Kamis, 09 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (284): Pahlawan Nasional Halim Perdanakusuma; Lapangan Terbang Cililitan Jadi Nama Bandara Halim

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, sebuah bandar udara di Jakarta, Bandar udara ini awalnya sebagai markas Komando Operasi Angkatan Udara I. Sejak tanggal 10 Januari 2014, bandar udara ini juga digunakan sebagai bandar udara komersial untuk wilayah Jakarta, Nama Halim Perdanakusuma merujuk pada nama Pahlawan Nassional  Indonesia. Halim Perdanakusuma. Nama-nama Pahlawan Nasional banyak yang digunakan untuk nama bandara, selain Halim Perdanakusuma, juga antara lain Iswahyudi (Magetan), Abdurahman Saleh (Malang); dan Adi Sucipto (Johjakarta). Bagaimana dengan di Bandung?

 

Komodor Udara Abdul Halim Perdanakusuma (18 November 1922 – 14 Desember 1947) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia - Belanda di Sumatra, yaitu ketika ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand. Halim dilahirkan di Sampang, Madura. Setelah lulus dari SD dan SMP/SMA untuk pribumi Indonesia, ia bergabung dengan Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren (sebuah sekolah untuk mendidik penduduk pribumi Indonesia untuk pemerintahan) di Magelang. Namun pada tahun kedua, ia memutuskan untuk keluar dan bergabung Akademi Angkatan Laut di Surabaya untuk bergabung sebagai tentara Hindia Belanda. Setelah menamatkan pendidikan di akademi tersebut, ia sempat bergabung dengan tentara KNIL di bagian penerangan. Selama Perang Dunia 2 beliau pernah bertugas di Royal Canadian Air Force dan Royal Air Force sebagai Navigator dengan pangkat Wing Commander dan bertugas di skadron pengebom pesawat Lancaster dan B-24 Liberator. Selama bertugas beliau telah menjalankan 44 misi pengeboman di seluruh Eropa. Setelah Perang Dunia 2 berakhir, beliau kembali ke Indonesia. Pada saat itu ia masih tergabung dengan Dinas Penerbangan Angkatan Laut Belanda, tetapi beliau lebih memilih bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat di Jawatan Penerbangan dan telah menjalankan beberapa misi sampai ia gugur dalam tugas. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Halim Perdanakusuma? Seperti disebut di atas, Halim Perdanakusuma adalah salah satu pilot Indonesia yang menjadi bagian Tentara Keamanan Rakyat di Jawatan Penerbangan dan telah menjalankan beberapa misi sampai ia gugur dalam tugas. Lalu bagaimana sejarah Halim Perdanakusuma? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional A. Halim Perdanakusuma: Sejarah Penerbangan Indonesia

ama Abdoel Halim kali pertama diberitakan tahun 1939 (lihat De locomotief, 05-06-1939). Disebutkan di MOSVIA Magelang lulus ujian naik ke kelas dua antara lain R Abdoel Halim. Pada tahun 1941 Abdoel Halim lulus ujian akhir di Mosvia Magelang antara lain Raden Abdoel Halim (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-06-1941). Ini mengiudikasikan Abdoel Halim di MOSVIA studinya berjalan lancar.

MOSVIA bermula dari sekolah Hoofden School di beberapa tempat (Bandoeng, Magelang dan Probolinggo). Pada tahun 1900 sekolah ini mengalami reorganisasi dan dibentuk OSVIA. Siswa yang diterima di sekolah OSVIA adalah lulusan sekolah dasar. Pada tahun 1900, OSVIA diperluas di Serang, Madiun, dan Blitar. Pada tahun 1918, OSVIA membuka cabang di Fort de Kock. Pada tahun 1927 seluruh cabang OSVIA dihapuskan dan kemudian dibentuk menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) yang dipusatkan di Magelang. Siswa yang diterima di MOSVIA adalah lulusan MULO.Raden Abdoel Halim menyelesaikan sekolah MULO di Pandean Lamper (Semarang).

Nama Abdoel Halim kembali diberitakan di Batavia 24 April 1946 (lihat Nieuwe courant, 26-04-1946). Disebutkan sehubungan dengan pendaratan di Batavia beberapa pesawat angkatan udara Indonesia, selanjutnya dilaporkan bahwa diantara awak pesawat adalah Kapten Effendi Halim, yang terbang ke Inggris selama perang. Setelah perang ia kembali ke Jawa, dimana ia bergabung dengan tentara Republik.

Dalam berita ini disebut beberapa diantara pilot pesawat angkatan udara Republik Indonesia antara lain Kapen Effendi Halim. Apakah yang dimaksud Kapten Effendi dan Kapten Halim? Yang jelas Kapten Effendi Halim selama perang (sebelum dan selama pendudukan militer Jepang) menjadi penerbang di Inggris. Tidak begitu jelas apakah Kapten Effendi Halim bagian penerbangan Inggris atau bagian penerbangan Belanda. Pada saat perang (setelah Jerman menduduki Belanda tahun 1940) keluarg kerajaan dan pemerintahan Belanda mengungsi ke Inggris. Namun yang jelas, Kapten Effendi Halim setelah perang (kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu) pulau ke Jawa dan bergabung dengan tentara Republik Indonesia. Pada saat pendaratan pesawat angkatan udara Indonesia (di Cililitan?) Batavia sudah dikuasai Belanda (pemerintahan sudah dipindahkan ke Djogjakarta). Besar dugaan saat itu lapangan terbang Cililitan masih dikuasai oleh Republik Indonesia..

Dalam perkembangannya Halim Perdanakoesoema diketahui sebagai wakil dari komandan angkatan udara Indonesia. Yang mana sebagai komandan angkatan udara Indonesia adalah Soeriadarma. Pada bulan Oktober 1947 Halim Perdanakoesoema diketahui berada di lapangan terbang Donmuang (Siam).

Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 01-11-1947: ‘Pada tanggal 10 Oktober yang lalu, mendarat di lapngan terbang Donmuang (Siam), sebuah pesawar Dakota bermesin ganda, dikemudikan oleh seorang pilot Amerika dan tiga orang Indonesia di dalamnya, lapor majalah di Manila Liberty. Majalah itu mewawancarai salah satu dari tiga orang Indonesia sebagai wakil komodor udara dari Angkatan Udara Republik Indonesia. Menurut cerita, pesawat itu berhasil mengecoh kewaspadaan pesawat pengintai Belanda. terhadap pesawat tersebut di atas. Halim Perdanakoesoema, menjawab pertanyaan terkait, bahwa menurutnya masalah Indonesia tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Dia juga menyatakan bahwa perintah untuk menghentikan tembakan dari PBB tidak efektif, karena pasukan Belanda terus melanggar perintah ini. Ketika ditanya: 'Dan kaum republiken?, dia menjawab: ‘Pertama-tama kami menganggap seluruh wilayah Indonesia sebagai milik kami sendiri, sehingga tidak ada pelanggaran di pihak kami. Kecuali Belanda mengatakan bahwa wilayah Indonesia diduduki oleh mereka, bagaimana mungkin kaum republiken patuh perintah PBB. ‘Mungkin penalaran melingkar ini, yang merupakan tipikal argumen Djogja, lebih tepat untuk menjelaskan masalah pelanggaran terus menerus terhadap perintah gencatan senjata. Sebelum dan sesudah 21 Juli. Itu juga sebelum tanggal itu ada perintah gencatan senjata, yang bahkan kemudian--yaitu, tanpa tindakan polisi--dilangga setiap hari oleh kelompok-kelompok republik, tampaknya telah jatuh ke dalam kelupaan politisi’.

Tidak diketahui dalam rangka apa para angkatan udara Indonesia berada di Siam. Pada bulam Desember 1947 Halim Perdanakoesoemo diketahui barada di Jawa (lihat Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden, 08-12-1947). Disebutkan delegasi Republik Indonesia ke perundinggan (Renville) diketuai oleg Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan wakilnya Mr Ali Sastroamidjojo dan sebanyak enam orang anggota. Dalam delegasi ini juga turut serta sejumlah penasehat antara lain Kolonel TB Simatoepang, Komandan angkatan udara Soeriadarma dan wakil komandan angakatan udara Halim Perdanakoesoem.

Sebagaimana diketahui sejak tanggal 3 Juli 1947 kabinet baru diresmikan dimana sebagai Perdana Menteri adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap (menggantikan Soetan Sjahrir. Sehubungan dengan gencatan senjata, pihak Republik Indonesia dengan Belanda.NICA melakukan perundingan yang dimediasi oleh Amerika Serikat. Perundungan ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947.

Masih dalam tahap proses perundingan (disebut Perundingan Renville), beberapa hari setelah perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember, diberitakan bahwa Halim Perdanakoesoema mengalami kecelakan pesawat di Semenanjung. Halim Perdanakoesoema dan Iswahjoedi meninggal.

Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 16-12-1947: ‘Kecelakaan pesawat Australia yang dimiliki Republik Indonesia. Polisi Singapura mengkonfirmasi pada hari Senin bahwa pesawat Anson yang jatuh ke laut beberapa meter di lepas pantai dekat desa Tandjong di pesisir barat Malaka adalah bekas pesawat Australia. Diduga pesawat tersebut dijual ke Republik Indonesia. Dalam penyelidikan puing pesawat saat air surut, polisi menemukan tanda registrasi VHBBY dengan huruf putih. Ini adalah tanda pendaftaran dari Australian Anson, dengan pilot H. Keegan. Keegan melintasi perbatasan Siam-Malaya dengan beberapa orang Indonesia pada Sabtu malam, dan Bangkok memberi tahu otoritas penerbangan sipil pada hari Senin! Misalkan sebuah pesawat dengan surat registrasi yang sama lepas landas dari Singapura. di| Siam Selatan menuju Sumatera. Di sekitar puing pesawat ditemukan mayat seorang Indonesia dengan luka di kepala. Sebuah kartu identitas bertuliskan nama Commodore Abdoel Halim dari Angkatan Udara Republik Indoneisa, dan sebuah kartu nama juga ditemukan di jenazah bernama R Iswan Joedi’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lapangan Terbang Cililitan Jadi Bandara Halim Perdanakusuma

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar