Sabtu, 23 Desember 2017

Sejarah Makassar (7): Gubernur Sulawesi di Makassar; Kol. A van der Hart (1853-1855), Pahlawan Perang Mati Konyol di Makassar

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini


Sistem pemerintahan di Sulawesi sudah sejak lama ada (sejak era VOC). Pimpinan tertinggi pemerintahan di Sulawesi berkedudukan di Makassar. Gubernur Jenderal berkedudukan di Batavia. Pada awal pemerintahan Hindia Belanda (1800) hanya terdapat gubernur di lima tempat (Macasser, Malacca, Ceilon, Cabo de Goede Hoop dan Java Noord Oostkust).

Peta Celebes [Sulawesi], 1619
Macasser (dulu: Sombaopoe) adalah tempat strategis antara Maluku dan Jawa. Riwayat Sombaopoe sebagai pelabuhan penting, menjadi alasan Belanda/VOC menempatkan orangnya di Sombaopoe sejak 1607. Positioning Macassar di (pulau) Celebes (Sulawesi) lalu kemudian menjadi dasar penempatan seorang Gubernur.

Proses pembentukan pemerintahan yang berkedudukan di Makassar sejak era VOC adalah garis continuum hingga Pemerintah Hindia Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia. Rangkaian ini menarik untuk diketahui. Hal ini mengingat perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur permerintahan sejak era VOC di Makassar adalah juga mengindikasikan perubahan-perubahan yang terjadi secara umum di (pulau) Sulawesi) khususnya di Makassar (Zuid Celebes). Mari kita telusuri, mulai dari perjalanan Cornelis de Houtman (1595-1597) yang diterbitkan dalam Jurnal 1598 di Amsterdam.

Prakondisi Pemerintahan VOC di Celebes (1607)

Pemerintahan VOC dimulai dari Pieter Both di Bantam tahun 1610. Lalu kemudian di Fort Jacatra Gerrit Reynst (1614), Laurens Reaal ke Maluku (1616). Selanjutnya Jan Pieters Z. Coen pada tanggal 30 Mei 1619 (kembali) ke Fort Jacatra. Jan Pieters Z. Coen menjadi Gubernur Jenderal pertama. Pada saat Jan Pieters Z. Coen casteel Batavia dibangun sebagai ibukota (stad) VOC.

Peta dalam Jurnal C de Houtman 1595-1597 (1598)
Sejak ekspedisi pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (1595-1597) sejumlah pedagang-pedagang Belanda telah menempati berbagai tempat di Oost-Indie dari tahun 1597. Di Banten, Meehaêl Claes Simonsz sejak 1600 hingga 1602, di Bali, Rodenburgh sejak 1597, Frank van der Does sejak 1599 di Kepulauan Maluku (Ternate, Motir, Matjian, Batjian dan Tidore), Amboina (sejak 1600), Banda (1599), Celebes [Sulwaesi], Patane en Siam, Japan, Djohor, Atjien [Atjeh], Borneo [Kalimantan], Pantai Corromandel, Arrakan, Seylon, Pantai Malabar dan Goezzarate. Di Celebes, di Sambopp [Somba Opoe], orang Belanda pertama adalah Class Leuers pada tahun 1607 dan 1608, kemudian dilanjutkan Samuel Denis dari tahun 1609 hingga1612 [lihat De Opkomst van Het Nederlandsch Gezag in Oost Indie (1595-1610) door JKJ de Jonge (1865)]. Ini mengindikasikan bahwa kembalinya Cornelis de Houtman ke Belanda ada yang ditinggalkan di Bali (Rodenburg dan dua orang lagi). Pada pelayaran kedua Belanda (1599) kemudian menempatkan orang Belanda di Ternate, di Banda dan di Atjeh.

