*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Pengukuhan
bahasa kebangsaan di Indonesia dimulai pada tahun 1928 (Putusan Kongres Pemuda
1928). Bahasa Melayu (pasar) sejak 1928 diidentifikasi dan dikukuhkan dengan
nama Bahasa Indonesia. Sementara pondasi Bahasa Indonesia yang merujuk pada
bahasa Melayu pasar telah dimulai sejak satu abad sebelumnya pada tahun 1824.
Tahun-tahun sekitar 1824 inilah dianggap sebagai awal perpisahan bahasa Melayu
yang dipakai di negara Malaysia (bahasa Melayu Malaysia) dengan bahasa Melayu
pasar yang menjadi rujukan Bahasa Indonesia (1928).
Bahasa Melayu termasuk dalam
bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Prasasti
Telaga Batu (pantai timur Sumatrea), catatan bahasa Melayu terawal dengan
aksara Pallawa, berasal dari abad ke-7 Masehi. Catatan bahasa Melayu ini juga
terdapat di beberapa tempat termasuk (prasasti) di Jawa. Tulisan ini
menggunakan aksara Pallawa. Dokumen cetakan mulai intens dari abad ke-18. Ahli
bahasa membagi perkembangan bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu:
Bahasa Melayu Kuno (abad ke-7 hingga abad ke-13); Bahasa Melayu Klasik, mulai
ditulis dengan huruf Jawi (sejak abad ke-15); Bahasa Melayu Modern (sejak abad
ke-20). Penggunaan yang meluas di berbagai tempat memunculkan berbagai dialek
bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan isolasi, maupun melalui
pengkreolan. Portugis dari abad ke-16 menganggap perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk
perdagangan mereka. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-16 juga
diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa
Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan
mengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa
Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab
(kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat,
seperti hanacaraka. Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja
Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis
menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus
Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan
abad ke-19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa
(khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis
karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan administrasi. Hal ini
terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern dicirikan dengan
penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran bahasa
Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa
ini. Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka (1901) sebagai percetakan buku-buku
pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu dan bahkan
membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya,
bahasa Melayu Riau. Kalangan peneliti sejarah bahasa Indonesia masa kini
menjulukinya "bahasa Melayu Balai Pustaka" atau "bahasa Melayu
van Ophuijsen". Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun
ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan di Hindia Belanda.
Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini
kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap
menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam Kongres
Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, "menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat
menjadi bahasa kebangsaan. (Wikipedia)
Lantas
bagaimana sejarah bahasa Melayu di Indonesia? Seperti disebut di atas, Bahasa Indonesia merujuk pada bahasa Melayu
pasar yaang sejak 1824 mulai terpisah dengan bahasa Melayu di Malaysia. Lalu
bagaimana sejarah bahasa Melayu di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.