Minggu, 12 Maret 2023

Sejarah Malang (38): Blitar Diantara Kediri dan Malang;Pegunungan PantaiSelatan Jawa di Tulungagung, Blitar, Sengoro, Gondang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Blitar memiliki sejarah tersendiri yang jauh ke masa lampau. Karena itu hari jadi (kabupaten) Blitar 5 Agustus 1324 M.  Seperti halnya kota Malang dan kota Kediri, kota Blitar juga dilintasi sungai yang sama: sungai Brantas (dari Malang melalui Blitar hingga Kediri). Di wilayah Blitar juga ditemukan candi dan prasasti berasal dari zaman kuno. Satu yang kurang mendapat perhatian wilayah Blitar berada di pegunungan selatan di pantai selatan Jawa. So what? Check it out!


Blitar kota yang terletak di bagian Selatan provinsi Jawa Timur, terletak sekitar 167 km sebelah barat daya Surabaya dan 80 km sebelah barat Malang. Kota Blitar berstatus gemeente 1 April 1906. Secara topografi, Kota Blitar di kaki gunung Kelud dengan ketinggian 150–200 M. Gunung Kelud (1.731 M) gunung api masih aktif. Bagian selatan kabupaten Blitar dipisahkan sungai Brantas penghasil kaolin (Pegunungan Kapur Selatan). Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra. Bagian timur kabupaten Blitar di lereng gunung berapi gunung Kawi (2551 M) sekaligus batas wilayah Malang. Keadaan tanah di daerah Blitar yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). bersifat masam, gembur dan peka terhadap erosi. Bagian selatan Blitar kebanyakan tanahnya grumusol, hanya produktif tanaman ketela pohon, jagung dan jati. Daerah aliran sungai Brantas dataran rendah aluvial seperti Tulungagung dan Kediri, memiliki tanah yang subur. Pada zaman dulu, daerah Blitar daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) daerah yang saling bersaing (Panjalu dan Jenggala serta Dhoho dan Singosari). Banyaknya prasasti yang ditemukan di daerah ini (kira-kira 21 prasasti) lebih dari 12 candi, paling terkenal candi Penataran (1197 M). Nama Penataran ini kemungkinan kata natar berarti pusat, sehingga candi Penataran diartikan candi pusat. Di sebelah timur candi Penataran terdapat candi Plumbangan (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Blitar diantara Kediri dan Malang? Seperti disebut di atas, wilayah Blitar di daerah aliran sungai Blitar, tidak hanya dilihat dari sudut pandang dari utara, juga harus dilihat dari sisi selatan. Dalam hal ini berbicara tentang pegunungan selatan di pantai selatan Jawa: Tulungagung, Blitar, Sengoro, Gondang. Lalu bagaimana sejarah Blitar diantara Kediri dan Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Blitar Diantara Kediri dan Malang; Pegunungan Pantai Selatan Jawa di Tulungagung, Blitar, Sengoro, Gondang

Wilayah Blitar haruslah dilihat dari sisi barat (Kediri, Tulungagung dan Trenggalek), bukan sebaliknya dari sisi arah timur (dari wilayah Malang). Wilayah Blitar berada di sisi selatan gunung Kelud. Memang sungai Brantas menghubungkan Malang di wilayah hulu dan Kediri di wilayah hilir melalui Blitar. Sementara itu, candi-candi di Malang adalah perluasan peta candi-candi dari wilayah dari utara (terjauh candi di Toempang), sebaliknya candi-candi di wilayah Blitar merupakan perluasan peta candi di wilayah Kediri (terjauh di Karangkates; tapi kini masuk wilayah Malang).


Di wilayah Malang, peradaban sejaman dengan peradaban di Blitar dan Tulungagung/Trenggalek adalah peradaban di Sengoro (kini Sengguruh) dan di Gondang (kini Gongdanglegi). Garis horizon peradaban di wilayah pantai selatan Jawa ini dapat diteruskan ke Lamongan dan Jember. Besar dugaan wilayah-wilayah pantai selatan Jawa ini dibangun peradaban di atas struktur populasi penduduk yang kurang lebih sama pada fase awal peradaban di wilayah Jawa bagian timur. Peradaban baru yang terbentuk berasal dari para migran yang mengikuti jalur navigasi pelayaran pantai selatan Jawa dan pantai barat Sumatra. Seperti di Sumatra, populasi penduduk awal adalah orang-orang negroid (seperti kita lihat sisanya masih ditemukan sekarang di kepulauan Andaman, Semenanjung Malaya dan pulau-pulau di Filipina).

Satu penanda awal adanya suatu peradaban masa lalu di wilayah Blitar di lereng selatan gunung Kelud adalah ditemukannya candi-candi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pegunungan Pantai Selatan Jawa di Tulungagung, Blitar, Sengoro, Gondang: Daha di Kediri Tumapel di Malang

Nama Blitar sudah diidentifikasi dalam Peta 1724. Dalam pet aini diidentifikasi gunung Djapan arau Radjoena (Arjuna); gunung Golot (Kelud) dan gunung Tsilameling (Liman/Willis). Di lereng sebelah timur gunung Tsilameling kota Kediri, dimana di arah sungai utama (sungai Brantas) di percabangan sungai diidentitifikasi kota Brindjok (mungkin cikal bakal kota Tulungagung). Di sebelah timur gunung Radjoena diidentifikasi kota Malang dan Bato dengan arah jalan ke Bangil/Soerabaja. Di sekitar gunung Golot diidentifikasi kota Blitar, Koenong dan Antang. Jalan dari Koenong dan Antang menuju Blitar lalu ke Wirasaba, Djapan terus ke Bangil. Jalan dari Brindjok ke Kediri terus ke Djapan. Pada fase ini antara Blitar dan Kediri tidak terhubung jalan (hanya terhubung adanya sungai Brantas).


Satu abad kemudian pada Peta 1817 nama Blitar sudah terhubung dengan jalan darat ke Kediri melalui kota Rowe (Brindjok/Tulungagung?) dan dari Blitar ke Sengoro di hulu sungai Brantas. Jalan di Blitar ini di sisi selatan sungai Brantas. Juga ada jalan kecil dari Rowe ke pantai Sagara (dimana diidentifikasi pelabuhan). Di sebelah utara kota Blitar di lereng gunung Klud diidentidikasi dua titik candi (Chandi Gambar dan ruins). Nama kota lain diidentifikas Tregaleq (Trenggalek). Lantas mengapa belum terindentifikasi nama Tulungagung? Satu informasi lainnya antara kota Kediri dan kota Rowe diidentifikasi reruntuhan candi (ruins). Dari keterangan dua peta di atas nama Kediri, Blitar dan Antang sudah eksis sejak lama.

Pasca Perang Jawa (1825-1830) Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang-cabang pemerintahan di wilayah pedalaman (dalam hal ini) di Kediri (lihat Javasche courant, 23-12-1830). Disebutkan tanah pangeran (Soesoehoenan) di arah timur dilepaskan dan menjadi berada di bawah kendali pemerintah terdiri dari residentie Madioen dan residentie Kediri.


Dalam pembentukan residentie Kediri ini terdiri dari terdiri dari regentschap Kediri, Kerto Sonno, Njandjook. Brebek, Ngrowo (Toeloengagoeng?) dan Kalangbret, dan distrokt-distrik Blitar, Trengalek, dan Kampak dan lain-lain lebih ke timur sampai batas-batas belakang (afdeeling) Malang. Bagaimana aorganisasi pemerintahan residentie itu belum dijelaskan lebih lanjut, seperti dimana Asisten Residen dan Controleur ditempatkan. Yang jelas, seperti biasanya residen akan berkedudukan di ibu kota resident (Kediri).

Ini untuk yang ketiga kalinya Soesoehonan Soerakarta setelah pada era VOC melepaskan wilayah Soerabaja dan wilayah Pasoeroean (temasuk wilayah district Malang dan district Antang).  Pelepasan wilayah pertama terjadi pasa Pera Jawa pertama (Trunojoyo, 1680) yang melepaskan wilayah Soerabaja dan Pasoeroean, lalu kemudian pada Perang Jawa kedua (Untung Soeropati) dengan memperluas wilayah Soerabaja dan Pasoeroean termasuk menambahkan wilayah Malang dan Antang. Kini wilayah Madioen dan Kediri.


Dalam Peta 1882 batas-batas wilayah afdeeling Blitar telah dipetakan secara jelas. Ini sehubungan dengan pemerintah yang sudah berjalan dengan baik sehingga para pajabat dan pemimpin local mengetahuai populasu penduduk mana yang menjadi tanggungjawabnya. Wilayah Blitar dari puncak gunung Klud dan puncak gunung Batak hingga ke pesisir di pantai selatan Jawa. Batas wilayah Blitas di sebelah barat sepanjang sungai Brantas bahkan cukup dekat dengan kota Tulungagung. Tampak dalam pet aini pembangunan di wilayah Blitar terkesan berada di sisi utara sungai Brantas dimana kota Blitar berada. Di sisi selatan sungai hanya dari kota distrik Kalipang sangat sepi dan hanya dihubungkan jalan kecil ke pantai dari Kalipang ke kampong Tambak di pantai. Besar dugaan karena wilayah selatan Blitar ini adalah pegunungan kapur yang kurang subur.

Hingga reorganisasi cabang-cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1870 yang statusnya sudah resmi di Rasidentie Madioean adalah afdeeling Patjitan (Stbls 1867 No 106) dan di Residentie Kediri adalah afdeeling Toeloengagoeng (Stbls 1859 No 3). Sementara itu afdeeling-afdeling lainnya dapat dikatakan belum terikat secara hukum. Dengan status resmi (Stbls) batas-batas wilayah dinyatakan secara tegas (telah diukur).


Pada tahun 1870 ini Residen Residentie Kediri berkedudukan di Kediri. Residentie Kediri terdiri dari 6 afdeeling dan lima regentschap. Afdeeling tersebut Kediri, Ngrowo, Trenggalek, Berbek, Kertosono dan Blitar. Afdeeling Blitar sendiri terdiri dari empat district: Blitar (44 des), Sringat (35 desa), Wlingi (24 desa) en Lodojo (29 desa). Residen dalam hal ini dibantu beberapa Asisten Residen di Toeloeng Agoeng (afdeeling Ngrowo) termasuk membawahi wilayah Trenggalek; di Blitar (afd Blitar) dan di Berbek (afd Berbek). Asisten Residen pertama kali ditempatkan di Afd Blitar tahun 1863 WH van der Hell (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 21-02-1863).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar