Sabtu, 16 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (716): Marudu dan Kudat, Kota Kuno dan Kota Baru; Era Ptolomeus hingga Maskapai Borneo Utara

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Marudu di wilayah Sabah yang sekarang diduga sudah eksis sejak zaman kuno. Nama kota ini sudah diidentifikasi dalam peta Ptolomeus abad ke-2 yang disebut Peta Taprobana. Di Sabah banyak nama-nama kota baru seperti Kudat, sebagaimana kota-kota Weston dan Beaufort. Kota-kota baru ini berkembang sejak awal kehadiran Inggris di Sabah (Maskapai Borneo Utara).


Kota Marudu (Malay: Pekan Kota Marudu) is the capital of the Kota Marudu District in the Kudat Division of Sabah, Malaysia. Its population was estimated to be around 8,716 in 2010. It is located 130 kilometres north of the state capital, Kota Kinabalu, along the federal highway linking Kota Kinabalu with the town of Kudat, near the northern tip of Borneo. Places of interest in Kota Marudu include Sorinsim Waterfall, located 40 kilometres from the main town, and Sagabon Park, an agriculture research station on Buyut Lake. Kota Marudu also boasts Southeast Asia's largest solar power station. The town celebrates an annual Maize Festival in honour of the agricultural product's contribution to the district's socio-economic development. The line-up of activities includes a variety of exhibitions, competitions, traditional sports and a beauty pageant. It is not very clear when Kota Marudu was established but it is appeared on 15th century map of borneo by Johannes Cloppenburgh (circa 1632) and map by Benjamin Wright (1601) with name of "Marudo". It th also referred as "Malloodoo" in others old maps. In some other old map it also refer as Bandau. According to the legend, Bandau is a derivative of the word 'Mondou' from the Rungus dialect which means "the head (leader) of all the beasts". Mondou was once believed to have been found by Aki Rungsud in the area along the Bandau River. The town was renamed 'Kota Marudu' after a fort (kota) built by local warrior named Sharif Usman at Marudu Bay to protect the area from the British North Borneo colonial authorities, where he was considered by the latter as a pirate. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Marudu dan Kudat, kota kuno dan kota baru? Seperti disebut di atas, pulau Kalimantan sudah dikenal sejak era Ptolomeus yang mana kota Marudu di Sabah diduga adalah kota kuno. Sebalik kota Kudat adalah kota baru yang dibangun baru pada era Maskapai Borneo Utara 1878. Lalu bagaimana sejarah sejarah Marudu dan Kudat, kota kuno dan kota baru? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Marudu dan Kudat, Kota Kuno dan Kota Baru; Era Ptolomeus hingga era Maskapai Borneo Utara

Dalam peta yang dibuat oleh Oliver Noort pada tahun 1601 di pantai utara Borneo sedikitnya ada tiga nama kota yang diidentifikasi: Malano, Brunai dan Marudu. Oliver Noort adalah pimpinan ekspedisi kedua Belanda yang, secara khusus juga telah mengunjungi pantai utara Borneo. Peta yang digunakan oleh Oliver Noort diduga adalah peta pelaut Portugis. Nama gunung Kinabalu masih disebut sebagai gunung Monte de S Pedro. Marudu adalah satu-satunya nama kota yang diidentifikasi.


Francois Valentijn yang membuat peta Borneo di dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1724. Valentijn juga adalah orang Belanda yang pernah mengunjungi wilayah pantai utara Borneo. Dalam dua peta itu, nama Marudu eksis sebagai identifikasi suatu kota/kerajaan. Dalam peta Valentijn nama gunung Kinabalu disebut gunung St Pieters Berg. Wilayah Sabah dan Sandakan yang sekarang disebut Tanah Marudo (Land van Marudo). Kota Marudo saat itu tepat berada di pantai pada suatu teluk.  Di sebelah tenggara terdapat teluk besar St Anne baai. Sungai besar yang diidentifikasi adalah sungai Sandanaon. Jelas dalam hal ini di wilayah Sabah belum diidentifikasi nama Sandakan, Kinabalu, Kinabatangan dan Kudat. Namun nama Kinabalu diidentifikasi sebagai gunung Pedro atau Pieters.

Marudo pada era Portugis hingga era VOC adalah suatu kerajaan besar dan satu-satunya di wilayah Sabah yang sekarang. Oleh karena itu wilayah Sabah disebut Tanah Marudo. Di dalam wilayah ini diidentifikasi gunung tinggi St Pedro/St Pieters. Mengapa sungai besar Kinabatangan tidak diidentifikasi? Besar dugaan sungai Kinabatangan adalah sungai kecil yang bermuara ke teluk St Anne baai. Bukankah sungai Kinabatangan pada masa ini adalah sungai besar nan panjang?


Sungai Kinabatangan sebagai sungai kecil bermuara ke teluk St Anne baai tidak diidentifikasi sebagai penanda navigasi pelayaran. Dalam perkembangannya diduga telah terjadi proses sedimentasi jangka panjang di teluk St Anne baai, yang kemudian terbentuk rawa-rawa yang selanjutnya berbentuk daratan (datar) yang luas. Dalam hal ini sungai Kinabatangan menemukan jalannya sendiri menuju laut. Teluk St Anne baai yang luas tempo doeloe telah menyempit dan hanya tersisa teluk kecil dimana di sisi utara pintu masuk teluk kecil ini terbentuk kota baru Sandakan. Muara sungai Kinabatangan yang terbentuk baru berada di sisi selatan pintu teluk (teluk yang disebut teluk Sandakan). Hal serupa ini pula yang terjadi di teluk dimana terdapat kota kuno Marudo, telah terjadi proses sedimentasi jangka panjang yang menyebabkan kota Marudo pada masa ini terkesan berada jauh di pedalaman.

Pada Peta 1851 (peta buatan Belanda) nama Kinabaloe sebagai nama gunung dan nama Sandakan sebagai teluk telah diidentifikasi. Namun nama kota/tempat Sandakan belum diidentifikasi. Demikian juga nama kota/tempat Kinabaloe belum diidentifikasi. Pada Peta 1877 nama sungai Kinabatangan dicatat sebagai sungai Batang Batang. Dalam Peta 1877 ini wilayah pantai timur Sabaj diidentifikasi dengan batas yang jelas sebagai Soeloe yang terdiri dari dua wilayah yakni Maludu di utara dan Mangidari di selatan (sampai batas wilayah yurisdiksi Hindia Belanda di sungai Tawau). Sebelah barat batas wilayah Soeloe ini masuk wilayah Brunai. Catatan: seperti biasanya, dalam peta-peta baru Belanda nama-nama lama yang berbau Portugis diubah dan dikembalikan/dinamai sesuai sebutan pendudukan setempat. Hal itulah muncul nama teluk Sandakan (pengganti nama St Anne baai; nama Kinabalu untuk menggantikan nama Sr Pedro/Pieters.


Pada tahun 1878 maskapai Borneo Oetara yang dipimipin oleh Baron von Overdexk mendapat konsesi utnuk pengelolaan wilayah pantai timur (Soeloe) dan wilayah bagian Brunai yang dipimpin oleh Maharadja Sabah (timur Brunai dan barat Maludu). Wilayah Soeloe ini di bawah pimpinan Radja Sandakan. Dua wilayah konsesi inilah yang kemudian kini menjadi wilayah (negara) Sabah. Sejak maskapai Borneo Utara mengoperasikan wilayah Sandakan/Soeloe dan Sabah/Brunai batas wilayah Hindia belanda tergeser ke arah selatan (yang sekarang). Batas sebelumnya adalah BatuTinagat (sebelah timur kota Tawau yang sekarang) dimana terdapat pos militer Hindia Belanda.  

Sejak kehadiran maskapai Borneo Utara milik pedagang Inggris di wilayah Sabah yang sekarang, situasi dan kondisi wilayah cepat berubah. Maskapai Borneo Utara mengembangkan kampong Kudat menjadi kota utama (perdagangan) yang berada di ujung timur teluk Maludu (sebagai pengganti kota lama Maludu). Kampong Sandakan dengan cepat berubah menjadi kota Sandakan. Dua kota yang dirintis sejak era James Brooke (Weston dan  beaufort), maskapai Borneo Utara membangun kampong Kinabalu dengan memberi nama baru Jesselton. Kota Jesselton inilah kemudian yang dikembangkan sebagai ibu kota pemerintahan baru (menggantikan Kudat).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era Ptolomeus hingga era Maskapai Borneo Utara: Marudu dan Kudat

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar