Sabtu, 17 Juni 2017

Sejarah Bogor (14): Buitenzorgsche Wedloop Societeit, Inspirasi Terbentuknya Organisasi ‘Societeit’ di Buitenzorg; Awal Kebangkitan Bangsa

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disin


Klub social (societeit) adalah suatu perkumpulan sosial orang-orang Eropa/Belanda yang dibentuk di kota-kota. Klub social ini merupakan pusat kegiatan social yang secara administratif memeiliki AD/ART yang disahkan oleh pemerintah. Klub social pertama yang didirikan adalah Harmonie yang kemudian muncul klub Concordia (militer) di Batavia. Societeit de Harmoni paling tidak sudah ada tahun 1833 (Javasche courant, 12-10-1833), sedangkan militaire Societeit Concordia di Weltevreden paling tidak sudah ada tahu 1840 (Javasche courant, 25-11-1840)). Selain itu, di Batavia juga terdapat klub social bernama Amicitia. Klub sosial tertua di luar (pulau) Jawa terdapat di Kota Padang (sejak 1837, yang diprakarsai Gubernur AV Michiels).

Gedung Societeit Buitenzorg, 1885
Klub social, societeit umumnya diprakarsai oleh tokoh penting pensiunan militer yang kembali ke masyarakat. Kebiasaan di tangsi atau garnisun militer atau klinik/rumah sakit militer yang memiliki kantin dan ruang pertemuan seakan timbul kembali ketika mereka memulai bermasyarakat kembali. Kantin-kantin militer sangat terkenal. Area di sekitar kantin, esk tangsi atau garnisun militer dinamai penduduk sebagai kampong kantin, seperti di Buitenzorg disebut Lebak Kantin dan di Padang Sidempuan disebut Kampong Kantin. Klub social yang sudah didirikan di luar Batavia adalah ‘de Club’ di Semarang, Concordia dan ‘de Club’ di Surabaya, Naar Hooger di Fort de Kock.

Pada saat klub-klub social ini sudah lama berkiprah, di Buitenzorg klub social yang dibentuk adalah klub yang memiliki minat yang sama yakni klub pacuan kuda. Di Buitenzorg, klub social ini awalnya bernama Buitenzorgsche Wedloop Societeit. Klub ini dibentuk bersamaan dengan Preanger Wedloop Societeit tahun 1853. President Preanger Wedloop Societeit adalah С. van der Moore (Resident Preanger) sedangkan presiden Buitenzorgsche Wedloop Societeit adalah FHC van Motman (seorang pengusaha perkebunan di Buitenzorg).

Buitenzorgsche Wedloop Societeit (1871)
Buitenzorgsche Wedloop Societeit mambangun lapangan pacuan kuda di dekat Air Mancur (kini menjadi Stadion Pajajaran). Preanger Wedloop Societeit membangun lapangan di selatan rumah Bupati Bandoeng (Kampong Tegallega). Klub pacuan kuda yang ada di Bandoeng maupun di Buitenzorg pengurusnya adalah orang-orang Eropa/Belanda.  Preanger Wedloop Societeit para anggotanya juga termasuk para Bupati (Bandoeng, Tjiandjoer. Garoet dan Sumedang).

Sebelum adanya Preanger Wedloop Societeit dan Buitenzorgsche Wedloop Societeit tahun 1853, di Batavia sudah sejak lama diketahui keberadaan Bataviasche Wedloop Societeit (Javasche courant, 24-05-1834). Lapangan pacuan di Batavia berada lapangan Monas yang sekarang.

Klub Sosial di Buitenzorg: Societeit

Klub social yang ada di Bandoeng dan di Buitenzorg dibentuk untuk menghimpun para anggotanya yang memiliki minat dalam kegiatan pacuan kuda. Namun dalam perkembangannya, Preanger Wedloop Societeit para anggotanya terpecah: orang-orang Eropa/Belanda melebur ke klub social yang baru dibentuk (disebut Concordia, mengacu klub militer di Batavia), sedangkan orang-orang pribumi (Bupati dan pangeran) membentuk klub social sendiri yang diberi nama  ‘Keroekoenan’.

De locomotief, 05-07-1879
Pada tahun 1879 statuta Societeit Concordia Bandoeng mendapat pengesahan dari pemerintah (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 05-07-1879). Statuta Concordia Bandoeng disahkan bersamaan dengan statuta Societeit Rcordo Bondowoso dan Societeit Heeringing Telok Betong. Statuta adalah Anggaran Dasar organisasi dimana tujuan organisasi disebutkan, nama dan tempat. Statuta ini wajib diketahui pemerintah dan harus mendapatkan pengesahan untuk dasar izin kegiatan. Hal ini juga berlaku untuk perusahaan (NV) harus dengan beslit dari pemerintah.

Dengan semakin banyaknya orang-orang Eropa/Belanda di Buitenzorg, maka terbentuklah societeit (klub social) di Buitenzorg. Societeit adalah klub social yang bertujuan social untuk menyelenggarakan kegiatan untuk membantu pemerintah di bidang social. Klub social societeit ini juga menyelenggarakan bentuk-bentuk hiburan bagi keluarga dalam bentuk pagelaran musik, olahraga dan sebagainya. Lambat-laun societeit ini membangun gedung sendiri, berdasarkan iuran atau sumbangan dari anggota. Gedung societeit itu juga menjadi tempat pertemuan-pertemuan social bahkan juga tempat pesta-pesta dilakukan seperti pesta perkawinan. Gedung societeit yang dilengkapi dengan kantin atau café menjadi pusat social terpenting saat itu. Klub sosial di Buitenzorg sejauh yang diketahui tidak memiliki nama khusus (seperti di Batavia: Harmonie dan Concordia). Klub sosial di Buitenzorg hanya diidentifikasi dengan Societeit (bandingkan dengan di Bandoeng yang mengambil nama Concordia).

Gedung Societeit Buitenzorg, 1900
Buitenzorgsche Wedloop Societeit yang umumnya adalah orang-orang Eropa/Belanda dengan sendiri berafiliasi dengan klub social yang baru dibentuk di Buitenzorg (Societeit).

Setelah berhasil menyusun AD/ART dan mendapatkan pengesahan dari pemerintah, program prioritas klub social Buitenzorg (Societeit) adalah membangun gedung sendiri. Lokasi gedung yang akan dibangun berada di hook antara Groote weg (Jalan Juanda Sekarang) dan Bantam weg (jalan Kapten Muslihat yang sekarang). Lokasi gedung berada di lahan pemerintah yang tidak jauh dari Istana Buitenzorg dan kantor Asisten Residen Buitenzorg.

Klub social Bandoeng, Concordia juga membangun gedung di lahan pemerintah yang berada di hook Braga weg dan Goote Weg (jalan Asia-Afrika yang sekarang). Gedung ini tidak jauh dari kantor Controleur Bandoeng (sebelah utara Groote weg dan sebelah timur sungai Tjikapoendoeng).

Keberadaan gedung klub social (Societeitsgebouw) sudah ada sebelum 1872 (lihat Een reistochtje van Batavia naar Buitenzorg en omstreken door Pieter Hendrik van Diest, 1872). Gedung itu berada di gedung Societeit di Groote weg, namun tidak diperoleh penjelasan apakah gedung itu gedung Buitenzorgsche Wedloop Societeit atau gedung Societeit Buitenzorg. Juga tidak jelaskan dimana posisi ‘gps’nya di Groote weg tidak dijelaskan (dalam Peta 1880 belum ada dan masih lahan kosong: bandungkan dengan Peta 1901).

Setelah adanya gedung Societeit di lokasi lahan kosong tersebut dalam perkembangannya gedung yang muncul di dekatnya adalah gedung telegraf, tetapi arahnya menghadap ke jalan Bantam (jalan Kapten Muslihat yang sekarang). Gedung Telegraf ini menjadi cikal bakal Kantor Telekomunikasi (telegraf dan telepon).

Setelah sekian lama, Societeit Buitenzorg masih berperan hingga berakhirnya era Belanda di Buitenzorg (1942). Dalam Peta 1946 gedung Societeit masih teridentifikasi. Itulah informasi terakhir tentang keberaadan gedung Societeit.

Untuk sekadar diketahui. Pada masa ini lokasi gedung Societeit ini adalah lokasi Bank Mandiri yang sekarang. Di dalam berbagai tulisan ditulis eks Societeit Buitenzorg ini adalah cikal bakal gedung Balai Kota Bogor yang sekarang. Itu tampaknya keliru. Gedung Balai Kota Bogor yang sekarang sesungguhnya adalah eks Hotel Buitenzorg (lihat Peta 1880) yang sejak 1890an keberadaan hotel ini menghilang tetapi gedungnya tetap eksis yang besar kemungkinan difungsikan sebagai tempat tinggal. Kelak menjadi kantor/rumah Burgemeester Buitenzorg. Dengan demikian, gedung Societeit bukan menjadi gedung Balai Kota Bogor; lokasi gedung Societeit menjadi lokasi bangunan-bangunan yang berada di Bank Mandiri yang sekarang.

Klub Sosial Pribumi: Cikal Bakal Organisasi Kebangsaan

Klub sosial (societeit) orang-orang Eropa/Belanda nyaris tidak terkait dengan penduduk pribumi. Klub sosial tampak eksklusif bagi orang-orang Eropa. Meski namanya societeit, yang menjadi pusat peradaban baru di negara jajahan (juga terdapat di koloni Inggris seperti di Singapoera dan Penang), tetapi kenyataannya, paling tidak dari segelintir para anggotanya justru di dalamnya memunculkan perilaku diskriminasi: orang-orang Eropa vs orang-orang pribumi.

Tidak hanya Eropa vs pribumi, tetapi dalam perkembangannya muncul friksi diantara mereka sendiri. Orang yang lahir di Eropa dipandang lebih tinggi dari orang Eropa yang lahir di tanah jajajah di Hindia Belanda. Apalagi individu-individu orang Eropa yang telah tercampur dengan orang pribumi dan timur asing (yang dikenal sebagai Indo). Pada tahun 1890 orang-orang Indo membentuk komunitas sendiri yang dikenal sebagai Indisch Bond. Organisasi sosial peranakan Belanda ini disahkan pemerintah di Buitenzorg tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1898).

Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900
Seiring dengan perkembangan klub sosial (sociteit) orang-orang Eropa/Belanda, tokoh-tokoh pribumi juga semakin terpelajar dan semakin banyak jumlahnya. Diantara tokoh-tokoh pribumi ini muncul kesadaran nasional. Retaknya societeit diantara orang-orang Eropa/Belanda dengan lahirnya Indisch Bond boleh jadi menjadi inspirasi dan mempercepat bagi tokoh-tokoh pribumi untuk membentuk klub (organisasi sosial). Klub sosial pribumi pertama kemudian lahir di Kota Padang pada tahun 1900 yang diberi nama Medan Perdamaian (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900).

Organisasi sosial Medan Perdamaian digagas oleh seorang mantan guru, Dja Endar Moeda yang sekaligus menjadi direkturnya ( (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-08-1902).  Dja Endar Moeda sendiri adalah alumni Kweekschool Padang Sidempuan 1884. Pada tahun 1895 hijrah ke Kota Padang dan membuka sekolah swasta (karena melihat sekolah negeri milik pemerintah tidak mampu menampung semua penduduk usia sekolah). Dja Endar Moeda, penulis buku pelajaran sekolah dan pengarang movel pada tahun 1897 menjadi editor surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat (orang pribumi pertama yang menjadi editor). Pada tahun 1899 Dja Endar Moeda telah mengakuisisi surat kabar Pertja Barat sekaligus percetakannya. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda menambah medianya dengan menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu bernama Tapian Na Oeli dan majalah bulanan Insulinde.  

De locomotief, 21-08-1902
Medan Perdamaian adalah organisasi sosial pribumi pertama yang mendapat pengesahan hukum dari pemerintah. Organisasi sosial ini bersifat nasional yang terdiri dari multi etnik dan memiliki cabang di sejumlah kota seperti Fort de Kock, Medan, Palembang. Pematang Siantar dan Batavia. Organisasi sosial Medan Perdamaian yang diketuai oleh Dja Endar Moeda pada tahun 1902 memberi sumbangan untuk peningkatan pendidikan di Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-08-1902).

Organisasi sosial pribumi pertama di Indonesia, bukanlah ‘Boedi Oetomo’ (yang didirikan tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta). Dan juga bukan Perhimpoenan Hindia, ‘Indische Vereeniging’ (yang didirikan tanggal 25 Oktober 1908 di Leiden). Organisasi sosial pribumi pertama di Indonesia justru adalah ‘Medan Perdamaian’. Organisasi Medan Perdamaian yang bersifat nasional ini didirikan bahkan jauh sebelum adanya Boedi Oetomo yang bersifat kedaerahan (Jawa).

Pada saat organisasi multi etnik (nasional) Medan Perdamaian mulai berkembang, justru sebaliknya muncul organisasi sosial yang bersifat kedaerahan yang kita kenal dengan nama Boedi Oetomo.  Tanggal pendirian Boedi Oetomo (organisasi kebangsaan bersifat kedaerahan) kelak dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Padahal organisasi sosial kebangsaan Medan Perdamaian yang berifat nasional sudah lahir sejak tahun 1900.

Soerabaijasch handelsblad, 20-10-1908: ‘Pada pertemuan asosiasi Boedi Oetomo, yang diselenggarakan di Djokdjakarta 3 Oktober 1908 (Kongres pertama Boedi Oetiomo, red) pemerintah menanggapi pertanyaan dari Bupati Temanggoeng bahwa di luar Djawa sudah ada asosiasi sejenis. (seperti misalnya cabang) Medan Perdamaian di Fort de Kock yang didirikan 17 Oktober 1907. Organisasi Medan Perdamaian (sebagaimanai) diketahui bertujuan untuk mewakili kepentingan anggota dan populasi dalam satu kata: kemajuan. Untuk mencapai tujuan, organisasi Medan Perdamaian telah diputuskan menerbitkan majalah (maandelijksch) yang akan dicetak dan diterbitkan oleh penerbit pribumi Dja Endar Moeda di Padang yang akan berisi ilmu sehari-hari yang berguna dan yang diperlukan di bidang pertanian, peternakan, industri, pendidikan, kesehatan di kampung, keadilan, dll. Organisasi (cabang) Fort de Kock ini sudah memiliki anggota 700 orang’.

Ini menunjukkan bahwa peserta kongres pertama Boedi Oetomo sudah mengetahui adanya Medan Perdamaian (suatu organisasi yang telah didirikan sejak 1900). Untuk sekadar diketahui bahwa Medan Perdamaian adalah organisasi yang tidak eksklusif bagi dirinya sendiri. Medan Perdamaian ketika masih dipimpin oleh direktur (ketua) Dja Endar Moeda pada tahun 1902 sebagaimana dilaporkan De Locomotief (edisi 21-08-1902) bahkan telah memberi sumbangan bagi peningkatan pendidikan di Semarang sebesar f 14.490 yang diserahkan melalui Charles Adrian van Ophuijsen yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan Province Sumatra;s Westkust (Pantai Barat Sumatra).

Ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa Medan Perdamaian, organisasi sosial pribumi pertama di Indonesia membuktikan sifatnya yang memang multi etnik dengan sasaran seluruh populasi (pribumi) di seluruh Nederlandsch Indie (Hindia Belanda). Sekadar diketahui, arsitektur organisasi (baru) Boedi Oetomo sesungguhnya adalah copy paste dari organisasi (lama) Medan Perdamaian. Hanya saja bedanya: Medan Perdamaian tetap cenderung bersifat multi etnik (nasional), sedangkan Boedi Oetomo cenderung bersifat terbatas di Jawa (kedaerahan)..

Pendirian organisasi sosial Boedi Oetoemo mendapat reaksi dari mahasiswa-mahasiswa pribumi di Belanda. Soetan Casajangan lalu menggagas berdirinya Indisch Vereeniging tanggal 25 Oktober 1908 di Leiden. Presiden pertama Indisch Vereeniging adalah Soetan Casajangan dan sekretaris adalah Husein Djajadiningrat (dari Banten). Soetan Casajangan sendiri adalah seorang guru yang kemudian melanjutkan pendidikan tinggi ke Belanda tahun 1905.

Kepemimpinan Soetan Casajangan kemudian di Indisch Vereeniging digantikan oleh Husein Djajadiningrat. Setelah menyelesaikan studinya, Soetan Casajangan kembali ke tanah air pada tahun 1914. Sebagai seorang guru, dia kembali mengajar. Karena sudah sarjana maka Soetan Casajangan bisa mengajar di sekolah Eropa di Buitenzorg yang beralamat di Pledang weg. Indisch Vereeniging kelak menjadi cikal bakal PPI yang dipimpin M, Hatta sejak tahun 1922.

Setelah masa kepemimpinan Soetan Casajangan dan Husein Djajadiningrat di Indisch Vereeniging, orgnisasi ini mulai kehilangan arah karena para anggotanya sudah banyak yang loyo. Sementara organisasi Boedi Oetomo terus didukung pemerintah dan kinerjanya terus meningkat. Organisasi kedaerahan Boedi Oetomo terus mengalami promosi (dari waktu ke waktu), sebaliknya organisasi nasional Indisch Vereeniging terus mengalami degradasi. Ini dapat dimaklumi, pemerintah alergi terhadap organisasi yang bersifat trans-nasional, karena itu organisasi kedaerahan lebih dikembangkan (politik devide et impera jalan terus).

Pada tahun 1916 seorang alumni sekolah kedokteran hewan di Buitenzorg bernama Sorip Tagor melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan Dokter Hewan lisensi Eropa. Namun apa yang dilihatnya, Indisch Vereeniging hanya tinggal nama, para anggotanya tidak terlalu peduli lagi dan cenderung melihat sisi keberhasila Boedi Oetomo. Sorip Tagor melihat Jawa semakin maju sedangkan luar Jawa semakin tertinggal dan juga semakin munculnya euphoria di kalangan pemuda dari Jawa dengan munculnya Jong Java. lalu pada Januari 1919 Sorip Tagor memproklamirkan di Leiden berdirinya Sumatranen Bond (seakan mengimbangi Jong Java). Sumatranen Bond kemudian didirikan di Batavia pada bulan Desember 1919. Pada saat Sumatranen Bond melakukan kongres pertama di Kota Padang tahun 1921, dua tokoh pemuda yang menonjol dari daerah adalah Parada Harahap (dari Padang Sidempuan) dan M. Hatta (dari Firt de Kock). Untuk sekadar diketahui Sorip Tagor adalah kakek dari Risty/Inez Tagor dan pendiri Radio Kauman Bogor (dulu di Gunung Batu).

Pasca Kongres Sumatranen Bond (Jong Sumatra) di Padang dua pemuda hijrah. M. Hatta pada tahun 1921 melanjutkan pendidikan tinggi ke Belanda dan pada tahun 1923 Parada Harahap editor surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan hijrah ke Batavia untuk melanjutkan bisnis medianya. M. Hatta di Belanda melihat organisasi mahasiswa terkotak-kota, lalu menyatukan kembali dengan mereformasi Indisch Vereeninging menjadi organisasi mahasiswa nasional yang lebih radikal yang diberi nama Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPI) tahun 1922. Indisch Vereeninging yang dibidani oleh Soetan Casajangan dan Huesin Djajadiningrat dulu telah kembali ke kittahnya dalam wujud yang baru sebagai PPI di Belanda.

Organisasi mahasiswa sejanis PPI dalam perkembangannya muncul di Batavia yang berpusat di Rechtschool. Salah satu pentolannya adalah Amir Sjarifoeddin.

Parada Harahap di Batavia sudah cukup sukses, seperti Dja Endar Moeda di Padang. Parada Harahap di dalam medianya terus membangkitkan kesadaran berbangsa dan berpuluh-puluh kali terkena delik pers dan dimejahijaukan.

Parada Harahap saat tiba di Batavia tahun 1923 langsung berkolaborasi dengan Dr. Abdoel Rivai mendirikan surat kabar Bintang Hindia. Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita (pribumi pertama) bernama Alpena yang mana sebagai editor direkrut dari Bandoeng bernama WR Soepratman. Pada tahun 1925 ini Parada Harahap melakukan perjalanan jurnalistik ke Sumatra yang hasilnya dibukukan yang terbit tahun 1926. Pada tahun 1926 ini Parada Harahap menerbitkan surat kabar bernama Bintang Timoer. Surat kabar ini langsung melejit dengan tiras tertinggi di Batavia (total jumlah mediannya sebanyak tujuh buah). Pada tahun 1927 Parada Harahap menggagas didirikan organisasi pengusa pribumi (semacam Kadin pada masa ini) yang sekaligus berindak sebagai ketua Kadin Batavia.

Pada tahun 1927, Parada Harahap dengan portofolio yang tinggi menggagas untuk menyatukan semua organisasi-organisasi kebangsaan ke dalam satu wadah. Organisasi ini disebut Permoefakatan Perhiempoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Parada Harahap menghubungi dan didukung oleh dua tokoh parlemen (Volksraad) yakni M. Hoesni Thamrin (dapil Batavia) dan Mangaradja Soeangkoepon (dapil Oost Sumatra). Parada Harahap juga menghubungi dan didukung dua tokoh akademik senior Soetan Casajangan (Direktur Noormaal Schoo di Meester Cornelis) dan Husein Djajadiningrat (dosen di Recht School di Batavia). Soetan Casajangan (kelahiran Padang Sidempoean), Husein Djajadiningrat (kelahiran Banten) dan Mangaradja Soeangkoepon (kelahiran Padang Sidempoean) adalah tokoh-tokoh berpengaruh di Belanda pada awal pendirian Indisch Vereeniging.

Semua orang-orang yang dihubungi Parada Harahap berkumpul di rumah Husein Djajadiningrat. Hasil keputusan menyepakati pembentukan dan peresmian PPPKI. Hasil musyawarah menyepakati ketua adalah M. Hoesni Thamrin (dari Kaoem Betawi) dan sekretaris Parada Harahap sendiri (dari Sumatranen Bond). Kantor organisasi ditetapkan di Gang Kenari (situsnya masih ada hingga ini hari). Dalam pertemuan pembentukan supra organisasi ini, awalnya Boedi Oetomo menolak hadir. Parada Harahap meminta bantuan Dr. Radjamin Nasoetion untuk mempengaruhi Dr. Soetomo (Radjamin dan Soetomo bersahabat dekat sejak kuliah di STOVIA).

Di kantor PPPKI hanya ada tiga tokoh yang fotonya dipampang di dinding yakni: Soeltan Agoeng dan dua tokoh muda Soekarno dan M. Hatta. Mengapa demikian? Parada Harahap mengidolakan dua tokoh muda ini untuk melanjutkan perjuangannya. Parada Harahap sudah sejak dari Padang mengenal M. Hatta (masih pelajar). Sedangkan Soekarno pada awalnya meminta untuk mengirm tulisan untuk diterbitkan di surat kabar Bintang Timoer. Sejak berdirinya PPPKI, Soekarno kerap bertandang ke Gang Kenari dari Bandoeng.

Pada tahun 1928 PPPKI akan melakukan kongres pertama di Batavia. Ketua panitia adalah Parada Harahap. Bersamaan dengan kongres PPPKI ini (senior) akan diadakan Kongres Pemuda yang hampir bersamaan waktunya. Kongres senior (PPPKI) ketuanya Parada Harahap sedangkan kongres junior bendaharanya Amir Sjarifoeddin (PPI di Rechtschool). Bisa ditebak mengapa demikian. Pelindung Kongres Pemuda adalah PPPKI dan sponsor (pembiayaan) kedua kongres ini adalah Kadin Batavia yang diketuai oleh Parada Harahap. Untuk sekadar tambahan: lagu kebangsaan Indonesia Raya karya WR Soepratman diperdengarkan (WR Soepratman adalah anak didik Parada Harahap, editor kantor berita Alpena yang tinggal di rumah Parada Harahap).   

Dalam dua kongres (senior dan junior) pada bulan Oktober 1928 Parada Harahap meminta Soekarno dan Hatta berpidato di Kongres PPPKI. Soekarno bisa hadir, tetapi M. Hatta (Ketua PPI di Belanda) tidak bisa hadir karena kesibukan studi dan mengutus wakilnya Ali Sastroamidjojo. Dalam kongres PPPKI ini sebagaimana diberitakan Parada Harahap menyesalkan ketidakhadiran utusan Minahasa dan Ambon.

Singkat kata sejak Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda, organisasi-organisasi kebangsaan semakin merapat dan padu. Untuk menggelorakan hasil-hasil kongres Parada Harahap memperluas cakupan surat kabar Bintang Timoer dengan menerbitkan Bintang Timoer edisi Semarang (untuk sasaran Midden Java) dan edisi Soerabaja (untuk sasaran Oost Java). Untuk West Java adalah Bintang Timoer sendiri (kala itu Province West Java meliputi Batavia, Banten, Chirebon dan Preanger). Parada Harahap pada tahun 1929 mengakuisisi koran berbahasa Belanda (untuk memperluas gelora di kalangan elit-elit pribumi yang lebih suka berbahasa Belanda daripada bahasa Melayu).

Parada Harahap dan Soekarno terus memanaskan mesin pembangkit kebangsaan Indonesia. Parada Harahap lagi-lagi terkena delik pers. Soekarno terus mengelorakan tulisan-tulisan kemerdekaan dan mengadakan pertemuan-pertemuan politik. Soekarno akhirnya terkena pasal provokatif dan kemudian diadili dan masuk penjara di Bandoeng.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (Ir. Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu tindakan saya’. Ini pernyataan mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara khusus meminta untuk meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya apakah akan memilih atau apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana dikonfirmasinya di Bintang Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada editor Bintang Timoer yang diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno bahwa mereka (siswa) tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu untuk belajar teori, karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno menulis: "Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja. Aku hanya pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu sendiri, yang sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib rakyat, politik bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang membuat saya hidup.  Soekarno meminta kepada Mr Parada Harahap, editor Bintang Timoer komentar, Ir. Soekarno bukan seseorang yang berasal untuk Rakyat?’

Parada Harahap sudah berkali-kali masuk penjara bahkan sejak tahun 1919 ketika menjadi editor surat kabar Sinar Merdeka miliknya. Parada Harahap dengan pengalaman di pengadilan sudah menjadi ahli hukum sendiri dan dakwaan terhadapnya dapat dijawab. Jika tidak dan harus ke bui, Parada Harahap selalu dapat lepas dengan mengganti dengan biaya denda (uangnya banyak). Parada Harahap tinggal sendiri. Saat Soekarno di penjara/diasingkan, Parada Harahap makin geram dengan makin represifnya intel dan polisi Belanda.

Pada tahun akhir 1933 Parada Harahap mulai memprovokasi Belanda dengan memimpin tujuh orang Indonesia pertama ke Jepang. Awalnya rencana ini dianggap pemerintah Belanda biasa saja. Tujuh orang Indonesia pertama itu adalah Abdullah Lubis pemilik Pewarta Deli di Medan, seorang guru revolusioner dari Bandoeng; seorang pengusaha tekstil dari Pekalongan, seorang pengusaha pertanian dari Soerakarta dan seorang pelukis. Komposisi ini jelas mewakili golongan yang berbeda: politik, pers, guru, usahawan dan seniman. Satu lagi golongan akademis. Awalnya yang diharapkan Parada Harahap adalah Soekarno (tetapi terkendala karena masalah hukum). Lalu wakil akademis adalah M. Hatta yang kebetulan akan segera pulang ke tanah air karena sudah selesai studi. Lalu rombongan revolusioner ini berangkat ke Jepang dengan kapal Nagoya Maru dari Batavia via Soerabaja dan Manila.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 28-12-1933: ‘Unsur-unsur eksentrik revolusioner Indonesia ke Jepang dengan dalih kunjungan komersial, tidak hanya perhatian pemerintah! Juga menjadi hal-hal baru yang dipantau oleh bidang politik. Di tempat lain, di belakang nama-nama otoritas perdagangan Indonesia kualitas mereka, dan mereka seharusnya telah terlihat. Aneh di Jepang dua wartawan [salah satu Parada Harahap], seorang pedagang batik,‘master sekolah’ [M. Hatta] dan mahasiswa adalah penamaan orang sebuah ‘commissionnall’. Apakah Anda punya jawaban yang memuaskan untuk apa Mr Parada Harahap dari Bintang Timur di Jepang menyatakan baik di meja sebuah ‘sukiyaki dinner’ di Kikusui, hasil wawancara (ini tidak dikonfirmasi) Namun dia [Parada Harahap] mengatakan.; Kami ingin membantu membangun hubugan antara masyarakat Jepang dan Jawa, dan tujuan lain maka kita ingin (adat) masyarakat di Jawa di negara Anda dapat terhubung. Selanjutnya, berbicara tentang jutaan Java bahwa Jepang ingin tahu apa yang harus Parada Harahap dapat dilakukan. Terbaik melalui pers Melayu Karena Pemerintah Nederiandsche juga Hindia Belanda dan untuk kepentingan mereka mewakili Pemerintah Jepang melalui duta besar untuk Tokyo, Parada Harahap memberikan jaminan pada penciptaan hubungan harmonis antara bangsa-bangsa (sic) dari Jawa dan Jepang meskipun penting untuk melakukan, namun maksud terselubung dari seluruh disebut bandelsgedoe ini. Ini komite perdagangan tidak ada pejabat, adalah murni pribadi, agak transparan, hobi. Dan bahkan jika beberapa ‘acara resmi’ memiliki, maka itu bukan di jalan misi dagang untuk membuat hubungan ramah antara masyarakat’

Sejak keberangkatan rombongan ini baru pers Belanda heboh baik pers yang berada di Hindia Belanda maupun pers di Eropa khususnya di Belanda. Rombongan Indonesia disambut meriah dan hikmat di Jepang. Parada Harahap menjawab segala pertanyaan wartawan Asia, Jepang dan Eropa bagaikan Menteri Ekuin RI. Parada Harahap dijuluki pers Jepang sebagai The King of Java Press.

PPPKI terus memainkan perannya sebagai supra organisasi kebangkitan bangsa. Organisasi PPPKI telah memulai menyatukan yang terkotak-kotak dan memainkan peran penting dalam mengelorakan kebangkitan (politik) bangsa hingga kemerdekaan RI dapat diraih. Itu bermula dari semangat Parada Harahap, seorang pemuda revolusioner yang berani menerbitkan surat kabar dengan nama Sinar Merdeka (1919) di Padang Sidempoean. Mengapa pada tahun 1923 menerbitkan surat kabar di Batavia dengan nama Bintang Hindia lalu kemudian menggeser dengan nama surat kabar baru dengan nama Bintang Timoer, jawabnya adalah ingin mengubah pandangan dari barat (Eropa) ke timur (Asia). Perjalanan ke Jepang yang dipimpin oleh Parada Harahap pada tahun 1933/1934 telah dibukukannya dan beredar di masyarakat.   

Pionir Organisasi Sosial Pribumi: Dja Endar Moeda, Soetan Casajangan, Sorip Tagor, Parada Harahap

Saat Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota
Mungkin anda bertanya-tanya: apakah Medan Perdamaian yang didirikan di Padang oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (1900), Perhimpoenan Hindia (Indisch Vereeniging) yang didirikan di Leiden oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (1908), Sumantranen Bond yang didirikan di Leiden oleh Sorip Tagor Harahap (1917) dan Pemoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang didirikan di Batavia oleh Parada Harahap (1927) adalah serba kebetulan? Jawabnya: Tidak. Hanya kebetulan keempat orang tersebut sama-sama lahir dan dibesarkan (di empat kampung yang berbeda) di Padang Sidempuan: Dja Endar Moeda lahir di huta (desa) Loesoengbatoe, Soetan Casajangan lahir di huta (desa) Batoenadoea, Sorip Tagor lahir di huta (desa) Hoetaimbaroe dan Parada Harahap lahir di huta (desa) Pargaroetan. Parada Harahap adalah mentor politik praktis dari tiga Founding Father: Soekarno, Hatta dan Amir Sjarifoeddin Harahap.

Last but not least: Untuk sekadar diketahui bahwa pendiri organisasi-organisasi mahasiswa masa selanjutnya juga didirikan oleh anak-anak Padang Sidempuan. Organisasi mahasiswa Islam yang disebut Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan oleh Lafran Pane tahun 1947 di Djokjakarta dan juga organisasi mahasiswa Universiteit van Indonesie yang disebut Persatoean Mahasiswa Universiteit van Indonesia (PMUI) didirikan oleh Ida Nasoetion tahun 1947 di Djakarta. Universiteit van Indonesia meliputi fakultas-fakultas yang berada di Djakarta (kedokteran, sastra dan hukum), Bogor (pertanian), Bandoeng (teknik), Soerabaja (kedokteran) dan Makassar (ekonomi). Setelah pengakuan kedaulatan RI fakultas-fakultas tersebut menjadi UI, IPB, ITB, Unair dan Unhas. Tokoh terpenting dari UI adalah Hariman Siregar, ketua Dewan Mahasiswa UI tahun 1973 yang terkenal dengan peristiwa Malari (1974). Hariman Siregar adalah kelahiran Padang Sidempuan tahun 1950.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

2 komentar:

  1. Halo, selamat pagi.
    Saya tertarik dengan pembahasan mengenai societeit di Bogor sebagai bagian dari penelitian saya. jika berkenan, bolehkan saya tahun mengenai sumber-sumber primer yang anda gunakan?
    terima kasih.

    BalasHapus
  2. Di dalam artikel sudah disebutkan sumbernya, seperti surat kabar atau buku. Jika tidak disebut di dalam artikel, itu berarti sudah disebut di artikel lain di dalam blog ini.
    Demikian
    Selamat meneliti

    BalasHapus