*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku Bima atau Mbojo adalah kelompok etnis mendiami Pulau Sumbawa bagian timur. Istilah "Mbojo" untuk menyebut kata 'Bima' dalam bahasa Bima (nggahi Mbojo), juga sebagai istilah orang Mbojo (dou Mbojo). Orang Bima terdiri kelompok penduduk asli (dou Donggo) dan kelompok orang Bima (dou Mbojo). Dou Donggo di bagian barat teluk, di gunung dan lembah, memiliki kesamaan ciri Sasak Bayan rambut pendek gelombang, keriting, kulit agak gelap. Dou Mbojo di kawasan pesisir pantai, campuran dengan orang Bugis-Makassar dengan ciri rambut lurus.
Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan oleh Suku Mbojo (masyarakat Bima) di Pulau Sumbawa. Bahasa Bima (Bima-Dompu) memiliki jenis sistem tanda grafis tertentu (aksara) yang disebut dengan aksara Mbojo. Aksara Mbojo memiliki 18 karakter utama. Aksara Mbojo memiliki hubungan kesamaan atau kaitan dengan aksara Bugis. Hal ini menjadi salah satu tanda keterkaitan hubungan sejarah antara daerah Bima dengan Bugis. Aksara Mbojo diperkirakan telah digunakan sejak abad ke-14. Aksara Mbojo digunakan untuk menulis buku dan catatan kerajaan di Kerajaan Bima. Kemudian ketika pada abad ke-17, masyarakat Bima mulai menggunakan bahasa Melayu yang ditulis dengan aksara Arab. Hal ini disebabkan pada saat itu masyarakat Bima telah memeluk agama Islam. Orang Bima (Dou Mbojo), dalam hal memperindah penggunaan bahasa, senantiasa menggunakan pantun kahs Bima atau disebut Patu Mbojo atau Kapatu Mbojo. Sebaran bahasa Bima secara besar terdapat di Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu. Bahasa Bima terdiri dari empat dialek, yaitu: Serasuba; Wawo; Kolo; dan Kore. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Bima dan aksara di Sumbawa, antara pulau Moyo dan pulau Sangeang? Seperti disebut di atas, bahasa Bima dituturkan oleh kelompok populasi orang Bima di teluk Bima. Kamus bahasa Bima (1893). Lalu bagaimana sejarah bahasa Bima dan aksara di Sumbawa, antara pulau Moyo dan pulau Sangeang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.