Sebelum Jan Pieters Z. Coen memulai pemerintahan di (casteel) Batavia tahun 1619, selain di berbagai tempat, di Celebes sudah terdapat pedagang-pedagang Belanda/VOC. Dua orang pertama adalah Class Leuers (sejak 1607) dan Samuel Denis (sejak 1609). Dua orang ini disebutkan berada di Sombaopoe.

Peta Celebes [Sulawesi], 1619
Pada Peta 1619, (pulau) Celebes belum tergambarkan dalam bentuk yang sebenarnya. Hanya pantai barat Celebes yang teridentifikasi. Peta ini diduga buatan Portugis. Dalam peta, beberapa tempat yang diidentifikasi diantaranya adalah Mamoya [Mamuju?], Mandar dan Tello. Dua nama tempat yang terkenal kemudian (Gowa dan Bone) tidak/belum teridentifikasi. Dengan kata lain, pada era Portugis (saat permulaan era Belanda/VOC) Gowa belum terkenal. Mamoya, Mandar dan Tello sudah terkenal. Namun demikian, Belanda/VOC sejak 1607 sudah menempatkan diri di Sombaopoe (ibukota Gowa). Apakah Gowa menunjukkan wilayah non Portugis? Lalu Belanda/VOC memilihnya sebagai pangkalan dagangan pertama.  

Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintahan VOC yang berpusat di Batavia memiliki sembilan wilayah gubernuran. Namun sejak kapan seorang Gubernur ditempatkan di Celebes tidak diketahui. Jika mengacu pada Perang Gowa 1666-1669 yang diakhiri dengan perjanjian Bongaja tidak ada informasi penempatan seorang Gubernur. Cornelis Speelman yang memimpin Perang Gowa hanya disebut dengan jabatan (gelar) Admiral. Sementara itu benteng Rotterdam (stad) baru dirancang pada tahun 1695 (seperti halnya benteng di Semarang dan Soerabaja). Satu-satu informasi yang mengindikasikan bahwa sudah ada gubernur sebelum tahun 1773 adalah Peta Kota Makassar 1773. Berdasarkan Peta Kota Makassar 1773 tersebut disebutkan di Maruso [kini Mariso] terdapat eks bangunan tempat gubernur. Ini dapat diartikan gubernur sudah ada saat pembangunan benteng Rotterdam, Namun kapan gubernur relokasi ke benteng Rotterdam tidak diketahui. Dengan kata lain pengangkatan gubernur di Celebes baru ada sekitar awal tahun 1700an.

Wilayah pemerintahan VOC terbagi ke dalam sembilan wilayah yang dipimpin oleh Gubernur (lihat Almanak 1781), yakni Amboina, Banda, Ternaten, Macasser, Malacca, Chormandel, Ceilon, Caap de Goede Hoop, Java's Noord Oostkust. Sementara wilayah setingkat direktur adalah Bengalen dan Souratte. Sedangkan di bawah Commandeinenten adalah Sumatra's Westkust, Mallabaar dan Bantam. Opperhoofden en mindere Bedienden van den Handel in Japan. Setingkat Residentien di Cheribon, Timor, Banjermassing, Palembang dan Puntiana.

Pada akhir pemerintahan VOC (lihat Almanak 1800) struktur pemerintahan telah mengalami reduksi: Gubernur yang merangkap Direktur hanya ditempatkan di beberapa wilayah, yakni: Gubernur Amboina (termasuk Ternate dan Banda); Gubernur Macasser yang mana tedapat dua residen di Boeloecoemba dan Bima; Gubernur di Malacca, Gubernur di Ceilon, Gubernur di Cabo de Goede Hoop, Gubernur Java Noord Oostkust (ibukota Semarang). Untuk tingkat yang lebih rendah (Direktur, Commandeinenten dan Residentien) tidak berubah. Struktur pemerintahan yang paling luas (lengkap) adalah wilayah gubernur Java Noord Oostkust.

Ini mengindikasikan bahwa di Makassar sejak era VOC sudah menjadi kedudukan Gubernur. Gubernur Makassar sejak 1799 adalah  Petrus Theodorus Chasié (lihat Almanak 1800).

Gubernur di Era Pemerintahan Hindia Belanda

Pada era permulaan Pemerintahan Hindia Belanda (setelah 1800) status Gubernur Sulawesi dilikuidasi dan di Makassar hanya menempatkan seorang Commandant civiel en militair (era Gubernur Daendels). Hal yang sama juga ditempatkan di Ternate. Posisi Residen hanya ditemukan di Palembang. Commandant civiel en militair di Makassar (berdasarkan Almanak 1810) adalah Luit. Kol. J van Wikkerman. Ini mengindikasikan di Sulawesi tidak sepenuhnya kondusif dari aspek keamanan.

Pada tahun 1811 Inggris mengambil alih Hindia Belanda dari Pemerintah Hindia Belanda. Pendudukan Inggris ini berlangsung hingga 1816. Dalam Almanak 1816 (Java), di luar Jawa hanya dua tempat yang diutamakan yakni Amboina dan Bencoelen. Di dua tempat ini ditempatkan masing-masing seorang Residen. Posisi Sulawesi tidak penting. Saat ini di Jawa mulai diperkenalkan Koffiekultuur.

Pasca pendudukan Inggris (1816) Gubernur Jenderal Capellen yang dibantu oleh Elout dan Buykens. Gedert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen menjabat sebagai Gubernur Jenderal hingga tahun 1826. Pada masa Gubernur Jenderal van den Bosch (1830-1844) koffikultuur diubah menjadi Koffistelsel. Konsentrasi pemerintah lebih terasa di Jawa. Tempat-tempat di luar Jawa seakan dikesampingkan. Koffiestelsel ini diterapkan pasca Perang Jawa (1826-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro diasingkan ke Makassar.

Pada era Gubernur DJ de Eerens (sejak 1836) muncul berbagai tantangan di tempat lain terutama di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Konsentrasi militer (yang sudah mulai kondusif di Jawa) dialihkan ke Sumatra untuk melumpuhkan Tuanku Imam Bonjol (1837) di Padangsch Bovenlanden dan Tuanku Tambusai (1838) di Mandailing dan Angkola.

Pada tahun 1838 di Jawa fungsi Residen di berbagai tempat muli dari Bantam hingga Banjowangi. Di Maluku fungsi Gubernur yang berkedudukan di Amboina.  

Di Sulawesi difungsikan Gubernur yang berkedudukan di Makassar. Guebernur Sulawesi dijabat oleh R de Filiettaz Bousquet. Gubernur membawahi selain Makassar juga Nordelijk Districten (asisten Residen), Zuiden Disctricten, Boeloecomba en Bontaing, Saleijer dan Bima.

Di Sumatra’s Westkust difungsikan Gubernur. Gubernur pertama (pasca perang Padri) adalah AV Michiels, kolonel, civiel en militair Gouverneur. Gubernur membawahi selain Padang adalah Padangsch Bovenlanden, Pariaman (asisten Residen), Noordelijk Afdeeling dan Zuidelijk Afdeeling, Mandheling, Rao, Tapanoeli dan Pulao Batoe. Bencoelen dipisahkan dari Sumatra’s Westkust (yang dijawab seorang asisten Residen). Beberapa daerah yang terpisah seperti Bengcoelen ini adalah Lampong Districten, Bankam Westkust van Borneo (Pontianak) dan Sambas. Zuid and Oostkusr Borneo (di Bandjermasin). Di Banda, Ternate, Manado, Timor, Riaouw dan Palembang ditempatkan masing-masing Residen.

Arsitektur pemerintahan pada tahun 1838 hampir mirip satu masa lain di Celebes yang berpusat di Makassar dan Sumatra’s Westkust yang berpusat di Padang. Wilayah-wilayah di luar Makassar dan luar Padang belum teradministrasikan.

Pada tahun 1838 Gubernur Jenderal di Batavia dibantu oleh tiga gubernur: Amboina, Celebes dan Sumatra’s Westkust. Di Jawa tidak ada posisi gubernur, hanya ada Residen dan Asisten Residen yang jumlahnya cukup banyak. Residen terdapat di Bantam, Batavia, Buitenzorg, Preanger, Cirebon, Tegal, Pakalangon, Semarang, Kedoe, Bagelen, Banjoemas, Soeracarta, Djocjakarta, Madioen, Kediri, Djapara, Rembang, Soerabaja, Pasoerang dan Bezoeki.

Kolonel Alexander van der Hart, Gubernur Sulawesi

Penataan administrasi pemerintahan terus berlangsung. Ada wilayah yang statusnya dipromosikan dan ada juga yang mengalami degradasi. Sebagaimana motif kolonial untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, wilayah yang potensial dikembangkan dan sistem pemerintahan diperluas serta beberapa wilayah di dalamnya ditingkatkan statusnya dari controleur menjadi asisten residen dan seterusnya menjadi residen. Sebaliknya, wilayah yang tidak potensial atau mengalami kemunduran statusnya diturunkan. Pemimpin (Gubernur, Residen, Controleur) adalah penanggungjawab administraso pemerintahan dan juga bertanggungjawab untuk revenue dan pembiayaan.

Afdeeling Buitenzorg termasuk wilayah yang statusnya diturunkan dari Residen menjadi Asisten Residen (lihat Almanak 1846). Di Sumatra Air Bangies yang sebelumnya ditingkatkan menjadi Residen, dua tahun kemudian diturunkan menjadi asisten residen lagi.

Gubernur Celebes digantikan oleh PJB de Perez (lihat Almanak 1846). Dalam pemerintahan ini pemimpin lokal disertakan: Kapitein der chinezen dan Patjieo, luitenant der раranakап chinezen; Abdul Hoesain dan Tajoedin, kapitein dan luitenant Malayo; Daeng Matona dan Laprieding sebagai kapitein dan luitenant Wadjoresen; Base, kapitein dari warga lainnya. Di bawah Gubernur Celebes hanya wilayah Noordelijke (belum disebut namanya) yang ditingkatkan menjadi asisten Residen yang dibantu regent Maros (Mapalewa) dan kepala djaksa (Daeng Pasolong) dan pemimpin agama (Daeng Mambanie).

Sementara itu di Sumatra’s Westkust, Noordelijk Afdeeling  telah berubah drastis sejak 1938. Residen ditempatkan di Padangsch Boevenlanden dan di Tapanoeli. Di Residentie Tapanoeli Afdeeling Mandailing dan Angkola ditingkatkan menjadi Assisten Residen. Beberapa controleur ditempatkan di Natal, Baros dan Singkel. Residen pertama Residentie Tapanoeli diangkat Luitenan Kolonel Alexander van der Harta sejak 1845.

Ada indikasi perubahan yang cepat terjadi di Sumatra’s Westkust sementara di Celebes terkesan berjalan lamban. Secara administrasi baru ada wilayah setingkat asisten residen plus Residentie Manado (Resident di Manado). Di Padangsch Bovenlanden, Residen Steinminzt mulai memperkenalkan pendidikan di kalangan penduduk lokal. Pada tahun 1850, AP Godon, Asisten Residen Mandailing dan Angkola juga memperkenalkan pendidikan di Afdeeling Mandailing dan Angkola, Residentie Tapanoeli.

Pada tahun 1849 Gubernur AV Michiels digantikan oleh Kolonel J van Swieten. AV Michiels yang telah dinaikkan pangkatnya menjadi Maj. General dipromosikan untuk memimpin ekspedisi ke Bali. Kolonel AV Michiels yang telah lama tidak merasakan perang (pasca Perang Padri 1838) kembali harus memegang tongkat komando. Indikasi ini suda ada sejak 1848 ketika Residen Tapanoeli (di Sibolga) A van der Hart dipindahkan ke Residenrie Padangsch Bovenlanden (di Fort de Kock). Pada saat AV Mischiels meninggalkan Sumatra’s Westkust untuk tugas ekspedisi ke Bali tahun 1849 komando keamaan dialihkan ke van der Hart.

Gubernue Celebes digantikan oleh P Vreede Bik (lihat Almanak 1853). Ada perubahan yang drastis di Celebes. Residentie Manado menjadi di bawah Gouverneur Molukka (Ambiona), sedangkan Boethon, secara administrasi di bawah Residentie Ternate, Gubernur Molukku. Status administrasi wilayah-wilayah lainnya di Celebes tidak berubah. Praktis Gubernur Bik, di daerah hanya membawahi satu orang asisten residen saja.

Apa sesungguhnya yang terjadi Zuid Celebes? Tampaknya ada perubahan politik, suhu politik memanas. Di berbagai daerah terutama di pedalaman dan di pantai timur (Bone) timbul ketegangan. Untuk menangani permasalahan tersebut diperlukan gubernur yang berlatar belakang militer.

Berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, dari April 1853, Luitenant Kolonel van der Hart ditunjuk menjadi Gubernur Sulawesi dan juga bertindak sebagai komandan militer Celebes. A van der Hart lalu dipromosikan menjadi kolonel, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Juli 1853.

Alexander van der Hart adalah sosok prajurit sejati. Ketika masih masa pemulihan sudah ikut bertempur. Dia di masa muda adalah seorang pemuda yang memiliki sifat berang. Di mata atasannya adakalanya dia dipandang berlebihan dan bahkan meremehkan nyawanya sendiri. Pada bulan Desember 1832 dan dengan keputusan Gubernur Jenderal, dari Januari 1833, selama enam bulan van der Hart non kegiatan. Namun demikian dia tetap bersikap baik dan tidak mabuk-mabukan. Hal ini juga pernah terjadi pada tahun 1930. Dia dinonaktifkan karena sikap berlebihan namun karena berkelakuan baik, muncul keputusan pada Januari 1831 yang mana van der Hart dipanggil kembali dan tak lama kemudian dipromosikan menjadi luitenant satu. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Alexander van der Hart di luar pertempuran adalah pribadi yang juga memiliki sifat sabar. Atasannya sudah tidak perlu menilai soal kemampuan dan keberanian tempurnya, tetapi atasannya selalu menilai perilaku hidupnya. Ternyata pemuda ini sangat baik. Di dalam kehidupan pribadi dia selalu sangat ramah dan vriendelij! Baik hati, penuh kasih, ia juga sangat murah hati, dan di mana pun dia selalu menghindari kecelakaan atau memperbaiki waron, dia tidak onaangewend pasukan zijno. Alexander van der Hart selama 1933 tidak ikut dalam pertempuran. Namun demikian, pada September 1834 dia mendapatkan bintang kehormatan ‘der Militaire Willemsorde, 4de klasse’.

Antara tahun 1849 hingga 1853 perwira terbaik yang ada di Nederlandsch Indie hanya ada duaL Kolonel AV Michiels (Gubernur Sumatra’s Westkust) dan Luitenan Kolonel A van der Hart (Resident Tapanoeli). Mereka berdualah yang kemudian dikirim untuk memimpin ekspedisi ke wilayah yang sulit (dan tengah bergolak).

Alexander van der Hart adalah anak buah terbaik AV Michiels. Luitenant Kolonel AV Michiels adalah komandan yang banyak andil dalam Perang Jawa yang berhasil melumpuhkan pertahanan Pangeran Diponegoro, Pasca Perang Jawa, pada tahun 1834 AV Michiels ditempatkan di Soerabaja yang bertanggungjawab untuk membantu Residen Riezt di bidang keamanan. Namun situasi yang terus memanas di Sumatra’s Westkust, AV Michiels dipromosikan menjadi Komandan ke Sumatra’s Westkust dalam menghadapi Padri. AV Michiels berhasil melumpuhkaa Tuanku Imam Bonjol di Padangsch Bovenlanden (1837) dan Tuanku Tambusasi di Afdeling Mandailing dan Angkola (1838). Atas keberhasilan Michiels ini lalu dipromosikan dan diangkat menjadu Gubernur Sumatra’s Westkust yang pertama tahun 1838. Dalam Perang Padri ini andalan AV Michiels adalah Kaptein A van der Hart, orang yang berani langsung ke jantung pertahanan Bondjol. Setelah selesai Perang Padri, van der Hart kembali ke Jawa. Namun pada tahun 1841 diangkat menjadi mayor dalam staf umum dan kemudian pada tahun yang sama ditunjuk sebagai wakil mendampingi LA Galle (Residen pertama Tapanoeli). Pada tahun 1845 Gubernur Michiels mengangkat Majoor A van der Hart menjadi Residen Tapanoeli (pangkatnya dinaikkan menjadi Luitenant Kolonel).

Berdasarkan berita di surat kabar, sejumlah demonstrasi maritim muncul yang dipicu oleh beberapa pangeran yang dianggap bandel dan kemudian pada bulan Agustus 1853 diadakan ekspedisi ke Paloe, lalu dilangsungkan undangan yang dihadiri secara pribadi oleh van der Hart pada 1854, memiliki hasil terbaik sejauh ini dan membawa banyak penghargaan dan pengakuan dari otoritas dan pengaruh kita. Dengan aplikasi yang tepat dan dengan konsultasi dengan terencana, Kolonel van der Hart melakukannya dengan baik untuk menemukan solusi dan mempersingkat kenaikan signifikan pendapatan negara.

Namun belum lama van der Hart bekerja sebagai Gubernur Celebes, semua yang diraih selama ini menjadi sirna. Pada tanggal 25 malam tanggal 26 Mei 1855 salah satu dari pembantunya, yang sudah lama tidak bekerja lagi di malam hari sudah di rumah tuannya bersembunyi untuk melakukan kejahatan keji. Ini bermula dari sembilan bulan sebelumnya pria itu bersama-sama dengan rekannya yang lainnya melakukan penyerangan terhadap seorang wanita lalu otoritas kehakiman di Makassar memutuskan untuk dihukum. Dua bekas pembantu gubernur ini atas perintah hakim secara terbuka dihukum. Martabat pembantu ini jatuh dan perasaan mereka terluka dan muncul dalam dirinya segera balas dendam. Hukuman sembilan bulan bukan malah mereka untuk bertobat, tetapi malah membuat rencana untuk membahas dendam dengan belati. Pukul dua dini hari, ketika kolonel dengan istri dan anak perempuannya lagi tidur nyenyak di rumah dinas, seorang penyusup mendekati tempat tidur dan melakukan tindakan pertama dengan menghantam kaki tuan rumah. Kolonel melompat dan mengambil senjata dan pembunuh sendiri mendapat satu luka di perut akibat tembakan, tetapi ini tidak mencegah si penyusup kabur tetapi justru sebaliknya sang penyusup mendekat kembali ke tempat tidur. Namun, prajurit tetaplah prajurit. Istrinya yang cemas dan ketakutan telah menyembunyikan diri mereka di bawah. Kemudian si penyusup menyerang kolonel dan sang jagoan perang ini kalah cepat dan terkena pukulan yang mengakibatkan dirinya tersungkur lalu tewas di tempat. Sangat tragis. Hanya oleh tangan seorang pembunuh miskin mengakhiri kehidupan seorang pria yang begitu sering telah terpapar untuk kepentingan tanah air di Nederlandsche Indie karena luput terhadap bahaya perang. Sudah begitu banyak pengorbanan dan kesulitan yang dihadapinya untuk kepentingan negara tetapi tetap mampu menyelamatkan hidupnya. Keberanian tidak takut mati dan ketangkasan memainkan senjata menjadi ciri yang melekat pada dirinya. Kehormatan yang diperolehnya dalam tugas sering disampaikan kepada tentara lain sebagai bukti keberanian dan loyalitas Alexander van der Hart. Kolonel van der Hart tak bisa disangkal merupakan salah satu contoh prajurit terbaik yang dimiliki. Akan tetapi tak terduga van der Hart justru mati konyol ditangan seseorang yang tidak tahu apa-apa. ‘Semoga nama van der Hart selalu tetap lama dalam ingatan kita’ (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, edisi 26, 27 dan 28 Agustus 1856).

Kolonel A van der Hart yang diharapkan dapat menjaga perdamaian dan meningkatkan keamanan di Celebes untuk mempercepat proses pembangunan harus berhenti, karena kematian yang sangat tragis. Jago tembak memang tidak pernah mati tertembak, tetapi dapat mati konyol dengan cara lain bahkan dengan alasan yang sepele dan dengan cara yang justru sangat sederhana. Itulah Kolonel A van der Hart, Gubernur Celebes (1853-1855).

Gubernur Celebes Selanjutnya

Gubernue Celebes, A van der Hart digantikan oleh P Vreede Bik (lihat Almanak 1853). Lalu pada tahun 1855 P Vreede Bik digantikan oleh CA de Brauw, seorang Kolonel Infantri. Gubernur Sumatra’s Westkust pada tahun 1855 masih tetap dijabat Swieten (namun pangkatnya telah naik menjadi Genaral Majoor). Residen Pontianak juga digantikan oleh seorang militer. Ini menunjukkan pada tahun 1855 situasi keamanan di tiga wilayah tersebut mengindikasikan memanas.

Sejauh ini tidak ada perubahan administrasi di Celebes. Demikian, juga Manado dan Buthon (yang untuk sementara dipisahkan dari Celebes) tetap masih berada di bawah administrasi Molukku. Celebes yang terus bergolak, secara administratif tidak berkembang, note bene pembangunan juga menjadi tidak kondusif. Celebes tampak tertinggal dibandingkan wilayah-wilayah lainnya yang sudah sejak lama sudah aman seperti di Jawa, Maluku, Sumatra’s Westkust, Zuid Sumatra, Zuid Borneo dan Manado. Beberapa wilayah yang belum teradministrasi adalah Bali en Lombok, Riaou, Sumatra’s Oostkust, Bataklanden dan Atjeh. Status pemerintahan di berbagai wilayah hingga tahun 1866 lihat tabel.

Gubernur Celebes kemudian digantikan oleh pejabat WE Kroesen, seorang Kolonel Infantri. Pada tahun 1864 meski belum sepenuhnya aman (terutama di pedalaman dan pantai timur), namun di wilayah Makassar dan pantai barat secara administratif sudah jauh berkembang. Ada penambahan satu asisten Residen (selain asisten residen Maros) dan sejumlah controleur di berbagai tempat seperti: Afdeeling Makassar, afd Pankadjenk; Segeriek; afd Oster Districten, Beoloecobo, Bikerok. Zuider Districten, Bantain. Serlaijer. Bhoetan dan Manado masih dipisahkan dari Celebes. Afd Sumbawa dan Manggaij dimasukkan Celebes (menyusul Bima yang sudah dari dulu). Timor teradministrasi sendiri dengan Residen. Untuk Bali belum teradministrasi (sama sekali).

Berdasarkan Staatsblad Tahun 1864 Nomor 123 Residentie Manado terdiri dari: Manado (termasuk Minahasa); Gorontalo; Noordkust Celebes; Sangier dan Talaud eiland. Di luar Gorontalo terdiri dari lima afdeeling: Manado, Kema, Tondano. Amoerang dan Bolaang.

Pejabat Gubernur Celebes WE Kroesen digantikan oleh JA Bakkers pada tanggal 6 Juli 1865 (lihat Almanak 1869). Makassar sebagai ibukota Celebes dimana gubernur berkedudukan, namun secara urban Makassar kurang berkembang. Sebaliknya tampak Manado sudah terdapat lima wijk (urban). Kota Makassar tampaknya hanya berkembang di sekitar benteng Rotterdam.

JA Bakkers (1875)
Pada tahun1869 tidak ada perubahan yang berarti administrasi Gubernur Celebes. Terdapat penambahan controleur di Takalar, Djanepponto. Aloe. Sumbawa dan Manggarai dipisahkan tetapi bertambah wilayah baru Tontoli [Toli-Toli] dengan menempatkan seorang posthouder. Berdasararkan Staatsblad Tahun 1858 Nomor 63, Toli-Toli yang sebelumnya masuk Mnado menjadi bagian dari Gubernur Celebes.

JA Bakkers masih tetap sebagai Gubernur. Pada tahun 1871 di Kota Makassar sudah terdapat lima wijk. Sedangkan di Manado terjadi penambahan dua wijk menjadi tujuh. Catatan: Sejak 1870 fungsi Gebernur di Ambiona telah dilikuidasi dan diturunkan hanya setingkat Residen. Dengan demikian, Gubernur hanya terdapat di Celebes (JA Bakkers) dan Sumatra’s Westkust (Elisa Netscher, sejak 1870). Gubernur Celebes selanjutnya lihat tabel.

Daftar Gubernur Celebes (Sulawesi)
Gubernur Sumatra’s Westkust selanjutnya adalah Hendrik Doirk Canne (1878-1885); RC Kroesen (1885-1889); OM de Munnick (1889-1894); WJM Michielsen (1894-1898); AM Joekes (1898-1902); EA Taylor Weber (1902-1910) dan yang terakhirJ Ballot (1910-1915). Status Gubernur Sumatra’s Westkust dilikuidasi dan statusnya hanya setingkat residen sejak 1915. Sebaliknya Residentie Sumatra’s Oostkust statusnya ditingkatkan dari Residen menjadi Gubernur pada tahun 1915. Fungsi Gubernur di Province Sumatra’s Oostkust berakhir pada tahun 1942.

Pada tahun 1925 di Jawa dibentuk fungsi Gubernur. Gubernur yang pertama adalah Gubernur West Java yang berkedudukan di Batavia (Gubernur WP Hillen). Kemudian pada tahun 1928 diangkat Gubernur Oost-Java (W Ch Hardeman); dan selanjutnya pada tahun 1929 diangkat Gubernur Midden Java (PJ van Gullik). Fungsi tiga gubernur di Jawa ini berakhir tahun 1942 (seiring dengan berakhirnya era kolonial Belanda).

Pada tahun 1941 fungsi Gubernur Celebes dilikuidasi dan statusnya diturunkan setingkat Residen. Gubernur CH ter Laag statusnya menjadi Residen. Sementara pada tahun 1941 dibentuk Gubernur Groote Oost (baca: Indonesia Timur). Gubernur Groote Oost adalah GAW Ch de Haze Winkelman (hinga tahun 1942 berakhirnya era kolonial Belanda).

Dengan demikian pada akhir era kolonial Belanda terdapat lima Gubernur, yakni: Sumatra’s Oostkust, West Java, Midden Java, Oost Java dan Groote Oost.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

3 komentar:

  1. Di Mamuju, tepatnya Kec. Kalukku juga ada, terbukti ada kuburan batu nisan dari batu marmer ukuran 40x30 cm, bertuliskan : in memoriam G. Bubberman Gevallen Vool Zijn Vaderland in juli 1907.
    Info : 081355563563

    BalasHapus
  2. Artikelnya sangat menarik. apakah boleh saya meminta arsip foto/peta terkait Makassar beserta sumbernya. Untuk tahun 1980-1990 an. Email: halisanurrr@gmail.com. Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saudara Lisaaa, saya hanya mengumpulkan dokumentasi secara terbatas hingga tahun 1950an (sejarah lama). Terimakasih

      Hapus