*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Dua abad kehadiran orang Eropa/Belanda di Tangerang nyaris tidak ada perhatian terhadap pengembangan sosial penduduk. Kehidupan hanya menguntungkan pemilik lahan (landheer). Penduduk tak berdaya. Jika pun ada keuntungan sosial yang diterima hanya sekadar peningkatan akses yang lebih lancar ke ibu kota (stad) Batavia. Memang penduduk menjadi kosmopolitan, tetapi tidak memiliki segalanya: tidak memiliki lahan, tidak ada sekolah dan juga tidak mendapat layanan kesehatan. Itulah riwayat kelam penduduk di wilayah Tangerang.
Dua abad kehadiran orang Eropa/Belanda di Tangerang nyaris tidak ada perhatian terhadap pengembangan sosial penduduk. Kehidupan hanya menguntungkan pemilik lahan (landheer). Penduduk tak berdaya. Jika pun ada keuntungan sosial yang diterima hanya sekadar peningkatan akses yang lebih lancar ke ibu kota (stad) Batavia. Memang penduduk menjadi kosmopolitan, tetapi tidak memiliki segalanya: tidak memiliki lahan, tidak ada sekolah dan juga tidak mendapat layanan kesehatan. Itulah riwayat kelam penduduk di wilayah Tangerang.
Mahasiswa dan Docter Djawa School di Batavia (1902) |
.
Penduduk yang sakit tidak tahu haru berobat
kemana. Hanya penduduk yang terluka parah seperti dicakar harimau yang mendapat
akses ke rumah sakit kota di Batavia. Kondisi ini selama berlangsung hingga
muncul wabah kolera tahun 1874. Pemerintah bergegas memberikan layanan kesehatan bagi penduduk. Motivasinya
bersifat sekunder. Motivasi utama sesungguhnya adalah untuk melindungi ibu kota
Batavia terhadap ancaman epidemik. Itulah awal riwayat layanan kesehatan di
Tangerang. Bagaimana selanjutnya? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.