kabupaten Lebong). Megalitik di wilayah Rejang memang tidak sekaya yang ada di wilayah Pasemah. Namun apa yang diketahui di wilayah Redjang (Tjoeroep dan Lebong) merupakan wilayah yang terhubung dengan benda megalitik yang ditemukan tinggalan megalitik di wilayah lain, yakni di arah selatan di wilayah Pasemah dan wilayah Lampong (kabupaten Lampung Barat) dan di arah utara di wilayah Kerintji di Merangin dan Oeloe Rawas. Kebudayaan megalitik hampir tidak ditemukan di wilayh pesisir/wilayah dataran rendah.  Peradaban sejak era megalitik membetuk jaringan kebudayaan sendiri di wilayah pedalaman yang membentuk kebudayaan Redjang, kebudayaan Pasemah dan kebudayaan Merangin/Kerinci.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peradaban Orang Rejang di Pegunungan Pedalaman Sumatra: Tais, Tapoes dan Lebong Donok

Pada permulaan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di wilayah (residentie) Palembang dibentuk dua oderafdeeling di Afdeeling Tebingtinggi. Dua onderafdeeling tersebut yang dibentuk tahun 1862 adalah onderafdeeling Redjang Lebing dengan ibukota di Kapahiang dan onderafdeeling Lebong dengan ibu kota di Tapoes.


Sebelum dikenal nama Lebong, nama yang muncul adalah Tais (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-06-1860). Boleh jadi karena orang di wilayah lain merujuk pada nama danau Tais di pedalaman. Seperti disebut di atas, nama Tais kini menjadi Tes. Sebenarnya banyak nama lama yang mengalami pergeseran seperti Tapoes kini menjadi Topos, Kepajang menjadi Kapahiang dan bahkan Bencoolen atau Benkoelen juga berubah menjadi Bengkoeloe.

Mengapa dipilih di Kapahiang dan di Tapoes tentu saja adalah alasannya. Kapahiang tidak hanya memiliki akses yang baik ke Tebingtinggi, juga memiliki akses yang baik ke pantai barat di (kota) Benkoelen. Sementara dari Kapahiang ada akses jalan ke wilayah Lebong hingga Tapoes di sekitar danau Tais melalui lembah Tjoeroep (dari lembah Tjoeroep juga ada akses ke timur hingga Moeara Bliti)


Pada saat pembentukan cabang pemerintahan di onderafdeeling Lebong pada tahun 1862 satu-satunya jalan akses (yang dapat dilalui pedati) adalah dari Tapoes ke Tjoeroep (yang dengan demikian bisa ke Moera Bliti, juga ke Kapahiang hingga ke Tebingtinggi atau ke Benkoelen). Akses jalan dari pantai barat Sumatra di Lais hanya dapat diakses dengan menggunakan kuda atau jalan kaki melalui bukit-bukit yang terjal.

Pada saat Tapoes dijadikan ibu kota onderafdeeeling Lebong. Nama kampong di dua sisi danau adalah kampong Tais di utara danau dan nama kampong Lebong Donok di selatan danau. Dalam perkembangannya diidentifikasi nama kampong lain di sisi selatan danau yakni Kotta Danao. Dua kampong ini tampaknya disatukan dalam pembentukan kampong yang lebih besar dengan nama Kotta Donok. Kampong Lebong Donok inilah yang kemudian menjadi nama wilayah (Lebong).


Nama Tais sebenarnya tidak hanya di onderafdeeling Lebong (afdeeeling Tebingtinggi), juga nama Tais ditemukan di wilayah Benkoelen di Afdeeling Seloema. Yang mana kampong terbesar di Seloema dalah Pasar Tais.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah sosiobudaya Orang Redjang, sudah sejak lama diidentifikasi lebih dekat dengan wilayah sosiobudaya Orang Pasemah dan Orang Merangin, bahkan sebelum era Kesultanan Palembang dan Kesultanan Djambi. Hal itulah mengapa Pemerintah Hindia Belanda sejak awal wilayah Redjang dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Afdeeling Tebingtinggi (di daerah aliran sungai Moesi). Seperti disebut di atas cabang pemerintahan di wilayah Redjang dibentuk tahun 1862 dengan membentuk dua onderafdeeling yang masing-masing beribukota di Kapahiang dan Tapoes (akan tetapi dalam perkembangannya dua onderafdeeling ini disatukan dengan mengikuti nam Redjang en Lebong dengan ibukota di Kapahiang; Tapoes sebagai ibukota dilikuidasi).


Namun demikian, secara teknis, aktivitas ekonomi baru di wilayah Redjang sudah lama pula terhubung ke pantai barat, terutama di Benkoelen dan Lais. Hal inilah yang menjadi salah satu factor bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk menata ulang wilayah administrasi pemerintahan (tentunya agar efisien dan efektif). Namun hal itu tidak segera terwujud meski aktivitas konsesi pertambangan emas yang dilakukan oleh swasta di wilayah Redjang sudah berlangsung lama (mulai dari eksplorasi). Sejumlah aspek pengaturan di wilayah Redjang, yang memang secara administrasi wilayah masuk residentie Palembang, tetapi diintegrasikan dengan pengaturan di residentie Benkoelen seperti halnya pengaturan pekerja asing yang berasal dari luar dalam hubungannya dengan peningkatan perusahaan perkebunan dan pertambangan di wilayah Oloe Moesi dan wilayah Redjang (lihat Stbls 1902 No 144). Dalam perkembangannya ada beberapa hal yang diatur sementara di wilayah Redjang karena berbagai aspek dalam pengaturan (apakah dimasukkan ke Res Palembang atau ke Res Benkoelen). Hal serupa ini umum terjadi pada wilayah remote area (wilayah perbatasan diantara dua residentie).

Sehubungan dengan reorganisasi cabang-cabang pemerintah di Hindia Belanda, pada tahun 1908 tampaknya wilayah Redjang Lebong dipisahkan dari Res. Palembang dan dimasukkan ke Res. Bengkoeloe. Ibu kota Redjang Lebiong tidak lagi di Kaphiang tetapi di wilayah Redjang di Moeara Aman.


Soerabaijasch handelsblad, 28-11-1908: ‘Dari tanggal yang ditentukan, Residentie Benkolen akan dibagi menjadi 5 afdeeling:  Afd. Benkoelen, Lebong, Seloema, Manna dan Kroei. Benkoelen akan dipimpin oleh Controleur dan seorang aspiran Controleur ditempatkan di Benkoelen; Afd. Lebong oleh seorang Asisten residen, dengan 3 Controleur plus seorang aspiran Cont. ditempatkan di Moeara Aman yang meliputi onderaf. Laïs, Kepahiang, Mokko-mokko dan Moeara Aman; Afd. Seloema dipimpin oleh seorang Controleur ditempatkan di (Pasar) Tais; Afd. Kroei oleh seorang Controleur, dengan posisi di Kroei: dan Afd. Manna, oleh seorang Controleur berkedudukan di Bintoehan’.

Dari pengumuman pemerintah tersebut, wilayah Redjang (Kapahiang dan Tapoes) akan menjadi bagian dari Residentie Benkoelen. Perpindahan ini terkesan ada keutamaan wilayah Redjang di wilayah Benkoelen karena menjadi wilayah utama dimana ibukota afdeeling ditempatkan di wilayah Redjang di Moeara Aman. Ini merupakan sejarah baru bagi Orang Redjang, yang selama ini wilayah Redjang dari sisi timur (Res. Palembang) dipandang sebagai wilayah jauh dan terpencil dan memasuki situasi dan kondisi baru sebagai salah satu pusat pemerintah di wilayah Res. Benkoelen.


Dalam hal ini dengan sendirinya posisi danau Tais menjadi penting (karera ibu kota di Moeara Aman yang sama-sama berada di daerah aliran sungai Ketahun). Lagi pula sejarah lama danau Tais di daerah aliran sungai Ketahuan di wilayah pegunungan diintegrasikan lagi dengan wilayah pantai barat Sumatra di Lais dan di Ketahun.

Penetapan wilayah Redjang sebagai bagian Benkoelen dimana Asisten Residen berkedudukan di Moara Aman ditetapkan secara resmi pada tahun 1909 (lihat Stbls 1909 No 385). Kini, pembagian wilayah administrasi pemerintahan di wilayah Redjang tidak lagi mengikuti daerah aliran sungai Moesi (hulu sungai Moesi berada di Tjoeroep; sungai terpanjang di Res Palembang), tetapi mengikuti daerah aliran sungai Ketahun (hulu sungai Ketahun berada di danau Tais dan di kampong Tapoes; sungai terpanjang di Res Benkoelen).


Sebenarnya dinamika yang terjadi di wilayah Benkoelen, dimana wilayah dan Orang Radjang kembali ke pantai barat Sumatra di Lais, Ketahun dan Benkoelen, tidak bersifat unik. Hal itu juga sebelumnya sudah terjadi di wilayah dan orang Kerinci di Indrapoera; di wilayah dan orang Minangkabau di Pariaman dan Padang; di wilayah dan orang Batak di Baroe, Sibolga dan Natal; dan di wilayah dan orang Lampoeng di Kroei (plus Teloek Betoeng di pantai selatan Sumatra). Penduduk asli Sumatra di pedalaman wilayah pegunungan kembali ke asal di pantai barat Sumatra (dari asal ke asal).

Lantas bagaimana dengan nama Tais sendiri? Nama Tais sendiri tidak bersifat unik. Nama Tais tidak hanya di danau Tais di Bengkulu, tetapi juga ada nama Tais di wilayah Seloema (Pasar Seloema, ibu kota afd. Seloema). Tentu saja nama Tais, jika dan hanya jika, juga ditemukan di wilayah lain sebagai nama Muara Tais di kabupaten Tapanuli Selatan (Sumatra Utara) dan Muara Tais di kabupaten Pasaman (Sumatra Barat). Kebetulan nama Tais di wilayah pedalaman ini sejak zaman kuno dikenal sebagai sentra pertambangan emas.


Nama Tapoes juga tidak hanya ditemukan di danau Tais wilayah sosiobudaya Redjang, juga ditemukan di wilayah Pasaman dan nama Tapus cukup banyak ditemukan di wilayah Tapanuli Selatan, Juga nama Tapus ditemukan di Muara Enim dan Ogan. Tentu saja ada nama Tapus di Kalimantan. Di Lampung hanya ada Tapis. Yang jelas di Bengkulu nama Tapus telah bergeser nama Tapus menjadi Topos. Last but not least: bagaimana dengan nama Lebong Donok menjadi Kota Donok? Yang jelas di Tapanuli Selatan tidak ada nama Lebong dan nama Donok tetapi yang ada hanya nama-nama kampong Lombang (artinnya) lembah dan nama-nama kampong Dolok (artinya perbukitan). Donok dalam bahasa Batak (Angkola Mandailing) adalah dekat. Nama danau di Tapanuli Selatan disebut danau Siais.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar