*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Beberapa waktu yang lalu, PM Malaysia usul agar
bahasa Melayu menjadi bahasa kedua ASEAN. Menteri Pendidikan RI menolak.
Menurut para ahli sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia harga mati, selain sudah
dideklarasikan 1928 oleh para pemuda, juga oleh para senior telah ditetapkan
dalam konstitusi (UUD) pada tahun 1945. Para ahli Bahasa Indonesia telah
memantapkan Bahasa Indonesia dalam Kongres Bahasa Indoneisia tahun 1938 di Solo
dan diteruskan di Medan pada tahun 1954. Hingga kini, Bahasa Indonesia dijaga
melalui kongres bahasa secara berkesinambungan.
Pada tahun 1954, penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia di Medan, mengundang hadir pegiat dan ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya. Sayangnya, para ahli bahasa Melayu di (negara) Singapoera tidak bisa hadir karena alasan sibuk di Universiti Malaya. Sebaliknya, para golongan muda Federasi Malaya, jurnalis dan penyair datang ke Medan menghadiri kongres sebagai peninjau (disebut peninjau mungkin karena bukan merasa ahli bahasa Melayu). Menjelang kemerdekaan Federasi Malaya tahun 1957, ahli bahasa Melayu dan pengajar di Universiti Malaya Singapoera berkunjung ke Jogjakarta untuk mencari guru-guru Bahasa Indonesia yang bisa bersedia mengajar bahasa Melayu di sekolah-sekolah di Federasi Malaya. Tampaknya keberadaan Bahasa Indonesia, dan keseriusan Kongres Bahasa Indonesia di Medan telah mengubah persepsi para ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya: ingin membanguna bahasa Melayu di Federasi Malaya (Semenanjung Malaya). Dalam hubungannya usul PM Malaysia menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN, seorang guru besar Malaysia mengibaratkan Bahasa Indonesia adalah kapal induk dan bahasa Melayu di Malaysia sebagai kapal pendamping. Menurut ahli bahasa tersebut bahwa kapal induk Bahasa Indonesia tidak akan berjaya jika tidak ada kapal pendamping. Apa, iya? Bukankan Bahasa Indonesia sejak lama sudah menjadi kapal induk yang tidak memerlukan kapal pendamping? Jika kapal pendamping tentulah ia berada disamping, tetapi ‘tangisan’ guru besar Malaysia itu, seakan menyiratkan posisi bahasa Melayu sudah tertinggal dan jauh berada di belakang kapal induk Bahasa Indonesia. Dalam hal ini apakah kapal induk Bahasa Indonesia memerlukan kapal pendamping? Tidak pernah terpikirkan oleh ahli Bahasa Indonesia. Yang justru ada pada masa kini banyak kapal-kapal follower yang datang dari berbagai negara, termasuk negara Australia.
Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa
Indonesia? Seperti disebut di atas, pemimpin Malaysia mengindinkan bahasa Melayu
sebagai bahasa ASEAN dan guru besar Malaysia mengibaratkan bahasa Melayu
sebagai kapal pendamping dan Bahasa Indonesia sebagai kapal induk. Namun
navigasi bahasa di zaman teknologi informasi sekarang, secara algoritma. bahasa
Inggris bagaikan Kapal Induk Dunia dan Bahasa Indonesia bagaikan Kapal Induk Asia.
Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.