*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Dalam artikel sebelumnya, tentang ilusi Mahathir Mohamad yang harus dianggap serius. Soalannya terus berlanjut, seperti yang diduga. Mahathir Mohamad memberi klarifikasi. Ibarat seorang ayah menasehati anaknya yang di dengar sediri oleh para tetangga mereka: ‘Nak, jangan mencuri, jangan tiru tetangga kita yang sebelah rumah’. Dalam pernyatan itu sang anak tidak terinformasikan apakah sudah pernah mencuri, demikian juga tetangga sebelah rumah juga tidak terinformasikan apakah pernah mencuri. Namun nasehat tetaplah nasehat, tetapi nasehat yang membuat orang lain bereaksi. Ketika semua tetangga protes, sang ayah tersebut hanya menjawab ‘ngeles’ enteng: ‘saya hanya menasehati anak saya jangan sampai mencuri, saya tidak katakan tetangga telah mencuri’. Dalam hal ini cara berbahasa dapat menimbulkan masalah. Itulah yang disebut bersilat lidah.
Lantas bagaimana sejarah persepsi Bahasa Indonesia versus bahasa Melayu di Malaysia? Seperti disebut di atas, silat lidah ala Mahathir Mohamad di Malaysia diperersepsikan berbeda di Indonesia. Tentulah tidak hanya itu, soal kosa kata bahasa Melayu di Malaysia yang berbeda dengan kosa kata Bahasa Indonesia bisa salah persepsi. Lalu bagaimana sejarah Bahasa Indonesia versus bahasa Melayu di Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.