Jumat, 15 Maret 2019

Sejarah Yogyakarta (24): Mayor Prawiro Koesoemo, Anggota Pasukan Sentot Ali Basya yang Jadi Perwira Militer Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Oerip Soemohardjo selama ini dianggap sebagai pribumi berpangkat tertinggi (Mayor) di dalam kesatuan militer Belanda (KNIL). Ternyata itu keliru. Jauh sebelum Oerip Soemohardjo mendapat pangkat Mayor tahun 1935, Prawiro Koesoemo sudah mendapat pangkat tertinggi Mayor pada tahun 1859. Prawiro Koesoemo sebelum menjadi bagian dari militer Belanda adalah anggota pasukan Sentot Ali Basa, sayap militer Pangeran Diponegoro dalam melawan Belanda di wilayah Jogjakarta pada Perang Jawa (1825-1830).

Nama Oerip Soemohardjo terehabilitasi, karena Oerip Soemohardjo berpatisipasi aktif dalam perang kemerdekan Republik Indonesia (1945-1948). Pada era perang kemerdekaan, Oerip Soemohardjo adalah mantan tentara berpangkat tertinggi apakah yang berasal dari KNIL (Belanda) maupun PETA (Jepang), Dalam jajaran militer Indonesia Oerip Soemohardjo adalah Kepala Staf dengan pangkat Letnan Jenderal. Oerip Soemohardjo meninggal di Jogjakarta tanggal 17 November 1948 pada usia 55 tahun. Pada tahun 1964, Oerip ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.  

Bagaimana Prawiro Koesoemo berpindah haluan dan menjadi bagian dari militer Belanda yang melawan bangsanya sendiri? Itu tidak pernah ditulis karena tidak ada yang menulis. Padahal Prawiro Koesoemo memiliki karir yang cemerlang hingga mencapai pangkat Mayor (pangkat tertinggi untuk pribumi). Sangat beruntung Oerip Soemohardjo karena riwayatnya telah ditulis panjang lebar. Untuk itu, ada baiknya riwayat Prawiro Koesoemo ditulis. Mari kita telusuri.

Raden Tumenggung Ario Prawiro Koesoemo

Raden Tumenggung Ario Prawiro Koesoemo (disingkat Prawiro Koesoemo) adalah anak Pangeran Ngabehi Djojo Koesoemo. Sedangkan Pangeran Ngabehi Djojo Koesoemo adalah anak Sultan Hamengkoeboewono II (Sultan Sepoeh van Djokjakarta). Demikian J Hageman sebagai teman menulis riwayat Prawiro Koesoemo tidak lama setelah meninggal dunia di Soerabaja pada tahun 1859 (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 02-06-1859). J Hageman adalah seorang panitera di Landraad Soerabaja.

Perang Jawa berlangsung sekitar lima tahun (1825-1830). Para pemimpin pasukan dalam perang Belanda ini adalah Dipo Negoro, Soenan Saperdan, Sentot, Praboe Ningrat, Mangkodiningrat,  Kjai Modjo, Dipo Kesoemo, Soerio Bronto, Noto Prodjo, Donoeredja dan Prawiro Koesoemo.

Dengan semakin menguatnya militer Belanda, dan semakin terpisahnya antar pasukan, sejumlah pasukan mulai melemah. Salah satu pimpinan pasukan yang menyerahkan diri kepada komandan militer Belanda adalah Prawiro Koesoemo. Penyerahan ini diumumkan oleh Letnan Gubernur Jenderal de Kock yang dimuat pada surat Javasche courant, 13-10-1829. Disebutkan Prawiro Koesoemo di Djokjakarta menyerahkan diri dengan dua mantri dan 11 prajurit.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar