Jumat, 15 Maret 2019

Sejarah Yogyakarta (23): Ismangoen Danoe Winoto, Willem Iskander Asal Mandailing; Para Pelajar Perintis Studi ke Luar Negeri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Ismangoen Danoe Winoto (1850-1895) adalah seorang perintis dari Jogjakarta, tetapi riwayat hidupnya nyaris dilupakan (asimetris sejarah). Orang di Jogjakarta hanya mengenal Dr. Sardjito (mantan Rektor UGM). Harry A. Poeze dalam bukunya Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 yang diterbitkan pada tahun 2008 mengangkat kembali nama Raden Ismangoen Danoe Winoto. Sebelum itu nama Raden Ismangoen Danoe Winoto tidak ada yang mengingatnya, padahal Raden Ismangoen Danoe Winoto adalah seorang cucu Sultan Jogjakarta.

Ismangoen Danoe Winoto
Jauh sebelum Ismangoen Danoe Winoto tiba di Belanda tahun 1864, Sati Nasution alias Willem Iskander dari Mandailing (Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli) tiba di Belanda tahun 1857. Setelah selesai studi dan mendapat akte guru tahun 1861, Willem Iskander kembali kampung halaman dan membuka sekolah guru (kweekschool) tahun 1862 di Tanobato (Onderafdeeling Mandailing). Willem Iskander menulis buku yang terkenal ‘Siboeloes-boeloes, Siroemboek-roemboek’ yang diterbitkan di Batavia tahun 1872. Buku ini hingga ini hari masih digunakan di sekolah-sekolah di Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Itulah sebab Willem Iskander masih diingat dan dikenang. Warisan serupa ini tidak dimiliki Ismangoen meski kedudukannya sampai ke level Inspektur Pendidika yang menyebabkan nama Ismangoen terabaikan. Siapa Willem Iskander, jika ditarik garis silsilah ke atas, Willem Iskander terbilang sebagai kakek buyut Prof. Andi Hakim Nasution (Rektor IPB 1978-1987).

Bagaimana nama Raden Ismangoen Danoe Winoto terlupakan tidak jelas. Padahal Ismangoen Danoe Winoto adalah seorang perintis dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi di luar negeri. Tentu saja itu tidak adil. Untuk itu kiranya perlu ditulis kembali riwayat Ismangoen Danoe Winoto agar kita mengetahui lebih banyak bagaimana kiprah Ismangoen Danoe Winoto pada masa lampau. Mari kita telusuri.
 
Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen: Ismangoen Danoe Winoto Studi ke Belanda

Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen diberitakan mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat  De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen. Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858.

Hal serupa ini pernah terjadi di Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli saat Asisten Residen berangkat cuti dua tahun ke Eropa tahun 1857. Banyak yang menangisi, sebab Asisten Residen AP Godon sudah cukup lama sebagai asisten residen di Afdeeling Mandailing en Angkola yakni selama sembilan tahun (sejak 1848), AP Godon ketika berangkat ke Berlanda diketahui membawa seorang pemuda pribumi yang masih berumut 17 tahun untuk ikut ke Belanda. Itu juga yang membuat semakin banyak penduduk yang menangis. Pemuda itu yang bernama Sati Nasution kelak dikenal sebagai Willem Iskander kembali ke kampungnya di Mandailing dengan membawa akte guru dan membuka sekolah guru di Tanobato tahun 1862. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi CA van Chjis mengunjungi sekolah guru yang diasuh Willem Iskander terserbut. Chjis menilai sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dua sekolah guru yang sudah didirikan sebelumnya yakni di Soeracarta (tahun 1851) dan di Fort de Kock (1856).

Keberangkatan FN Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda seperti halnya tahun 1857 ketika Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon berangkat ke Belanda turut seorang pemuda belia. Pemuda yang dibawa FN Nieuwenhuijzen tersebut lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai cucu dari Soeltan Djocjocarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe Winoto.

Mengapa yang dibawa Residen Soeracarta putra dari Djocjocarta. Sejak usai Perang Jawa (1825-1830) Soeracarta dan Djocjocarta sejatinya tidak pernah kondusif hingga akhirnya FN Nieuwenhuijzen datang di Solo tahun 1858. FN Nieuwenhuijzen adalah seorang ‘diplomat ulung’ yang sebelumnya sebagai Residen Riaouw mampu ‘menjinakkan’ Soeltan Siak. Pada tahun 1861 seorang pangeran Solo didudukkan FN Nieuwenhuijzen untuk menggantikan pamannya. Sejak itu situasi di Soeracarta makin kondusif, FN Nieuwenhuijzen juga dapat bekerja dengan tenang. FN Nieuwenhuijzen sendiri adalah seorang yang adil. Beberapa tahun pernah menjadi Ketua Landraad di Soerabaja, setipa keputusannya nyaris tidak ada yang naik banding. Setelah 30 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah tahun 1864 FN Nieuwenhuijzen cuti dua tahun ke Belanda. Membawa putra dari Djocjocarta, cucu dari Soeltan Jogja diduga sebagai strategi FN Nieuwenhuijzen untuk membuat lebih adil dan Djocjocarta diharapkan menjadi lebih kondusif?

Rombongan (termasuk yang mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap Java menuju Belanda via Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Perjalanan ini dapat dibayangkan begitu lama karena pelayaran dilakukan melalui Afrika Selatan selama hampir dua bulan. Terusan Suez baru dubuka pada tahun 1869. Dalam manifes kapal yang membawa mereka dari Batavia menujui Singapoera nama Ismangoen Danoe Winoto dicatat sebagai Radhen Maas Hidmangoon (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-08-1864). Berita ini diperoleh dari telegram yang diterima dari Prancis (Marseille). Mereka tiba di Rotterdam dengan selamat sebagaimana daftar manifes kapal yang diberitakan (Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 29-08-1864).

Dalam beberapa tulisan Ismangoen Danoe Winoto disebut lahir tahun 1850. Saat berangkat dari Soeracarta Ismangoen Danoe Winoto berusian 14 tahun. Usia ini adalah kira-kira usia lulus sekolah dasar. Juga disebut Ismangoen Danoe Winoto menempuh sekolah HBS di Belanda. HBS ditempuh selama lima tahun (tiga tahun sekolah menengah pertama dan dua tahun sekolah menengah atas). Besar dugaan Ismangoen Danoe Winoto menempuh ujian persamaan sekolah dasar di Belanda sebelum lanjut ke HBS.

Setelah sekian lama, nama Ismangoen Danoe Winoto kembali terdeteksi di Delft (lihat Delftsche courant, 12-07-1871). Disebutkan dalam ujian  ambtenaren Oost Indie (pegawai pemerintah Hindia Belanda) untuk bagian A dari 54 orang yang mendaftar dan hanya 48 yang mengikuti ujian dimana 29 diantaranya dinyatakan lulus termasuk Ismangoen Danoe Winoto yang dicatat sebagai Raden Mas Ismangoen. Berita ini juga dilansir surat kabar lain di Hindia yang mana disebutkan Radhen Maas Ismangoen adalah cucu kaisar (Soeltan) Djokdjokarta (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1871). Salah satu penguji dalam ujian ini adalah Nieuwenhuijzen (Nederlandsche staatscourant, 12-01-1872).

Willem Iskander Kembali Studi ke Belanda: Ismangoen Danoe Winoto Kembali ke Tanah Air

Ismangoen Danoe Winoto tampaknya tidak menemui kesulitan dalam studi. Hal serupa ini juga dulu pernah dialami oleh Willem Iskander. Ismangoen Danoe Winoto juga berhasil dalam pergaulan. Ini terbaca dari seseorang temannya di Leiden yang menulis di surat pembaca tentang dirinya (Algemeen Handelsblad, 18-05-1873). Boleh jadi karena cukup waktu bagi Ismangoen Danoe Winoto untuk berinteraksi. Ismangoen Danoe Winoto tumbu dan berkembang hampir sembilan tahun di Belanda.

Sementara Ismangoen Danoe Winoto terus bergiat studi di Belanda, di Hindia banyak hal yang telah terjadi. Sejauh ini (1873) Ismangoen Danoe Winoto sudah hampir sembilan tahun berada di Belanda tanpa pernah pulang kampung halaman. Tentu saja Ismangoen Danoe Winoto sudah cukup dewasa karena umurnya kira-kira 23 tahun. Di Hindia Belanda, nama Willem Iskander begitu sangat terkenal. Sekolah guru yang didirikannya di Tanobato (Tapanoeli) banyak mendapat pujian, karena dianggap sekolah guru yang terbaik. Adanya desakan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan pribumi, akhirnya Pemerintah memutuskan mengirim tiga guru muda untuk studi ke Belanda sebagaimana pernah dilakukan oleh Willem Iskander (1857-1861). Lalu dipilih tiga guru muda berbakat yakni Banas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Raden Adi Sasmita dari Preanger.  Untuk membimbing tiga guru muda ini Pemerintah menunjuk Willem Iskander dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah. Selama Willem Iskander ke Belanda sekolah guru di Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru (kweekschool) yang lebih besar di Padang Sidempoean pada tahun 1879. Saat kebarangkatan yang kedua ini ke Belanda, Willem Iskander sudah berumur 33 tahun (saat berangkat yang pertama tahun 1857 masih berumur 17 tahun). Diharapkan, setelah selesai studi di Belanda, Willem Iskander diproyeksikan sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempuan (ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola). Lalu pada bulan April 1874 Willem Iskander bersama tiga guru muda tersebut berangkat dari Batavia menuju Belanda. Sudah barang tentu ketiga guru pribumi ini akan bertemu Ismangoen Danoe Winoto di Belanda. Tiga guru muda ini studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru (setara SMP/SGB), sementara Willem Iskander yang akan mengambil akta kepala sekolah (setara SMA/SGA). Ismangoen Danoe Winoto sendiri sudah berada di pendidikan setara Akademi/perguruan tinggi (pasca SMA/HBS). Pendidikan yang diikuti oleh Ismangoen Danoe Winoto ini mirip seperti Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN).

Akhirnya tahun 1875 Ismangoen Danoe Winoto lulus studi (lihat De standaard, 15-07-1875). Lulusan akademi ini berhak diangkat sebagai pejabat pemerintah (Ambtenar) di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto dan kawan-kawan diangkat Menteri Koloni sebagai pegawai pemerintah di Hindia Belanda berdasarkan tanggal 28 Agustus (lihat Algemeen Handelsblad, 02-09-1875). Namun seiring dengan kelulusan Ismangoen Danoe Winoto dan penempatannya muncul isu yang mana Ismangoen Danoe Winoto yang berpendidikan lisensi Eropa/Belanda tetapi tidak bisa menjadi pejabat di lingkungan Eropa/Belanda di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-12-1875). Ismangoen Danoe Winoto, sesuai kebijakan pemerintah yang berlaku, pejabat pemerintahan hanya diperuntukkan untuk orang Eropa/Belanda. Orang pribumi di Hindia Belanda meski memiliki pendidikan lisensi Eropa/Belanda hanya dapat diangkat di pengadilan (Landraad) atau pejabat di lingkungan penduduk pribumi. Ismangoen Danoe Winoto meradang. Ismangoen Danoe Winoto kembali ke tanah air.

Ismangoen Danoe Winoto setelah 10 tahun meninggalkan kampung halaman kembali ke kampung halaman di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto berlayar dengan kapal Amalia (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 20-03-1876). Surat kabar yang terbit di Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-05-1876 mengutip berita dari surat kabar di Singapoera The Strait Times bahwa yang mendapat pesan telegram dari Prancis bahwa kapal Amalia yang mana diantara penumpang terdapat Ismangoen Danoe Winoto berlayar dari Prancis (Marseille) menuju Batavia via Terusan Suez dan Singapoera. Disebutkan di dalam manifes kapal ini Ismangoen Danoe Winoto tidak sendiri tetapi dengan istri.  Ismangoen Danoe Winoto menikah dengan CH van Steeden tanggal 28 Januari di Borculoo(Algemeen Handelsblad, 29-01-1876)

Seperti halnya dulu, ketika Willem Iskander pulang studi dari Belanda tahun 1861 langsung ke Batavia untuk menemui Gubernur Jenderal, Ismangoen Danoe Winoto juga melakukannya. Mereka membawa surat dari Menteri Koloni di Belanda. Dengan berbekal akta/diploma pemerintah menempatkan dimana. Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan sebagai pejabat di Sekretaris Jenderal (Algemenen Secretarie) (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-06-1876). Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan bersamaan dengan van Boetzelaar (teman yang sama-sama lulus di Belanda).

Setelah segala sesuatunya selesai urusan di Batavia, Ismangoen Danoe Winoto bersama istri melanjutkan perjalanan ke kampung di Djocjocarta. Tidak lama karena harus kembali ke Batavia untuk memulai tugas baru. Ismangoen Danoe Winoto dan istri pada awal bulan Agustus kembali ke Batavia melalui pelabuhan Semarang dengan kapal uap Baros Bentinck (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-08-1876).
   
Inspektur Pendidikan: Charles Adrian van Ophuijsen dan Ismangoen Danoe Winoto

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar