Jumat, 26 Juli 2019

Sejarah Bekasi (29): Detik-Detik Terakhir Belanda di Bekasi; Pengakuan Kedaulatan Indonesia, Militer Belanda Pulang Kampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Tanggal 27 Desember 1949 adalah hari pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia setelah berabad-abad lamanya kehadiran mereka. Tanggal ini juga menjadi hari kebebasan Indonesia sebagai negara berdaulat sejak diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun masih ada yang tersisa. Bangsa Indonesia dalam situasi yang terpecah belah. Ada Republik Indonesia dan ada negara-negara federal. Lantas bagaimana di Bekasi. Republiken Bekasi menolak bergabung dengan Federal District Djakarta dan juga menolak klaim Bekasi adalah bagian dari Negara Pasoendan. Bekasi adalah 100 persen Republiken.

Detik terakhir KNIL Ambon berangkat ke Belanda, 2 Maret 1951
Di Negara Sumatra Timur, para Republiken meminta Negara Sumatra Timur dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para Republiken di Sumatra Timur tidak menghendaki ada dua pemerintahan. Hanya ada satu pemerintahan. Kongres Rakyat memutuskan untuk dilakukan Referendum. Hasil referendum yang diadakan bulan Mei 1949 dimenangkan oleh Republiken. Pemerintah RIS di Djakarta yang dipimpin Mohamad Hatta menjadi gamang. Pada pidato perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan RIS dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan (NKRI). Esoknya, pada tanggal 18 Agustus 1950 NKRI diproklamsikan.  

Lantas bagaimana hari-hari terakhir keberadaan Belanda di Bekasi? Dan bagaimana hari-hari awal kebebasan di Bekasi? Dalam hal ini, Bekasi merasa bukan bagian dari District Djakarta dan juga bukan bagian Negara Pasoendan. Apa saja yang terjadi di Bekasi pada periode 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950? Tentu saja masih menarik untuk dicatat sebagai satu bab dalam sejarah Bekasi.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bekasi 100 Persen Republiken dan Didukung Penuh TNI

Setelah gencatan senjata dan selama proses persiapan konferensi KMB di Den Haag, District Djakarta/Batavia telah membentuk pemerintahan federal sendiri. Pemerintahan Federal Djakarta ini terdiri dari empat district: Stad Batavia (dipimpin oleh Burgemeester) dan Ommelanden van Batavia yang meiliputi wilayah-wilayah Meester Cornelis, Kebajoran, Bekasi dan Tangerang. Gubernur berkedudukan di Djakarta dan kedudukan Residen dipindahkan ke Bekasiweg di Meester Cornelis.

Pada hari Sabtu tanggal 8 Oktober kantor Residen Ommelanden van Batavia resmi pindah ke Bekasiweg di Meester Cornelis (lihat  Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-10-1949). Disebutkan dalam peresmian ini turut dihadiri Gubernur Distrik Federal RAA Hilman Djajadiningrat, Residen R Th Praaning dan Walikota Mr. Sastro Moeljono.

Pada saat perpindahan ibukota Resident Ommelanden van Batavia ini satu pasukan TNI melakukan infiltrasi di sungai Bekasi (lihat  Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-10-1949). Sudah barang tentu pasukan TNI ini adalah bagian pasukan Siliwangi yang dipimpin oleh Colonel AH Nasution. Sebagaimana diketahui setelah penyerbuan ibukota RI di Jogjakarta oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat untuk melakukan gerilya melawan Belanda.

Pasukan TNI/Siliwangi selama ini bergerilya di selatan Tjiandjoer, selatan Soekaboemi dan dan di selatan Bogor. Pasukan TNI/Siliwangi dari selatan Jawa Barat inilah yang diduga telah menyusup ke Bekasi. Sebagaimana diketahui sebelum pasukan TNI/Siliwangi hijrah ke Jogjakarta pusat komanado berada di Poerwakarta. Namun setelah kembali dari Jogjakarta pasukan lebih memilih bergerilya di selatan Jawa Barat.

Berdasarkan pernjanjian Roem-Royen Pemerintah RI dikembalikan ke Jogajkarta, Soeltan Hamengkoeboewono yang sendiri di Jogjakarta merasa khawatir terjadi chaos jika pasukan Belanda dievakuasi dari Jogjakarta. Lalu Soeltan mengerahkan semua pihak untuk mencari Colonel TB Simatoepang yang dikabarkan memimpin gerilya di Banaran, Semarang (sementara ada rumor Colonel Soedirman berada di seputar hutan-hutan di wilayah Kediri). TB Simatoepang tiba, Soeltan merasa lega. Tidak lama kemudian pasukan Belanda melakukan evakuasi dari Jogjakarta. Soekarno dan Mohamad Hatta kembali dari pengasingan yang dijadwalkan akan tiba pada tanggal 6 Juli 1949. Soeltan Hamengkoeboewono dan Colonel Simatoepang menyambut kedatangan Soekarno dan Mohamad Hatta di lapangan terbang Magoewo. Beberapa hari kemudian para pemimpin PDRI (Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi) tiba di Jogjakarta. Beberapa hari kemudian Colonel Soedirman dan pasukannya disambut Colonel Simatoepang di perbatasan kota Jogjakarta. Colonel Soedirman ogah bertemu dengan Presiden Soekarnio dan Perdana Menteri Mohamad Hatta. Saat itu Jenderal Soedirman kecewa Presiden Sorkarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta menyerah setelah Belanda menyerbu dan menguasai Jogjakarta. Saat-saat inilah Jenderal Soedirman memerintahkan Majoor General AH Nasution kembali ke Jawa Barat untuk melakukan gerilya dan Colonel TB Simatoepang bergerilya ke Semarang, sementara Jenderal Soedirman dan pasukannya berangkat bergerilya ke Bagelan (sebelah barat Jogjakarta). Tidak lama kemudian di Bukittinggi diumumkan PDRI yang dipimpin oleh Mr. Sjafroeddin Prawiranegara dengan mengangkat Colonel Hidayat sebagai Panglima baru. Sejak itu pangkat Soedirman dan AH Nasution dikalibrasi menjadi Colonel.

Setiba pasukan Siliwangi di Jawa Barat, Colonel AH Nasution mengurangi sebagian pasukan dan memerintahkan satu pasukan melanjutkan perjalanan melalui Banten untuk menambah kekuatan di Sumatra Utara. Pasukan ini dipimpin oleh Colobnel Kawilarang (rekan AH Nasution semasa pelatihan militer di Bandoeng) yang dibantu oleh perwira Majoor Ibrahim Adji (komandan pertempuran di Tjitajam) dan Majoor Pryatna. Pasukan ini di sebelah timur Sumatra Utara hingga ke Tapanuli Selatan (kampong halaman Colonel AH Nasution). Di Tapanoeli Selatan pasukan Majoor Ibrahim Adji dan pasukan Majoor Maraden Panggabean (kelak menjadi Panglima ABRI) berkolaborasi untuk melawan Belanda yang datang dari Sibolga. Tapanuli Selatan, kampong AH Nasution adalah jalur dari utara menuju ibukota PDRI di Bukittinggi. Pasukan Siliwangi inilah satu-satunya pasukan TNI yang melakukan perjalanan jauh antar kota antar provinsi untuk menjaga dua ibukota RI di pengungsian (Jogjakarta dan Bukittinggi). Majoor Pryatna dan Majoor Muffreni Moein adalah andalan Colonel AH Nasution selama Siliwangi bermarkas di Poerwakarta. Majoor Pryatna lahir di Lebak dan kali pertama ditempatkan di garis pertahanan sungai Bekasi. Pasca aksi polisional pertama (agresi militer Belanda I) pasukan Pryatna termasuk yang harus hijrah ke Jawa Tengah. Pasukan Majoor Pryatna termasuk di dalam penumpasan komunis di Madiun.

Pasukan TNI/Siliwangi yang sudah masuk ke Bekasi diduga adalah pasukan pertama yang telah mendekati ibukota Batavia setelah gencatan senjata diumumkan. Tidak diketahui pasukan ini dipimpin oleh siapa. Besar dugaan yang paham betul lika-liku antara Soekaboemi hingga Bekasi adalah Majoor Oking (kelahiran Tjitrap). Majoor Oking adalah salah satu andalan Colonel AH Nasution ketika di Madioen. Sementara itu, militer Belanda/KNIL telah melakukan pergeseran. Satu batalion KNIL pada tanggal 13 Oktober 1949 telah diberangkatkan dari Tandjoeng Priok dengan kapal Waterman kembali ke Belanda. Batalion ini adalah batalion 3-12 R.I (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 26-10-1949).

Batalion 3-12 R.I adalah pasukan Belanda yang pernah melakukan tindakan brutal di Rawagede. Batalion ini dibentuk di Assen, Belanda tanggal 2 Mei 1946 yang merupakan gabungan dari tentara dari Groningen, Friesland dan Drenthe. Pada tanggal 27 September 1946 bataljon berangkat ke Indonesia dan tiba tanggal 23 October 1946 di Tandjong Priok. Batalion ini kemudian menggantikan Inggris di sektor Bekasi, Oost van Batavia. De bekendste acties aldaar zijn de „blubber"-acties tegen Babelan-Babakan in het Noorden en tegen het „seinhuisje" en Palmbos ten Oosten van Bekasi. Pada aksi polisional pertama (agresi militer Belanda I) pasukan 3-12 R.I. merangsek ke Krawang dan Tjikampek. 

Batalion 3-12 R.I boleh jadi dievakuasi lebih awal karena banyak dosa dan khawatir akan menjadi target laskar dan pasukan TNI yang mulai merapat ke Djakarta. Nieuwe Apeldoornsche courant, 01-11-1949 melaporkan pasukan ini akan tiba di Rotterdam tanggal 5 November 1949.

Pasukan TNI mulai menancapkan kukunya di seputar Batavia/Djakarta. Sebanyak dua batalion dikerahkan mendekati Batavia. Batalion infantri di sebelah barat di Tangerang dan batalion brigade mobil di timur di Bekasi. Pasukan ini dibawah komando Luitenent Colonel Taswin. Kemudian menyusul batalion Kalahitam dari Tjiandjoer dan batalion Siloeman dari Serang. Komandan batalion wilayah barat dipimpin  oleh Kapitein Djauhari dan wilayah timur dipimpin oleh Kapitein Dodong (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-12-1949).

Pengakuan Kedaulatan Indonesia: Transfer Militer

Ada pemerintahan federal yang didukung oleh militer Belanda.Sementara pemerintahan RI, militernya, TNI bergerilya dimana-mana. Pada saat pengakuan kedaulatan, tidak hanya pemerintahan yang ditransfer tetapi juga militer Belanda (KNIL) ke militer Indonesia (TNI).

Sialnya, pemerintahan federal, setelah evakuasi militer Belanda praktis tidak memiliki tentara. TNI adalah militer yang ada di era RIS. Para pribumi yang menjadi KNIL menjadi mati langkah serba gamang. Sebaliknya, para perwira-perwira yang selama ini bergerilya di hutan-hutan mulai mengisi pos-pos penting di jajaran militer pasca pengakuan kedaulatan ini (RIS).

Peristiwa penting ini ditandai ketika Perdana Menteri Moehamad Hatta menerima piagam pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Belanda di Amsterdam tanggal 27 Desember 1949, Sementara itu Soeltan Hamengkoeboewono melakukan serahterima pengakuan kedaulatan di Istana dengan Mr. Lovin (Penguasa tertinggi NICA/Belanda).  Dari pihak militer/TNI, Soeltan didampingi oleh Colonel TB Simatoepang. Sementara Presiden Soekarno masih di Jogjakarta (wait en see).

Lima tokoh penting awal pengakuan kedaulatan Iandoneisa
Pada tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno berangkat dari Jogjakarta. Di bandara Kemajoran, Presiden Soekarno disambut oleh Soeltan Jogjakarta dan Colonel TB Simatoepang. Ini untuk kali kedua dua orang bersahabat karib itu menerima kedatangan Presiden Soekarno. Sebelumnya di Jogjakarta dan kini di Djakarta. Pada tanggal 29 Desember 1949 nama wilayah versi Belanda diubah: Batavia menjadi Djakarta, Buitenzorg menjadi Bogor, Stad Batavia menjadi Kota, Weltevreden menjadi Gambir dan Meester Cornelis menjadi Djatinegara, Pada tanggal 2 Januari Perdana Menteri Mohamad Hatta tiba di tanah air dari Amsterdam, Belanda. Di bandara Kemajoran Mohamad Hatta dan rombongan dijemput oleh Presiden Soekarno, Soeltan dan Colobel TB Simatoepang. Pada tanggal 5 Januari 1950 Presiden Soekarno mengangkat Colonel TB Simatoepang menjadi Panglima KASAP dan Colonel AH Nasution sebagai Panglima KASAD.

Sementara panglima belum ditunjuk, di jajaran komando yang lebih rendah telah lebih dahulu dibentuk dan mengisi pos masing-masing. Sudah barang tentu ini dimaksudkan untuk menggantikan posisi yang akan ditinggalkan oleh militer Belanda. Di Distrik Federal Djakarta diangkat seorang Gubernur Militer.

Siapa yang melakukan itu, tentulah Kementerian Pertahanan (RIS) yang dipimpin oleh Soeltan Hamengkoeboewono. Lalu Gubernur militer distrik federal Jakarta membentuk jajarannya sendiri hingga ke bawah. Tugas Gubernur Militer Djakarta tidak hanya untuk pertahanan teritorial, juga untuk menjaga keamanan ketika pasukan Belanda melakukan evakuasi menuju pelabuhan Tandjoeng Priok. Pasukan Belanda akan mengalir dari Bandoeng, Tjimahi, Padalarang, Karawang, Poerwakarta, Bekasi dan Tangerang serta dari Soekaboemi dan Buitenzorg. Markas TNI berada di Tjiandjoer.

Prosesi evakuasi militer Belanda di bawah pengawasan TNI sudah pernah dilakukan ketika pemimpin RI kembali ke Jogjakarta pada bulan Juni 1949. Soeltan Hamengkoeboewono dan Colonel TB Simatoepang melepaskan pasukan Belanda yang dievakuasi dari Jogjakarta ke Semarang. Saat evakuasi militer di Djakarta ini, Soeltan Hamengkoeboewono dan Letnan Jenderal TB Simatoepang sudah berada di Djakarta dan mereka berdua telah berpengalaman untuk urusan itu. Tentu saja Majoor Generaal Abdul Harus Nasution sudah merapat ke Djakarta. Jenderal Soedirman tidak bisa hadir karena sakitnya semakin parah. Jenderal Soedirman dikabarkan meninggal dunia di Jogjakarta pada tanggal 29 Januari 1950.    

Dalam tugasnya, Gubernur Militer Djakarta/West Java (Colonel Soebroto) kemudian mengumumkan Distrik Federal Djakarta dibagi menjadi tiga wilayah teritorial (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-12-1949).

Disebutkan Komando militer distrik federal Djakarta Raya adalah sebagai berikut: Komando Militer Kota Tandjung Priok, Komando Militer Kota Jakarta (KMK Jakarta) dan Komando Militer Kota Djatinegara. Komando Daerah Ommelanden dibagi menjadi 2 area, yaitu: Teritorial wilayah Bekasi memiliki 6 KODM yakni di Bekasi, Kramatdjati, Tjibinong, Tjilintjing, Pulogadung, Pasar Minggu; Teritorial wilayah Tangerang memiliki 3 KODM, yakni Tangerang-Udik, Tangerang-Ilir dan Kebajoran.

Setelah meninggalnya Jenderal Soedirman, Colonel TB Simatoepang dan Colonel AH Nasution yang telah dipromosikan menjadi KASAP dan KASAD, maka praktis pertahanan RI mulai dipusatkan di Djakarta (sebelumnya di Jogjakarta). Perwira-perwira Siliwangi mulai ditingkatkan kemampuannya melalui pendidikan singkat untuk memenuhi kebutuhan teritorial, terutama di wilayah Jawa Barat, Djakarta dan Banten. Pasukan Siliwangi yang ‘dipinjamkan’ ke Sumatra Utara dikembalikan lagi ke Jawa Barat.

Dapat dibayangkan bagaimana sukacita para TNI di Divisi Siliwangi, suatu divisi yang paling menderita selama perang kemerdekaan. Tidak hanya terusir dari Jawa Barat saat menguatnya Negara Pasoendan dan melakukan long march ke Jawa Tengah (pp), juga saat harus bertempur mati-matian menumpas komunis di Madioen. Kini, pasukan Siliwangi tengah barada di atas angin, semua pasukan sudah mulai terhubung kembali dan tentu saja mulai melakukan perhitungan terhadap DI/TII.

Dalam iring-iringan pasukan Belanda yang melakukan evakuasi dari Bandoeng (pasundan-bataljon van het KNIL) terjadi insiden di pos militer di stasion dengan jembatan Bekasi (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 25-02-1950). TNI yang berada di sekitar pos melancarkan tembakan kepada gerbong kereta konvoi Belanda yang paling belakang (satu tewas, tida luka berat dan dua luka ringan). Pimpinan konvoei Belanda memprotes dan kemudian mendatangi rumah komandan TNI Bekasi Kapitein Asmara (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 25-02-1950).

Sementara urusan TNI sedikit mereda (setelah evakuasi besar-besaran militer Belanda), tetapi urusan sipil masih pasang surut. Gerakan membubarkan RIS dan mendukung pembentukan NKRI semakin menguat. Pemerintah Kerajaan Belanda yang masih memiliki kepentingan di Indonesia (RIS) mulai was-was. Tidak ada kemampuan KNIL lagi di Indonesia, sementara TNI semakin menguat. TNI hanya terserah kepada siapa tuannya: pemimpin RIS atau pemimpin NKRI.

Pemimpin Negara Pasoendan mulai tahu diri. Tuannya Belanda sudah mulai berkurang pengaruhnya di Indonesia sehubungan dengan semakin menguatnya semangat NKRI (yang tentu saja lebih disukai oleh TNI). Para pentolan Anti Negara Pasoendan di Jawa Barat (termasuk di Bekasi) mulai berbicara banyak. Akhirnya Negara Pasoendan membubarkan diri dan secara otomatis para pemimpin RI di Jawa Barat mulai muncul.

Sehubungan dengan semakin menguatnya semangat NKRI, TNI juga mulai beralih ke tupoksi asli (pertahanan dan keamanan) dan kembali ke markas. Kepemimpinan darurat (milter) mulai diserahkan dari kepemimpinan militer ke kepemimpinan sipil.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indiem, 01-08-1950: ‘Sesuai dengan Perintah Komandan Militer Djakarta Raya tanggal 27 Djuli 1950, maka dengan ini diumumkan bahwa pemyerahan kekuasaan pemerintah dari pihak tentara kepada djawatan sipil dilaksanakan menurut berikut: (a) Daerah Tangerang oleh PDM Tangerang kepadsa PT Bupati Tangerang pada tanggal 2-8-1950 bertempat di Kabupaten Tangerang; (b) Daerah Bekasi oleh PDM Djatinegara kepadsa PT Bupati Djatinegara pada tanggal 3-8-1950 bertempat di Kabupaten Djatinegara; (c) Daerah Tjibinong yang administratif termasuk daerah Kabupaten Bogor oleh PDM Jatinegara kepada PT Bupati Bogor (belum ditetapkan tanggal) bertempat di Kabupaten Bogor.

Dalam penyerahan militer ke sipil ini masih ada yang tersisa yakni soal nama Djatinegara itu sendiri. Dalam fase inilah terjadi proses politik untuk menggantikan nama Djatinegara dengan Bekasi. Lalu pada tanggal 15 Agustus 1950 nama Kabupaten Djatinegara disetujui menjadi nama Kabupaten Bekasi. Namun dalam perkembangannya, sesuai dengan peraturan No 14 tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bekasi dimasukkan ke Provinsi Jawa Barat yang mana sebagian wilayahnya menjadi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 04-11-1950).

Dibubarkannya RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dan dibentuknya NKRI pada tanggal 18 Agustus 1950 dengan sendirinya Pemerintah RI di Jogjakarta membubarkan diri. Saat itu Perdana Menteri RI adalah Abdul Halim dan Wakil Perdana Menteri RI adalah Abdul Hakim Harahap (mantan Residen Tapenoeli).

Dengan disahkannya undang-undang yang baru ini, saat inilah nama kabupaten Djatinegara secara resmi telah diubah menjadi Kabupaten Bekasi (lihat Nieuwe courant, 07-11-1950). Di dalam undang-undang yang baru ini Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang seakan dipisahkan dari Djakarta menjadi Provinsi Jawa Barat. Padahal secara historis tidak demikian.

Nieuwe courant, 07-11-1950
Secara kronologis sejarah pembentukan Provinsi West Java terdiri dari sejumlah residentie antara lain Residentie Batavia dan Residentie Preanger Regentschappen. Province West Java sendiri baru dibentuk pada tahun 1924. Residentie Batavia terdiri dari lima afdeeling yakni Stad Batavia en Voorstelanden, Meester Cornelis,  Tangerang, Buitenzorg dan Bekasi. Afdeeling Meester Cornelis terdiri dari Onderfadeling Meester Cornelis dan Kebajoran. Setelah 17 Agustus 1950 dan hubungannya dengan pembentukan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebagian wilayah Residentie Batavia/Djakarta ditetapkan/dibentuk menjadi wilayah ibukota negara Indonesia (Djakarta) yang statusnya setingkat provinsi . Sebagian wilayah itu adalah Stad Batavia (Kota) en Voorstelanden (Gambir) dan Kebajoran. Dengan demikian pada undang-undang yang baru di era NKRI (Provinsi West Java/Jawa Barat dikurangi Stad Batavia (Kota), Voorstelanden (Gambir) dan Meester Cornelis (Djatinegara dan Kebajoran) dan kemudian disatukan menjadi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta (DKI Djakarta). Jadi, pada dasarnya Kabupaten Bekasi sedari dulu tetap berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Tidak demikian dengan wilayah-wilayah tetangganya yang dulu satu residentie, kini tidak lagi menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat melainkan menjadi bagian dari provinsi yang baru, yakni Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta. Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 04-11-1950

Kabupaten Bekasi sendiri dalam undang-undang baru ini terdiri dari Kewedanan Bekasi, Tamboen, Tjikarang dan Serengseng (Soekatani). Ibukota kabupaten untuk sementara waktu (tetap) berada di Djatinegara (wilayah Provinsi Daerah Khusu Ibukota Djakarta), tetapi itu akan dipindahkan ke Tamboen. Lalu kemudian ibukota Kabupaten Bekasi tidak di Tamboen, tetapi di Bekasi.

Dalam hal ini, di masa lampau Meester Cornelis dan Bekasi adalah dua afdeeling terpisah. Afdeeling Meester Cornelis terdiri dari onderafdeeling Meester Cornelis dan obndeafdeeling Kebajoran. Di Meester Cornelis ditempatkan seorang Asisten Residen sedangkan di Afdeeling Bekasi ditempatkan seorang Schout. Dalam hal ini struktur pemerintahan disebut Regentschap Meester Cornelis yang dipimpin oleh Asisten Resident yang juga membawahi (schout) Bekasi. Oleh karenanya adakalanya nama administratif disebut Regentschap Meester Cornelis en Bekasi, Residentie Batavia (Province West Java). Sehubungan dengan penataan wilayah (era NKRI) wilayah Meester Cornelis dimasukkan ke provinsi yang baru (Provinsi DKI Djakarta) dan wilayah Bekasi tetap berada di dalam Provinsi Jawa Barat. Nama Meester Cornelis sendiri telah diubah pada saat pendudukan Jepang (lihat  Het volk : dagblad voor de arbeiderspartij, 01-09-1942), Namun  setelah kembalinya Belanda/NICA Djatinegara disebut kembali namanya seperti sebelumnya (Meester Cornelis).

Hal yang mirip dengan ini pada wilayah administrasi yang lebih rendah adalah District Tjibaroesa, Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia. District Tjibaroesa terdiri dari onderdistrict Tjilengsi, onderdistrict Tjibaroesa dan onderdistrict Tjipamingkis. Pada saat penataan wilayah di Provinsi Jawa Barat (peraturan No 14 tahun 1950) wilayah onderdistrict Tjibaroesa dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi, sedangkan onderdistrict Tjilengsi tetap menjadi Kabupaten Bogor (Afdeeling Buitenzorg). Dalam hal ini (land/onderdistrict( Tjibaroesa tidak pernah menjadi bagian dari district Bekasi dan baru menjadi bagian district/kabupaten Bekasi setelah NKRI. Sebaliknya, selama ini land Tjakoeng adalah bagian dari district Bekasi, tetapi dengan penataan yang baru ini wilayah Tjakoeng dimasukkan ke wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Djakarta. Oleh karenanya, penataan dalam hal ini adalah penyesuaian kembali wilayah sesuai situasi dan kondisi faktual yang ada pada saat penataan itu dilakukan.  

Detik terakhir berakhirnya Belanda di Bekasi ketika iring-iringan terakhir evakuasi pasukan Belanda ini adalah sebanyak 325 tentara KNIL Ambon dari Bandoeng dan Tjimahi yang akan diberangkatkan ke Belanda dengan kereta api terakhir (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 27-02-1951). Dengan menggunakan kereta tambahan (extra trein) mereka dari Bandoeng melintas di Bekasi. Pasukan Belanda berkulit coklat ini akan diberangkatkan ke Belanda pada  tanggal 2 Meret.

Trouw, 01-03-1951
Trouw, 01-03-1951. ‘Tentara Belanda berakhir 2 April di Indonesia. Mayor Mochter Loeibis, juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia, telah memberi tahu Aneta bahwa pada tanggal 2 April tentara Belanda terakhir akan meninggalkan Indonesia sesuai jadwal dan hanya akan ada misi militer Belanda yang terdiri atas 2.000 orang. Pada tanggal 2 Maret, 900 tentara Belanda dan Ambon dengan kapal ss ‘Roma’ akan meninggalkan Priok. Pada tanggal 20 Maret, 850 orang dengan kapal ss ‘Castel Bianco’ akan pergi berangkat lalu pada tanggal 26 Maret sebanyak 500 dengan kapal ss ‘Dorsetshire’, selanjutnnya pada 2 April sebanyak 1.642 orang dengan kapal ‘New Australia plus 1.000 orang dengan kapal ss ‘Showburn’ dari Surabaya. Semua tentara Belanda, dan warga Ambon selama di kapal status cuti. Setelah 2 April, sesuai jadwal sebanya 11.500 warga Ambon masih akan menunggu redundansi. Demikian menurut Mayor Loebis’.

Detik permulaan untuk merehabilitasi para pejuang dan TNI yang gugur selama perang kemerdekaan di area pertempuran Bekasi dan Karawang adalah membangunn monumen perjuangan di desa Rawabamboo, sebelah timur kota Karawang (lihat De nieuwsgier, 12-11-1951).

De nieuwsgier, 12-11-1951
Monumen ini untuk mengingatkan tewasnya Overste Soeroto, Majoor Adel Sofjan, Koptaal Muhajar dan prajurit (soldaat) Murad pada tanggal 28 November 1947. Dalam peresmian monumen ini dihadiri oleh Panglima Divisi Siliwangi Kolonel Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Kolonel Abdul Haris Nasution. Letnan Kolonel Daan Jahja, Letnan Kolonel Taswin dan juga dihadiri Gubernur Jawa barat Sanoesi Hardjadinata. Dari nama-nama militer yang hadir merupakan nama-nama para komandan Siliwangi yang memimpin pasukan ketika terusir dari Jawa Barat tahun 1947 ke Jogjakarta dan kembali lagi melakukan long match dari Jogjakarta ke Jawa Barat pada akhir tahun 1948. 

Panglima Teritorium III West Java/Siliwangi kemudian digantikan oleh Kolonel Kawilarang yang baru pulang dari Sumatra Utara. Kawilarang yang konsisten berjuang antar kota antar provinsi lupa bahwa dirinya tidak sempat menikah. Baru tanggal 17 Oktober 1952 Kawilarang melangsungkan pernikahannnya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-10-1952). Sobatnya Kawilarang, Kolonel AH Nasution tidak sempat menghadirinya, karena memimpin demonstrasi ke Istana.

Demonstrasi Militer: 27 Oktober 1952

Kolonel Abdul Haris Nasution bukanlah tentara biasa. Kolonel Abdul Haris Nasution berlatar belakang sebagai seorang guru yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tidak hanya keberanian, kejujuran dan etika juga adalah modal perjuangan. Meski seluruh pasukan Belanda telah pulang kampong, perjuangan bagi Kolonel Abdul Haris Nasution belum selesai. Kolonel Abdul Haris Nasution mulai melihat tujuan bernegara sudah mulai melenceng. Parlemen mulai merecoki pemerintahan. Anehnya Presiden Soekarno meladeninya. Majoor Generaal Abdul Haris Nasution, sebagai KASAD mengerahkan militer untuk melakukan demonstrasi ke Istana untuk memprotes langsung kepada Presiden Soekarno pada tanggal 17 Oktober 1952. Demonstran dengan yel-yel ‘Boebarkan Parlemen’. Dalam demo ini juga massa datang dari Bekasi (lihat  De nieuwsgier, 18-10-1952).

De nieuwsgier, 18-10-1952
Presiden Soekarno turun dari istana yang didampingi Colonel Zulkifli Lubis (Kepala Intelijen Negara) untuk menemui para demonstran. Presiden Soekarno mendekati Majoor General Abdul Haris Nasution. Mereka lalu bersilang pendapat. Sebelum turun mendekati demonstran, Presiden Soekarno yang disampingnya berada Kolonel Zulkifli Lubis menyampaikan tanggapan (lihat foto De nieuwsgier, 18-10-1952). AH Nasution dan Zulkifli Lubis berasal dari kampung yang sama di (kabupaten) Tapanuli Selatan.

Atas kejadian ini Majoor General Abdul Haris Nasution dipecat, lalu kemudian Jenderal TB Simatoepang juga dipecat. Belakangan Soeltan Hamengkoeboewono sebagai rasa solidarits sesama rekan seperjuangan mengundurkan diri sebagai Menteri Pertahanan. Lalu Menteri Pertahanan dirangkap oleh Perdana Menteri.

De nieuwsgier, 18-10-1952
Jika Jenderal Soedirman masih hidup akan turut marah melihat pemecatan ini. Pada saat Colonel Soedirman kembali ke Jogja, Soedirman dan pasukan hanya disambut oleh TB Simatoepang dan Soedirman tidak bersedia menemui Soekarno. Jenderal Soedirman kecewa karena Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta menyerah ke Belanda daripada ikut bergerilya. Kini, para patriot itu telah dipecat Presiden Soekarno.

Ketika Boerhanoeddin Harahap menjadi Perdana Menteri tahun 1955 (yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan) meminta Menteri Negara Pertahanan Abdul Hakim Harahap (mantan Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta) untuk mengumpulkan semua kolonel di Indonesia untuk memilih pimpinannya.

Lalu muncul dua nama: Kolonel Abdul Haris Nasution dan Kolonel Zulkifli Lubis. Akhirnya yang terpilih adalah Kolonel Abdul Haris Nasution. Pertemuan seluruh kolonel ini diadakan di Jogjakarta.

PM Boerhanoeddin Harahap mengajukan nama Kolonel Abdul Haris Nasution kepada Presiden Soekarno sebagai KASAD. Presiden Soekarno tidak bisa mengelak dan setuju. Sejak itu Abdul Haris Nasution (kembali) menjadi KASAD.

Boerhanoeddin Harahap adalah ketua Masjumi. Abdul Hakim Harahap pernah menjadi ketua Masjumi di Tapanoeli. Mendamaikan dua faksi di dalam tubuh militer (TNI) salah satu kontribusi penting Masjumi. Kontribusi lainnya adalah sukses menjalankan Pemilu (pertama) tahun 1955.

Satu tokoh Masjumi yang penting adalah Zainoel Arifin Pohan, Panglima Hixbullah Jawa Barat dalam perang kemerdekaan. Pada tahun 1954 Zainoel Arifin Pohan, Ketua Komisi Pertahanan Parlemen (dari Masjumi) menginisiasi pembentukan lahirnya Partai NU. Zainoel Arifin Pohan kemudian menjadi Ketua Partai NU. Pada Pemilu 1955 Partai NU meraih suara tiga besar di bawah Masjumi dan PNI. NU di luar Jawa hanya terdapat di Sumatra Utara yakni di Kotanopan, Padang Sidempoean dan Medan. Kotanopan adalah kampong halaman AH Nasution, Zulkifli Lubis dan Zainoerl Arifin Pohan; sementara Padang Sidempoean adalah kampong halaman Boerhanoeddin Harahap, Abdul Hakim Harahap dan Madmuin Hasibuan.

Pada saat dibentuk dewan di Djatinegara, Majoor Madmuin Hasibuan dipilih sebagai ketua dewan (DPRD) Kabupaten Bekasi (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-01-1953).  Majoor Madmuin Hasibuan juga adalah pengurus pusat Partai Masjumi. Majoor Madmuin Hasibuan juga adalah sekreteris pribadi Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap. Kiprah terakhir dari Majoor Madmuin Hasibuan adalah anggota DPRD Provinsi Jawa Barat di Bandoeng (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 22-06-1957).

Majoor Madmuin Hasibuan adalah komandan Tjilintjing yang pada saat jatuh peswat Dakota yang membawa tentara Sekutu/Inggris di Rawagatel, Tjakoeng, Bekasi pada tahun 1946, yang memimpin pengepungan dan berhasil menawan semua militer Sekutu/Inggris.

Demikianlah detik-detik berakhirnya Belanda di Indonesia dan detik-detik awal perjalanan bangsa Indonesia. Anda ingin menulis sejarah baru, jangan lupa sejarah lama.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar