Sabtu, 07 Mei 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (576): Pahlawan Indonesia - Kerajaan Aru Batak Kingdom; Kerajaan Dilupakan dalam Narasi Sejarah

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

FM Schnitger menulis makalah panjang lebar dengan judul Forgotten Kingdoms in Sumatra yang diterbitkan di Leiden 1939. FM Schnitger bukanlah penulis sejarah, tetapi seorang sarjana arkeologi yang telah menyelidiki semua perihal kepurbakalaan di Sumatra termasuk melakukan eskavasi di area candi-candi Padang Lawas (Tapanuli Bagian Selatan). Judul buku ini terkesan bukan untuk menulis sejarah, tetapi menyindir para peneliti sejarah dan arkeolog lain yang tidak pernah memperhatikan secara serius tentang kerajaan tua di Tapanoeli. Penulis Portugis Mendes Pinto telah menulis panjang lebar tentang kunjungannya ke Kerajaan Aru Batak Kingdom tahun 1537.

Bukti penemuan kepurbakalaan di Tapanuli tidak hanya candi dan prasasti juga benda-benda kuno lainnya. Candi Simangambat di Siabu, situs sejarah yang diyakini telah ada sejak abad ke-9 masa Hindu-Budha klasik. Berdasarkan penelitian Arie Sudewo dari Balai Arkeologi menyatakan candi Simangambat memiliki konstruksi yang sama dengan candi Sewu di Jawa Tengah yang dibangun pada abad ke-8. Tidak jauh dari candi Simangambat terdapat belasan candi di Padang Lawas yang dibangun sejak ekspedisi Cola (1025 M). Salah satu candi di Jawa (Singosari) mirip dengan candi-candi di Padang Lawas (area percandian terluas di Sumatra). Prasasti-prasasti yang ditemukan di Padang Lawas ada yang berbahasa Melayu dan Batak. Prasasti Batugana atau Prasasti Panai aksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno ditemukan di sekitar Candi Bahal I, berasal dari antara abad ke-12 s.d. ke-14. Isi prasasti menyebutkan tentang sawah dan sungai yang dapat dilayari dengan perahu hingga ke hilir. Prasasti Sitopayan I bahasa Melayu Kuno dan bahasa Batak aksara Kawi beberapa kata memakai aksara Batak Kuno (masyarakat dwibahasa). Prasasti ditemukan di Biaro (candi) Si Topayan, Portibi. FDK Bosch memperkirakan bahwa prasasti ini dibuat pada abad ke-13 M. Prasasti Sitopayan II ditulis dalam bahasa Proto Batak menggunakan aksara Batak Kuno. Prasasti in ditemukan di Biaro (candi) Si Topayan FDK Bosch memperkirakan dibuat pada abad ke-13. Isi prasasti menceritakan tentang pendirian wihara bagi sang raja, yang dilakukan oleh empat tokoh bernama Pu Sapta, Hang Buddhi, Sang Imba, dan Hang Langgar. Peneliti Robert von Heine Geldern menduga bahwa tulisan pada prasasti ini adalah bentuk aksara Batak awal. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kerajaan Aru Batak Kingdom di Tapanuli? Seperti disebut di atas, Kerajaan Aru Batak Kingdom sengaja atau tidak sengaja dilupakan sehingga FM Schnitger mengingatkan semua pihak dalam judul bukunya Forgotten Kingdoms in Sumatra.  Lalu bagaimana sejarah Kerajaan Aru Batak Kingdom di Tapanuli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Kerajaan Aru Batak Kingdom: Kerajaan Terlupakan dalam Narasi Sejarah

Pada masa ini tidak ada pemilik hak mutlak terhadap narasi sejarah. Sebab narasi sejarah bersifat relatif, karena narasi sejarah dibangun di atas fakta dan data. Sejauh data dan fakta baru ditemukan, narasi sejarah menjadi tidak mutlak lagi. Lalu apakah kerajaan Sriwijaya hak mutlak Palembang karena prasasti Kedukan Bukit dan prasasti Talang Tuo ditemukan di Palembang? Demikian juga apakah candi Borobudur menjadi hak mutlak sejarah Jawa Tengah karena faktanya candi berada di Jawa Tengah?

Narasi sejarah tergantung pada analisis fakta dan data sejarah. Sangat sering terjadi bahkan hingga kini di Jawa ditemukan masyarakat benda kepurbakalan yang menjadi fakta dan baru sejarah. Orang akan mengasosiakan fakta dan baru itu dengan sejarah di Jawa. Beberapa tahun yang di warga Palembang menemukan benda-benda kuno berupa emas, perak dan tembikar tertanam di dalam lumpur rawa-rawa. Idem dito data dan fakta baru itu dihubungkan dengan sejarah di Palembang. Belum lama ini warga di Jaga-Jaga di daerah aliran sungai Lumut (Tapanuli Tengah) ditemukan warga berbagai benda kuno yang diduga berasal dari era zaman Mesir kuno. Lalu permasahannya adalah mengapa penemuan data fakta di Taponoeli tidak seheboh penemuan data /fakta di Palembang dan di Jawa. Dalam narasi sejarah Indonesia mengapa jarang disentuh keberadaan candi-candi yang begitu banyak di Padang Lawas (Tapanoeli), faktanya candi itu ada yang mirip di Jawa dan candi-candinya lebih tua jika dibandingkan di Jawa dan candinya jauh lebih tua dari yang terdapatc di bagian lain Sumatra. Lalu mengapa tidak ada yang mengutip kunjungan Mendes Pinto ke Kerajaan Aru Batak Kingdom pada tahun 1537. Lalu yang terakhir mengapa tidak ada yang membicarakan buku FM Schnitger tahun 1939 yang berjudul Forgotten Kingdom(s) in Sumatra. Okelah itu satu hal. Hal lain yang ingin dikatakan disini apakah penemuan baru-baru ini di Jaga-Jaga dianggap angin lalu, yang sejatinya itu adalah fakta prasejarah peradaban dan terbentuknya kerajaan-kerajaan tua di Tapanuli.

FM Schnitger tahun 1939 dengan makalahnya berjudul Forgotten Kingdom(s) in Sumatra seakan ingin teriak bahwa ada kerajaan di Sumatra khususnya di Tapanoeli, kerajaan yang terlupakan (dalam narasi sejarah Indonesia). Tapi toh itu seakan nyaris tidak ada yang mendengarnya apalagi memperhatikannya. Narasi sejarah yang dibangun dari awal seakan narasi  show must go on. Peneliti dan penulis asing dalam membangun narasi sejarah Indonesia dari awal berperan dalam hal ini.

Meski demikian, tentu masih ada peneliti dan penulis sejarah yang berbeda dengan arus umum. Dalam interpretasi teks prasasti Kedukan Bukit dimana disebutkan nama Minanga, semua orang mencari pembenaran dimana tempat itu berada, tapi ada juga yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran sungai Barumun di Padang Lawas, Tapanuli (lihat Prof Slamet Muljana).

Kerajaan apakah yang dimaksudkan FM Schnitger tahun 1939 dalam makalahnya berjudul Forgotten Kingdom(s) in Sumatra. Jelas bukan kerajaan Sriwijaya, sebab kerajaan Sriwijaya sejauh itu hanya satu-satunya yang diingat (tentu saja kita belum bisa membicarakan kerajaan Atjeh, kerajaan Pagaroejoeng dsb, karena faktanya belum terbentuk/belum lahir).

FM Schnitger meski bukan yang pertama, tetapi FM Schnitger adalah satu-satunya peneliti sejarah (arkeolog) yang secara intens dan cukup lama berada di wilayah Tapanuli bagia selatan. FM Schnitger telah melakukan eskapasi di area candi Simangambat dan kawasan percandian di Padang Lawas (1933-1936). FM Schnitger adalah kepala dinas kepurbakalaan Hindia Belanda di Palembang. Kontribusi FM Schnitger dalam pengungkapan perihal kepurbakalaan di Tapanuli bagian selatan sangat besar.

Memang FM Schnitger tidak menyatakan secara eksplisit Forgotten Kingdoms in Sumatra adalah kerajaan yang terdapat di Tapanuli (Kerajaan Aru), tetapi saya menduga Kerajaan Arulah yang dimaksud FM Schnitger sebagai Forgotten Kingdoms in Sumatra, atau nama kerajaan lain sebelum Kerajaan Aroe (Mendes Pinto). Dalam artikel ini untuk memudahkan kerajaan di wilayah Tapanuli bagian selatan itu disebut Kerajaan Aru.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kerajaan Aru Batak Kingdom: Suksesi Kerajaan Tertua di Nusantara

Sebagaimana Mendes Pinto pernah berkunjung ke Kerajaan Aroe (1537), tentulah kerajaan Aroe ini telah eksis jauh di masa lampau. Kerajaan Aru ini dalam perkembangannya berada di daerah aliran sungai Baroemoen [B-aroe-moen]. Aroe dalam bahasa India (selatan) adalah sungai.

Sebagaimana dideskripsikan pada artikel sebelum ini, nama (pelabuhan) Minanga adalah kota Binanga yang sekarang di Padang Lawas. Pada abad ke-7 (prasasti Kedoekan Boekit), Minanga (Binanga) tepat berada di muara sungai Baroemoen (sebagaimana Palembang berada tepat di muara sungau Musi dan Jambi tetapt berada di muara sungai Batanghari). Minanga saat itu adalah pelabuhan Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra.

Situs kuno berupa candi Simangambat diduga sudah eksis sejak pembangunan candi-candi di Jawa (era Hindoe). Sebagaimana diketahui ada kemiripan candi Simangambat dengan candi-candi di Jawa Tengah seperti candi Sewu. Pusat Kerajaan Aroe ini diduga kuat awalnya berada di sekiar candi Simangambat (sebelum kemudian relokasi ke daerah aliran sungai Baroemoen).

Sungai Baroemoen sendiri berhulu di gunung Malea (reduksi dari Himalaya). Sementara di lereng gunung Malea sebelah barat terdapat candi Simangambat (di pertemuan sungai Batang Angkola dan sungai Batang Gadis). Candi Simangambat ini berada diantara lereng gunung Malea dengan danau (yang awalnya menjadi muara dari sungai Batang Angkola dan sungai Batang Gadis).

Pada abad ke-7 Raja Kerajaan Aroe bergelar Dapunta Hyang (lihat prasasti Kedoekan Boekit) berangkat dari ibukota di lokasi dimana candi Simangambat. Lalu dengan pasukan besar berangkat dari pelabuhan Minanga menuju Pancami (Jambi) dan mengukuhkan kerajaan baru bernama Kerajaan Sriwijaya. Radja yang diangkat di Sriwijaya adalah Sri Jayanaga dengan gelar Dapunta Hyang. Dengan demikian Kerajaan Aroe dan Kerajaan Sriwijaya adalah berkerabat (ayah-anak).

Minanga adalah pelabuhan Kerajaan Aroe di pantai timur Sumatra. Sementara pelabuhan Kerajaan Aroe di pantai barat adalah di Loemoet (muara sungai Loemoet). Dalam perkembangannya pelabuhan Kerajaan Aroe di pantai barat Sumatra ini bergeser ke Baroes. Pada abad ke-7 dua pelabuhan Kerajaan Aroe telah eksis di pantai timur Sumatrea di Minanga dan di pantai barat Sumatra di Baroes. Ibarat Kerajaan Pakwan Pasdjajaran di Jawa bagian barat, pelabuhan di pantai utara di Soenda Kalapa (muara sungai Tjiliwong) dan pelabuhan di pantai selatan di Palaboehan Ratoe (muara sungai Tjimandiri).

Kerajaan Aroe di Sumatra bagian utara yang berada di kawasan antara Baroes di barat dan Minanga di timur yang berpusat di candi Simangambat sudah eksis jauh sebelum abad ke-7 (era ekspedisi ke Sumatra bagian selatan (prasasti Kedoekan Boekit) dan ke Jawa (prasasti Kota Kapoer). Kerajaan Aroe ini sangat makmur dengan sumber perdagangan utama emas, kamper, kemenyan, gading, damar, kulit manis dan sebagainya, produk-produk yang dibutuhkan di India, Arab. Mesir dan Eropa.

Dalam literatur Eropa yang menjadi sumber Ptolomeus (abad ke-2) menyatakan bahwa sumber kamper berasal dari Sumatra bagian utara. Sumber Tiongkok pada Dinasti Han (abad ke-2) menyatakan ada utusan dari kerajaan dari selatan ke Peking untuk meminta kaiser Tiongkok dalam pembukaan pos perdagangan di suatu wilayah di pantai timur Tiongkok (sekitar Vietnam Utara yang sekarang).Utusan darei selatan ini diduga berasal dari Kerajaan Aroe yang memiliki pelabuhan di pantai timur Sumatra di Minanga. Pada abad ke-5 dalam sumber literatur Eropa disebutkan secara eksplisit bahwa kamper diekspor dari pelabuhan yang disebut Baroes. Dalam hal ini nama Baroes sudah dikenal di Eropa pada abad ke-5.

Sumatra bagian utara, khususnya di wilayah Kerajaan Aroe di Tapanoeli antara Baroes dan Minanga sudah dikenal sejak jaman lampau hingga jauh ke Eropa dan Tiongkok. Semuanya karena faktor komoditi perdagangan internasional (terutama emas dan kamper). Dalam penemuan benda-benda purbakala (era Mesir kuno) baru-baru ini di Jaga-Jaga di daerah aliran sungai Loemoet, tentulah ada kaitannya dengan asal-usul dan keberadaan kerajaan kuno, Kerajaan Aroe yang masih eksis hingga era Portugis.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar