Jumat, 24 Mei 2019

Sejarah Jakarta (46): Sejarah Pasar Tanah Abang; Kanal Kali Krukut, Landhuis Daalxigt, Trem dan Stasion Kereta Api


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pasar Tanah Abang adalah salah satu pasar tertua di Jakarta. Sudah dikenal sejak era VOC. Pasar Tanah Abang masih eksis hingga ini hari. Pasar Tanah Abang diduga setua Pasar Senen. Dua pasar ini menjadi simpul perdagangan antara Kasteel Batavia atau Stad (kota) Batavia dari arah pantai dengan pedalaman. Pasar Senen simpul pedagangan dari pedalaman sisi timur sungai Tjiliwong dan Pasar Tanah Abang simpul perdagangan dari pedalaman sisi barat sungai Tjiliwong. Pada Peta 1682 di tempat dimana kelak dikenal sebagai Tanah Abang sudah ada bangunan rumah orang Eropa/Belanda dan kanal sungai Kroekoet.

Pasar Tanah Abang, 1770-1772
Pada tahun 1650 Pemerintah VOC membangun dua buah benteng (fort) di selatan Stad (kota) Batavia. Dua benteng ini adalah fort Noordrwijk di sisi barat sungai Tjiliwong  (sekitar stasion Juanda yang sekarang) dan fort Rijswijk di sisi timur sungai Kroekoet (sekitar Harmoni yang sekarang; muara sungai Kroekoet di Setoe Tjitajam). Dalam perkembangannya antara dua benteng ini dibangun kanal yakni menyodet sungai Tjiliwong di Noordwijk dan meneruskannya ke sungai Kroekoet di Rijswijk. Kanal ini menjadi semacam barier baru untuk kota (stad) Batavia. Tidak lama kemudian dari kanal ini disodet dengan membangun kanal baru menuju sungai Tjiliwong di stad (kota) Batavia di sekitar Gkodok yang sekarang. Kanal baru ini kini berada diantara jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk yang sekarang.dan dibenteng Sebelum tahun 1682 sungai Kroekoet divermak menjadi kanal dari hulu hingga ke benteng (fort) Rijswijk. Suatu kanal yang menarik garis lurus sungai Kroekoet dari Tanah Abang hingga ke Rijswijk.

Pada waktu yang relatif sama, di tenggara benteng (fort) Noordwijk Cornelis Chastelein membuka lahan untuk perkebunan. Pada tahun 1697, Chastelein sudah memiliki sebuah rumah dan dua pabrik gula di area baru ini. Area kepemilikan Cornelis Chastelein ini kemudian dikenal sebagai Weltevreden. Setahun sebelumnya tahun 1696 Cornelis Chastelein juga membuka lahan di Sringsing (kini Lenteng Agoeng) dan kemudian pada tahun 1704 Cornelis Chastelein membeli lahan baru di Depok.

Add caption
Pada tahun 1733 peninggalan Cornelis Chastelein ini dibeli oleh Justinus Vinck. Sejak itu muncul pasar di lahan yang dimiliki Vinck tersebut. Pasar ini disebut Pasar Senen.  Cornelis Chastelein adalah pendiri Weltevreden dan Justinus Vinck adalah pendiri Pasar Senen. Adakalanya Pasar Senen disebut Pasar Vincke. Siapa yang pernah memiliki Land Tanah Abang tidak diketahui secara Jelas. Pada lukisan yang dibuat tahun 1772 terlihat pos Rijswijk di persimpangan jalan dari arah Tanah Abang (selatan) dan dari Noordwijk (timur) ke arah Molenvliet (utara). Seperti kita lihat nanti pada Peta 1825 di Tanah Abang disebut landhuis Daalxigt. Nama land Tanah Abang disebut land Daalxigt. Lantas apakah Daalxigt nama orang yang pernah memiliki land tersebut?

Keberadaan Pasar Tanah Abang kali pertama disebut Johannes Rach dalam lukisan tahun 1770-1772. Rach menyebut nama pasar itu Pasar Nabang (baca: Pasar Tanah Abang). Jaraknya sekitar 2.5 pal dari batas Batavia dan 5 pal dari Stad (kota) Batavia. Lukisan lain dari Johannes Rach (1770-1772) adalah Pasar Senen. Dalam lukisan terlihat lurus ke selatan adalah jalan Kramat menuju Buitenzorg. Sementara jalan ke arah barat menuju Pasar Tanah Abang. Jalan ini kini dikenal sebagai jalan dan jembatan Kwitang. 

Pasar Senen di Weltebreden, 1770-1772
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Itulah awal keberadaan Pasar Senen atau Pasar Vinck atau Pasar Weltevreden dan awal keberadan Pasar Tanah Abang. Dua pasar besar yang sudah eksis sejak era VOC yang saling terhubung dekat di selatan kota (stad) Batavia.

Pasar Tanah Abang Era Pemerintah Hindia Belanda

Nama Pasar Tanah Abang baru muncul kembali ke permukaan pada era Pemerintah Hindia Belanda tahun 1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 28-12-1810). Nama-nama pasar yang ada saat itu adalah pasar yang berada di Meester Cornelis (kini Jatinegara); Weltevreden (Pasar Senen atau Pasar Vincke); Tanah Abang, Poelo Gadong; Tjilintjing; Tjiassem; Tjintiga; Bazaar Baroe (Palmerah?); Bazaar Lama (Kebajoran?); dan Simplicitas (Pondok Laboe). Pasar-pasar ini adalah pasar dimana terdapat orang Eropa/Belanda dan kantor polisi (lihat Java government gazette, 30-01-1813).

Landhuis Daalxigt di Tanah Abang (Peta 1825)
VOC setelah bekuasa sejak 1619 di Batavia, dibubarkan pada tahun 1799. VOC kemudian diakusisi oleh Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan ini baru efektif berjalan ketika Herman Willem Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal pada tanggal 5 Januari 1808. Pada tahun 1810 terbir surat kabar bebahasa Belanda, Bataviasche koloniale courant dengan edisi pertama 5 Januari 1810. Pada tahun 1811 kekuasaan diambilalih oleh Inggris dan Daendels digantikan oleh Letnan Jenderal Raffles pada tanggal 15 Mei 1811. Sejak pendudukan Inggris muncul surat kabar berbahasa Inggris Java government gazette (edisi pertama 29-02-1812). Setelah kembalinya Belanda berkuasa pada tahun 1816 muncul kembali surat kabar bwerbahasa Belanda, Bataviasche courant (edisis pertama 20-08-1816).

Pada tahun 1817 terdapat sebanyak 16 buah pasar di seputar Batavia (lihat Bataviasche courant, 19-07-1817). Pasar-pasar tersebut berada di Weltevreden, Meester Cornelis,Tjilintjing, Bekassi. Kedaung, Tjabang Boengie, Tandjoeng Oost, Pondok Gede, Tanah Abang, Tandjong West, Tangerang, Bazaar Baroe Grinding, Maoek, Djengot, Pondok Laboe dan Tjiassem. Disebutkan, terhadap pasar-pasar ini dikenal pajak sebesar lima persen.

Tanah Abang (Peta 1625)
Pasar-pasar ini terkoneksi satu dengan yang lainnya. Pasar Weltevreden terhubung dengan Pasar Meester Cornelis di sisi timur sungai Tjiliwong/ Pasar Meester terkoneksi dengan Pasar Pondok Gede dan Pasar Bekassi ke timur dan Pasat Tandjong Oost (Pasar Rebo) ke selatan. Sementara di sisi barat sungai Tjiliwong, Pasar Tanah Abang terkoneksi ke selatan Pasar Tandjoeng West (Pasar Minggu) dan Pasar Pondok Laboe. Pasar Tanah Abang terkoneksi ke barat Pasar Kedaung, Pasar Baroe Grinding dan Pasar Tangerang.

Pada Peta 1825 di Pasar Tanah Abang teridentifikasi sejumlah bangunan. Bangunan-bangunan di Pasar Tanah Abang ini terlihat agak terpencil jauh dari keramaian di Rijswijk, Noordwijk dan Weltevreden. Pada Peta 1825 Pasar Senen di Weltevreden tampak sangat besar, jauh lebih besar jika dibandingkan Pasar Tanah Abang,

Tanah Abang (1867)
Pasar Senen berkembang pesat diduga karena berada di keramaian dimana pemukiman Eropa/Belanda terdapat di Weltevreden. Apalagi sejak awal era Pemerintah Hindia Belanda, Weltevreden telah dipilih menjadi ibukota baru menggantikan Batavia. Di Weltevreden dibangun Istana Gubernur Jenderal dan Kampement/garnizun militer yang besar. Pasar Tanah Abang yang tempatnya terpencil pada era VOC dapat juga diakses melalui air (kanal Kroekoet). Keberadaan kanal antara Tanah Abang dan Noordwijk tumbuh pemukiamn Eropa/Belanda.

Pada Peta 1825 sisi selatan Rijswijk dan Noordwijk sudah jauh berkembang dengan dibentuknya Koningsplein. Di sisi selatan Koningsplein Land Kebon Sirih telah berubah menjadi area pemukiman Eropa/Belanda. Area pemukiman Eropa.Belanda ini berada di dalam lingkar jalan penghubung antara Pasar Senen di Weltevreden dengan Pasar Tanah Abang.

Pasar Tanah Abang (Peta 1866)
Dalam hal ini jalan lingkar antara Pasar Senen di Weltevreden dan Pasar Tanah Abang adalah jalan yang melalui jembatan Kwitang dari Weltevreden. Lalu jalan ini menuju Prapatan (persimpangan). Dari Prapatan menuju Land Kondangdia menuju Tanah Abang. Prapatan ini adalah persimpangan jalan antara Weltevreden dan Tanah Abang dengan jalan kuno sejak era Padjadaran yakni jalan dari Buotenzorg, Pasar Minggu (Tandjoeng West), Doeren Kalibata, Tjikini, Kebon Sirih melalui Koningsplein, Noordwijk hingga ke (pelabuhan) Sunda Kalapa. Sampai sejauh ini (Peta 1825), Tanah Abang adalah tempat terjauh keramaian (pemukiman) orang Eropa di sisi barat sungai Tjiliwong. Sementara di sisi timur sungai Tjiliwong tempat terjauh keramaian (pemukiman) orang Eropa.Belanda sudah sampai ke Meester Cornelis.      

Pada Peta 1866 situasi dan kondisi di Tanah Abang tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi tahun 1825 (Peta 1825). Di sekitar Tanah Abang masih terkesan kawasan pasar dan pemukiman yang dikelilingi oleh kebun/tegalan dan persawahan serta kebun-kebun orang Eropa.Belanda. Meski terpencil dari arah Batavia, tetapi Tanah Abang terhubung dengan baik ke tiga arah jalur ekonomi/perdagangan yakni: ke arah barat ke Grogol dan Tangerang; ke arah selatan  sisi barat sungai Grogol ke Bazaar Baroe (Palemerah), Kebajoran, Tjipoetat ke Buitenzorg. Sementara ke arah selatan sisi timur sungai Grogol ke Mampang, Bangka, Simplicitas (Pondok Laboe), Tjinere, Parong dan Buitenzorg.

Landhuis Tanah Abang, 1880 dan Keluarga Bik
Pada Peta 1825 land di Tanah Abang disebut Land Daalxigt (nama asing seperti halnya Land Struiswijk di Salemba). Pada tahun 1850 Tanah Abang sudah disebut sebagai wijk (semacam kelurahan). Keluarga Bik sekitar tahun 1860an adalah  pemilik Land Tanah Abang (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1860).Pada foto tahun 1880 tampak landhuis Tanah Abang berada di sebuah tikungan jalan.

Moda Kereta Api Menuju Pasar Tanah Abang

Land Tanah Abang atau Land Daalxigt lambat laun menjadi sangat ramai. Tanah Abang dalam perkembangannya status administrasinya telah berubah menjadi wijk. Pasar Tanah Abang juga menjadi pusat perekonomian dan perdagangan yang penting di sekitar Batavia. Pasar Tanah Abang adalah pasar swasta. Pada tahun 1862 Pasar Tanah Abang adalah pasar ketiga terbesar berdasarkan nilai pajak yang diterima oleh pemerintah (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 08-01-1862). Disebutkan nilai pajak Pasar Tanah Abang tahun lalu sebesar f15.000. Nilai pajak terbesar adalah Pasar Pintor Ketjil sebesar f26.000 dan di posisi kedua adalah Pasar Senen dengan nilai pajak f24.000. Pada urutan berikutnya ditempati oleh Pasar Meester Cornelis dan Pasar Tangerang masing-masing dengan nilai pajal sebesar f8.000.

Jalur trem di Rijswijk (Harmonie), 1880
Pada tahun 1864 muncul usulan untuk pembangunan moda transportasi kereta api di Residentie Batavia. Dalam rencana ini usulan yang muncul adalah membangunan jalur kereta api dari Batavia ke Buitenzorg via Meester Cornelis, Bekasi, Tjibinong. Sementara pembangunan jalur kereta api tidak kunjung terealisasi, pada tahun 1867 muncul gagasan pembangunan moda transportasi trem (tramway) yang menghubungkan tempat-tempat penting di Batavia dan Meester Cornelis (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-08-1867). Disebutkan jalur trem ini dimulai dari Klein Boom melalui Molenvliet dengan persimpangan di Harmoni hingga Pasar Tanah Abang ke arah barat. Untuk ke arah selatan melalui Harmoni terus ke jembatan Sluisburg (stasion Juanda yang sekarang) terus ke Pasar Senen hingga Meester Cornelis. Jalur tambahan akan dibuat kemudian dari Molenvliet ke Sawah Besar hingga ke Pasar Baroe.

Trem di Tanah Abang, 1880
Pada tahun 1869 pembangunan trem sudah sampai ke Tanah Abang di barat dan Kramat di selatan (lihat De locomotief, 09-07-1869). Pada tahun 1870 jalur trem sudah selesai semua yang direncanakan hingga ke Meester Cornelis (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 29-08-1870). Foto 1880 memperlihat jalur trem dari Molenvliet di Rijswijk (gedung Societenit Harmoni) menuju Tanah Abang (lurus) dan belok di depan gedung Harmoni ke Senen dan Meester Cornelis. Pekuburan di sisi barat jalan dari Harmonie ke Tanah Abang adalah pekuburan orang Eropa/Belanda. Banyak pejabat sejak era VOC dikubur di pekuburan ini. Lahan pekuburuan ini besar dugaan adalah bagian dari Land Tanah Abang. Administratur pekuburuan Tanah Abang ini adalah A Nijs Bik.

Stasion Tanah Abang (Peta 1897)
Pada tahun 1870 realisasi pembangunan jalur kereta aspi dari stad (kota) Batavia terlaksana. Namun jalurnya tidak melalui Meester Cornelis di Jatinegara yang sekarang, tetapi di Meester Cornelis di Boekit Doeri yang sekarang. Jalur kereta api mulai dari Klein Boom, ke stad (kota) melalui Sawah Besar, Noordwijk (stasion Juanda yang sekarang), Koningsplein di Weltevreden, Kondangdia, Pengaangsaan terus ke Meester Cornelis (dipo Boekit Doeri yang sekarang. Pada tahun 1871 jalur kereta api dari Meester Cornelis diteruskan hingga ke Buitenorg melalui Depok dan selesai pada tahun 1873.

Pada tahun 1880 jalur kereta api dari Batavia ke arah selatan diperluas dari Buitenzorg hingga Bandoeng dan selesai pada tahun 1883. Setelah itu jalur kereta api dari Batavia ke arah barat dan timur dikembangkan. Jalur ke timur dari stasion kota (stad) Batavia (Beos) melalui Kemajoran, Senen, Meester Cornelis (Jatinegara) Tjakoeng dan Bekasi (kemudian diperluas hingga ke Karawang. Jalur ke barat melalu Angke ke Tangerang via Doeri dan dari Angke/Doeri ke Tanah Abang. Dalam perkembangannya jalur kereta api dari Tanah Abang diperluas hingga ke Rangkas Bitoeng melalui Palmerah, Kebajoran, Serpong dan seterusnya. Dalam perkembangan berikutnya jalur lintas kereta api dari Gondangdia dibangun menuju stasion Tanah Abang.

Trem listrik di Tanah Abang, 1900
Bersamaan pengembangan jalur kereta api dari Tanah Abang ke Rangkas Bitoeng, juga jalur lintas dibangun dari stasion BEOS melalu Kebon Sirih (sekitar stasion Gondangdia yang sekarang) berbelok ke kawasan Gondangdia terus ke Tanah Abang. Dengan demikian dari stasion BEOS ke stasion Tanah Abang dapat ditempuh melalui dua jalur yakni melalui Angke/Doeri dan melalui Koningsplein/Gondangdia. Pada tahun 1897 trem yang selama ini menggunakan mesin uap dikembangkan menjadi trem listrik yang dioperasikan mulai tahun 1899.

Dengan dibukanya jalur lintasan dari stasion BEOS ke stasion Tanah Abang melalui Gondangdia, stasion Tanah Abang menjadi salah satu stasion yang memiliki interchange yang paling kompleks. Oleh karenanya stasion Tanah Abang termasuk salah satu stasion yang sangat sibuk setelah stasion BEOS di stad (kota) Batavia. Ini seakan melengkapi posisi Pasar Tanah Abang di Land Daalxigt sejak doeloe merupakan tempat pertemuan jalur perdagangan dari berbagai arah (Kebajoran, Mampang, Grogol dan Rijswijk. Akibatnya Pasar Tanah Abang dari waktu ke waktu tetap menjadi pusat perekonomian/perdagangan yang penting baik sejak era pedati maupun setelah era moda kereta api.

Stasion Tanah Abang, 1910
Stasion Tanah Abang berada di sisi barat kanal Tanah Abang. Namun bukan kanal yang pertama (kanal sungai Kroekoet dari Rijswijk) tetapi kanal baru yang dibangun tahun 1875 dari Land Tanah Abang ke (muara) Angke. Kanal ini dibangun untuk menghalangi banjir di wilayah Batavia dan juga untuk kanal pemadu sungai-sungai yang mengalir ke pantai seperti sungai Grogol dan sungai Angke.

Pasar Tanah Abang, 1930
Pada tahun 1903 jalur lintasan dari stasion Kebon Sirih (kini stasion Gondangdia) yang melalui Land Gondangdia ke Tanah Abang ditutup. Hal ini karena adanya pembangunan jalur lintasan baru dari Land Struiswijk di Salemba dari jalur kereta api Batavia-Karawang ke stasion Tanah Abang via Tjikini dan Menteng. Jalur yang sebelumnya dari stasion BEOS ke Tanah Abang kini beralih menjadi dari stasion BEOS via Kemajoran dan Salemba ke Tanah Abang di Tjikini (juga dari Buitenzorg ke Tanah Abang via Tjikini). Pasar Tanah Abang, 1930

Moda transportasi air di Tanah Abang, 1905
Satu yang kerap terlupakan akses menuju Pasar Tanah Abang adalah moda transportasi air melalui kanal-kanal yang dibuat sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Di kanal-kanal ini hilir mudik perahu-perahu yang membawa orang dan barang. Tentu saja perahu-perahu itu juga untuk membawa ternak. Lalu lintas air menuju Pasar Tanah Abang tidak hanya dari Harmonie tetapi juga dari Angke dan Manggarai. Namun karena moda transportasi ini telah lama menghilang, kini sering terlupakan dalam pertumbuhan dan perkembangan awal pusat perekonomian dan perdagangan di Pasar Tanah Abang. Moda transportasi air di Tanah Abang, 1905

Kanal Manggarai dan Angke di Pedjompongan (Peta 1925)
Pembangunan kanal sejak era VOC di Tanah Abang sudah ada. Kanal ini adalah penarikan garis lurus sungai Kroekoet dari Rijswick (kini Harmoni) ke arah Land Daalxigt di Tanah Abang. Kanal ini selain untuk drainasi juga dirancang untuk moda transportasi air dari Rijswijk ke hulu di Tanah Abang. Pembangunan kanal berikutnya di  Tanah Abang dilakukan dengan menyodet sungai Kroekoet di sekitar Pedjom[ongan dengan membangun kanal untuk menyalurkannnya ke arah Angke dan bermuara di Moeara Baroe (karena itu disebut muara baru). Pembangunan kanal ini dilakukan antara tahun 1870 hingga 1890. Kanal ini melengkapi dua kanal sebelumnya yang telah mengawal bandjir di Batavia yang dibangun pada era VOC yakni kanal Molenvliet dan kanal Goenoeng Saharie. Pembangunan kanal selanjutnya adalah pembangunan kanal Manggarai dengan membangun kanal sepanjang Menteng terus ke Tanah Abang yang diintegrasikan dengan kanal sebelumnya ke arah Angke dan Moera Baroe. Pembangunan kanal ini bersamaan dengan pembangunan stasion Manggarai pada tahun 1918. Tanah Abang (Peta 1925)
.
Pada tahun 1918 terjadi perubahan spasial yang drastis yakni pembangunan stasion besar Manggarai. Dalam pembangunan stasion Manggarai dibangun lintasan baru via jalan Matraman untuk menghubungkan jalur Batavia-Buitenzorg dan jalur BEOS-Meester Cornelis (Jatinegara). Pembanguan stasion Manggarai ini juga dintegrasikan dengan pembuatan kanal baru dari sungai Tjiliwong melalui Menteng (Goentoer dan Doekoeh) terus ke kanal Tanah Abang. Atas permintaan pengembang perumahan Menteng, jalur kereta api ke Tanah Abang via Menteng di Tjikini digeser ke Manggarai melalui sisi utara kanal terus ke stasion Tanah Abang. Proyek integrasi ini selesai seluruhnya pada tahun 1921. Sejak adanya stasion Manggarai, stasion Meester Cornelis di Boekit Doeri ditutup (dijadikan dipo).

Foto udara stasion dan dipo Tanah Abang, 1943
Sejak pembangunan stasion Manggarai pengembangan jalur kereta api selesai sudah dan tidak pernah berubah hingga kini. Stasion Tanah Abang tidak hanya bisa diakses dari Buitenzorg dan Meester Cornelis (Jaribnegara) dari Karawang, juga stasion Tanah Abang masih bisa diakses dari stasion BEOS. Tentu saja stasion Tanah Abang bisa diakses dari Rangkas Bitoeng dan Tangerang. Sebagai stasion interchange, stasion Tanah Abang juga ditetapkan stasion yang memiliki Dipo (seperti halnya stasion Manggarai dan stasion BEOS serta stasion Buitenzorg, Itulah keutamaan stasion kereta api Tanah Abang.

Itulah sejarah panjang secara singkat Pasar Tanah Abang sejak era moda pedati hingga moda kereta api.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar