Selasa, 05 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (514): Pahlawan Indonesia-Guru Bahasa Melayu; Pengajaran Bahasa Melayu di Malaysia, Sejak Kapan?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini dideskripsikan transformasi bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai lingua franca di wilayah nusantara (Hindia Belanda). Keberadaan bahasa Melayu sendiri sudah eksis sejak zaman kuno seperti dapat diperhatikan pada prasasti Kedukan Bukit 682 M. Pada era ini juga diketahui bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekitar pelabuhan Canton (pantai timur Tiongkok). Pada saat orang Belanda datang ke Hindia Timur (1505-1597)  lebih dulu belajar bahasa Melayu di Madagaskar. Kamus bahasa Melayu mulai dikembangkan dan tata bahasa Melayu mulai dipelajari. Tata bahasa Melayu adalah materi utama dalam pengajaran bahasa Melayu.

Sejak kapan pengajaran bahasa Melayu dimulai tidak diketahui secara pasti. Kebutuhan pelajaran bahasa Melayu terutama ditujukan kepada orang-oranfg Eropa yang ingin bisa berbahasa Melayu. Dalam sejarah pengajaran bahasa Melayu di Hindia tidak dimulai di Batavia tetapi dimulai di Belanda. Para pengajar adalah orang-orang Belanda sendiri yang pernah di Hindia Belanda. Pengajaran bahasa Melayu menjadi sempurna di Belanda sejak kehadiran Charles Adrian van Ophuijsen pada tahun 1904 di Belanda yang diangkat sebagao dosen bahasa Melayu di Universiteit Leiden. Pada tahun 1912 Prof CA van Ophuijsen menerbitkan buku tata bahasa Melayu. CA van Ophuijsen sendiri awalnya sebagai guru bahasa Melayu di sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli. Sejak CA van Ophuijsen menhajar bahasa Melayu di Universiteit Leiden pengajaran bahasa Melayu semakin intens dilakukan. Salah satu pribumi yang membantu pengajaran bahasa Melayu di Universiteit Leiden adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (mantan muridnya di Kweekschool Padang Sidempoean). Dari delapan tahun CA van Ophuijsen sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean sejak 1881, lima tahun terakhir menjadi direktur sekolah.

Lantas bagaimana sejarah pengajaran bahasa Melayu? Seperti disebut di atas, sejarah bahasa Melayu adalah satu hal, sedangkan pengajaran bahasa Melayu adalah hal lain lagi. Pengajaran bahasa Melayu mulai intens dilakukan sejak era Prof CA van Ophuijsen di Belanda. Lalu bagaimana sejarah pengajaran bahasa Melayu? Sejak kapan pengajaran bahasa Melayu di Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia – Guru Bahasa Melayu: Tata Bahasa Melayu Karya Prof Charles Adriaan van Ophuijsen

Bahasa Melayu sudah sejak lama digunakan di berbagai tempat di Hindia Belanda (baca: Indonesia), terutama di kota-kota utama yang bersifat melting pot. Sudah barang tentu pengajaran bahasa Melayu tidak dilakukan di sekolah berbahasa Belanda (ELS). Demikian juga tidak akan diajarkan di sekolah menengah (HBS) yang belum lama dibuka, yakni pada tahun 1860.

Sejak 1848 sudah banyak sekolah pemerintah untuk siswa pribumi yang dibangun. Tentu saja di sekolah pemerintah tersebut (sekolah dasar) tidak diajarkan bahasa Melayu. Meski bahasa pengantar di sekolah kedokteran (Docter Djawa School) yang dibuka sejak 1851 adalah campuran bahasa Melayu dan bahasa Belanda tentu saja tidak ada pengajaran (pelajaran) bahasa Melayu, Pengajaran bahasa Melayu hanya dimungkinkan di sekolah guru pribumi (inlandshe kweekschool). Sekolah guru yang menerima lulusan sekolah (dasar) pemerintah yang dididik untuk menjadi guru. Hingga tahun 1862 baru ada tiga sekolah guru (kweekschool), yakni di Soeracarta (dibuka 1851), di Fort de Kock (dibukan 1856) dan di Tanobato, Afdeeling Angkola Mandailing Residentie Tapanoeli.

Pada tahun 1864 Kepala Inspektur Pendidikan Pribumi, CA van der Chijs berkunjung ke sekolah guru Kweeschool Tanobato. Dari laporannya yang dipublikasikan pada tahun 1865 bahasa Melayu diajarkan di Kweekschool Tanobato. CA van der Chijs juga pernah menyebutkan diantara tiga sekolah guru yang ada (di Hindia Belanda) hanya Kweekschool Tanobato yang berkualitas. Dalam hal ini tampaknya ada korelasi antara sekolah berkualitas dengan kurilum yang memadai, termasuk dalam pengajaran bahasa Melayu. Laporan Chijs juga mengindikasikan sekolah guru di Fort de Kock gagal total. Menurut Chijs sekolah guru Fort de Kock tidak pantas memakai nama sekolah guru. Laporan Chijs menggarisbawahi siswa-siswa sekolah guru Tanobato juga belajar tiga bahasa sekaligus. Menurut Chijs disini (maksudnya Tanobato) bahasa Melayu diajarkan oleh orang non Maleijer, di daerah non-Melayu dengan sangat baik. Buku Braven Hendrik yang terkenal di Eropa telah diterjemahkan ke dalam bahasa Angkola Mandailing.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 20-03-1865: ‘Izinkan saya mewakili orang yang pernah ke daerah ini. Di bawah kepemimpinan Godon daerah ini telah banyak berubah, perbaikan perumahan, pembuatan jalan-jalan. Satu hal yang penting tentang Godon telah membawa Willem Iskander studi ke Belanda dan telah kembali ke kampungnya. Ketika saya tiba, disambut oleh Willem Iskander, kepala sekolah dari Tanabato diikuti dengan enam belas murid-muridnya, Willem Iskander duduk di atas kuda dengan pakaian Eropa dan murid-muridnya dengan kostum daerah….Saya tahun lalu ke tempat dimana sekolah Willem Iskander didirikan di Tanobato…siswa datang dari seluruh Bataklanden…mereka telah diajarkan aritmatika, ilmu alam, prinsip-prinsip fisika, sejarah, geografi, matematika…bahasa Melayu, bahasa Batak dan bahasa Belanda….saya sangat puas dengan kinerja sekolah ini’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1868; ‘Mari kita mengajarkan orang Jawa, bahwa hidup adalah perjuangan. Mengentaskan kehidupan yang kotor dari selokan (candu opium). Mari kita memperluas pendidikan sehingga penduduk asli dari kebodohan’. Orang Jawa, harus belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya Chijs mendapat kesan (sebelum ke Tanobato) di Pantai Barat Sumatra mungkin diperlukan seribu tahun sebelum realisasi gagasan pendidikan (sebaliknya apa yang dilihatnya sudah terealisasi dengan baik). Kenyataan yang terjadi di Mandailing dan Angkola bukan dongeng, ini benar-benar terjadi, tandas Chijs’

Apa yang dilaporkan oleh Kepala Inspektur Pendidikan Pribumi tahun 1865 mengindikasikan pengajaran bahasa Melayu dilakukan di sekolah guru Kweekschool Tanobato. Boleh jadi hanya di sekolah ini diantara tiga sekolah guru yang ada yang dilakukan pengajaran bahasa Melayu. Sejauh ini, hanya di sekolah guru Tanobato yang diketahui dilakukan pengajaran bahasa Melayu.

Sekolah guru di Tanobato belum lama dibuka. Ini bermula tahun 1857, Sati Nasoetion lulusan sekolah dasar pemerintah di Panjaboengan (onderafdeeling Mandailing) tidak melanjutkan studi ke sekolah kedokteran di Batavia dan juga tidak melanjutkan ke sekolah guru yang baru dibuka di Fort de Kock. Sati Nasoetion berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi (pribumi pertama studi ke Belanda). Sati Nasoetion lulus ujian tahun 1860 dan mendapat akta guru. Pada tahun 1861 Sati Nasoetion alias Willem Iskander kembali ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander membuka sekolah guru di kampongnya di Tanobato (menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda). Pengasuh sekolah guru di Soeracarta dan di Fort de Kock adalah orang Belanda. Hanya di Tanobato yang diasuh oleh orang pribumi dengan akta guru dari Belanda. Dengan kata lain di tiga sekolah guru itu sama-sama memiliki akta guru dari Belanda.

Pengajaran bahasa Melayu di sekolah guru Tanobato sudah barang tentu dilakukan dengan metode pengajaran dengan kurikulum (seperti mata pelajaran lainnya). Dari laporan CA van der Chijs juga diketahui di sekolah guru Tanobato diadakan pengajan bahasa Batak dan bahasa Belanda. Sudah barang tentu pula dua pelajaran bahasa itu dilakukanh dengan metode kurikulum.

Jauh sebelum buku Tata Bahasa Melayu disusun oleh Gharles Adrian van Ophuijsen (1912), sudah ada buku Tata Bahasa Batak yang disusun oleh Dr NH van der Tuuk. Buku Tata Bahasa Batak pada tahun 1857. Dalam surat-surat NH van der Tuuk diketahui, AP Godon (asisten residen Angkola Mandailing) dan Sati Nasoetion (asisten penulis AP Godon) termasuk naras sumber dari NH van der Tuuk (sebelum Sati Nasoetion berangkat studi ke Belanda). Besar dugaan, metode pengajaran (kurikulum) bahasa Melayu di sekolah guru Tanobato diadopsi Willem Iskander dari buku Tata Bahasa Batak dan buku Tata Bahasa Belanda. Dalam hal ini, sangat masuk akal bahwa pengajaran bahasa Melayu (di sekolah) pertama diadakan di sekolah guru Tanobato. Lagi pula, Sati Nasoetion alias Willem Iskander sangat piawai dalam bidang linguistik (bahasa-bahasa). Willem Iskander kelak lebih dikenal sebagai kakek buyut dari Prof Andi Hakim Nasoetion (Rektor IPB Bogor 1978-1987). 

Pada tahun 1875 seorang yang baru lulus di Belanda, bernama Charles Adrian van Ophuijsen diangkat sebagai pegawai pemerintah dan ditempatkan di Panjaboengan (oderafdeeling Mandailing) sebagai pengawas (Opziener). Anehnya, sebaga pengawas pemerinth mngisi waktunya mempelajari sastra Batak yang menarik perhatiannya. Di daerah ini van Ophuijsen juga mulai mempelajari bahasa Melayu (tentu saja sebagian orang Angkola Mandailing bisa berbahasa Melayu / dwi bahasa seperti masa kini). Seperti halnya sebelumnya Willem Iskander, dari daerah inilah awal mula CA van Ophuijsen menjadi pengajar bahasa Melayu.

Pada tahun 1879 Gubernur Jenderal berkunjung ke Afdeeling Angkola Mandailing. Pada saat di Panjaboengan Gubernur Jenderal menganjurkan CA van Ophuijsen untuk menjadi guru (karena lebih sesuai) karena di sekolah guru masih kekurangan guru. Gayung bersambut. Lalu CA van Ophuijsen mempersiapkan diri. Pada tahun 1879 yang bersamaan dengan dibnkanya sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean (di onderafdeeling Angkola), CA van Ophuijsen mengikuti ujian di bawah suatu komite yang dibentuk di Padang. CA van Ophuijsen lulus ujian guru dan juga lulus untuk pelajaran botani. CA van Ophuijsen yang telah mendapat akta guru diangkat pemerintah sebagai guru dan ditempatkan di sekolah guru Kweekschool Probolinggo sebagai guru bahasa Melayu. Pada tahun 1881 CA van Ophuijsen dipindahkan dari Kweekschool Probolinggo ke Kweekschool Padang Sidempoean (tentu saja akan mengajar bahasa Melayu dan pelajaran Botani).

Di Padang Sidempoean, sementara mengajar di sekolah guru, CA van Ophuijsen melakukan banyak penelitian yang juga melibatkan siswa-siswa tentang kesusastraan Batak, kebudayaan Batak dan berbagai kajian tentang bahasa Melayu. Tulisan-tulisannya diterbitkan dalam bentuk buku dan juga dikirim ke majalah)-majalah) yang terbit di Batavia. Saat di Padang Sidempoean ini, CA van Ophuijsen, atas prestasinya di bidang penelitian, diangkat (bebas biaya dan iuran) menjadi anggota Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen. CA van Ophuijsen semakin nyaman di Padang Sidempoean, tidak hanya telah diiangkat sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempoean juga telah menjjadi anggota yang terhormat lembaga ilmu pengetahuan di Batavia (Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen).

Selama delapan tahun sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean yang mana lima tahun terakhir menjadi direktur, ada dua siswa Charles Adrian van Ophuijsen yang sangat berbakat yang kelak menjadi terkenal. Kedua siswa itu adalah Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (lulus tahun 1884) dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (lulus 1887). Pada waktunya nanti ketika Charles Adriaan van Ophuijsen sebagai guru besar di Universiteit Leiden, Soetan Casajangan yang tengah melanjutkan studi keguruan di Belanda menjadi asisten Prof CA van Ophuijsen dalam pengajaran bahasa Melayu.

Prestasi Charles Adrian van Ophuijsen sebagai guru di Kweekschool Padang Sidempoean, Gubenur Jenderal pada tahun 1889 mengangkat direktur Kweekschool Padang Sidempoean menjadi Kepala Inspektur Pendidikan Pribumi di Province Sumatra’s Westkust (Provinsi Pantai Barat Sumatra) di Padang. Province Sumatra’s Westkust terdiri dari tigas residentie: Residentie Padangsche Benelanden, Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Tapanoeli, Dengan demikian, meski sudah berkantor di Padang, karena fungsi dan perannya sebagai inspektur pendidikan pribumi di Province Sumatra’s Westkust masuh terhubung dengan Kweekschool Padang Sidempoean.

Murid-murid Charles Adrian van Ophuijsen di Kweekschool Padang Sidempoean, sudah cukup banyak (selama delapan tahun), tentu saja yang terkenal adalah Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan, tetapi juga terdapat murid-muridnya yang kemudian dikenal sebagai ayah dari orang-orang terkenal seperti Mangaradja Hamonangan, ayah dari Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (guru bergelar doktor yang menjadi Menteri Pendidikan RI kedua menggantikan Ki Hadjar Dewantara); Soetan Pangoerabaan (ayah dari para sastrawan Armijn Pane dan Sanoesi Paane); Soetan Martoewa Radja, guru terkenal di Taroetoeng dan direktur sekolah guru Normaal School di Pematang Siantar ayah dari Ir MO Parlindoengan).

Pada tahun 1904 Charles Adrian van Ophuijsen, Kepala Inspektur Pendidikan Pribumi di Province Sumatra’s Westkust diangkat menjadi guru besar di Universitas Leiden. Pada tahun 1905 Soetan Casajangan pensiun diri menjadi guru di Padang Sidempoean dan melanjutkan studi keguruan ke Belanda. Dalam satu artikelnya yang dimuat pada majalah yang terbit di Belanda Bintang Hindia, salah satu yang pertama dihubunginya di Belanda adalah Prof CA van Ophuijsen. Pada saat inilah asal usul pengajaran bahasa Malayu di tingkat universitas dimana yang menjadi dosen adalah Prof CA van Ophuijsen dan asistenya Soetan Casajangan, dua guru dan murid yang pernah di (kweekschool) Padang Sidempoean.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Guru-Guru Indonesia: Sejak Kapan Mulai Pengajaran Bahasa Melayu di Malaysia?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar