Rabu, 21 Oktober 2020

Sejarah Kalimantan (30): Putussibau, Sungai Kalimati di Kalimantan Barat; Kota Baru di Hulu Sungai Kapuas (Muara Sungai Sibau)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini 

Putussibau, bukan Parit Putus di Padang, tetapi Kalimati di Jawa. Putussibau di hulu sungai Kapuas, pedalaman pulau Borneo adalah Kalimati sungai Kapuas di muara sungai Sibau. Bingung, bukan? Bingung adalah awal keingintahuan. Metode keingintahuan mengapa disebut Putussiabau adalah metode sejarah berdasarkan fakta dan data yang dianalisis dengan baik dan diinterpretasi dengan benar. Itulah syarat perlu untuk mengetahui awal sejarah Kota Putussibau.

Sungai Kapuas sudah dikenal sejak jaman kuno, yang disebut sungau Laue atau Lauwe (hingga era VOC). Pada era Pemerintah Hindia Belanda nama sungai yang kemudian disebut sungai Lawai atau Melawi diubah dengan nama sungai Kapoeas (nama sungai Melawi direduksi hanya sampai pada muara sungai di Sintang). Orang Eropa pertama menyusuri sungai Kapoeas baru dilakukan pada era Pemerintah Hindia Belanda. Ekspedisi pertama yang kemudian dikompilasi dan dilaporkan DWC Baron van Lynden pada tahun 1847. Ekspedisi kedua dilakukan komandan kapal Letnan J Groll pada bulan Junij dan Julij 1851. Ekspedisi ketiga yang disarikan oleh Algemeene Secretaris, Gouvernements-Commissaris voor de Wester-afdeeling van Borneo, A. Prins. Ekspedisi Prins yang menyusuri sungai Kapoeas hinga ke hulu terjauh dimulai dari Pontianak pada tanggal 2 Maret dan tiba kembali di Pontionak pada tanggal 6 April 1855. Pada ekspedisi ketiga inilah orang Eropa (pertama) mencapai sungai Sibau. Laporan A Prins ini dipublikasikan pada Nederlandsche staatscourant, 03-07-1855.

Bagaimana sejarah Putussibau di kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat secara lengkap? Yang jelas kota Putussibau adalah kota yang dibangun baru di sisi sungai Kapoeas di dekat sungai Sibau. Pada jaman kuno sungai Kapoeas membentuk ‘kalimati’ di dekat muara sungai Sibau. Pada hilir sungai kalimati didirikan kota baru yang menadopsi nama yang diberikan penduduk yakni Poetoes Sibaoe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Permulaan nama Poetoessibau dan permulaan nama Putussibau menjadi kota. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Putussibau di Muara Sungai Sibau

Wilayah hulu sungai Kapoeas paling hulu pada awalnya dapat dikatakan sebagai wilayah yang belum teridentifikasi. Penduduknya, penduduk asli cenderung nomaden di berbagai daerah aliran sungai. Menurut laporan A Prins (1855) mereka mengidentifikasi diri sebagai (Dajak) Taman dan Kaijan. A Prins menyebutkan penduduk Tamaus dan Kaijan belum pernah terhubung (dalam arti diplomasi) dengan kerajaan-kerajaan Melayu di arah hilir (Bonut, Selimbau, Souwahid, Silat, Sintang, Sekadau, Sanggau, Melieau dan Tajan). Oleh karena itu dua suku Dayak ini tidak memiliki hutang kepada Melayu alias independen.

Ekspedisi yang menggunakan kapal perang Onrust ini tiba di muara sungai Sibau (yang berhulu di gunung Lawit). A Prins di muara sungai ini bertemu dengan banyak pimpinan Taman dan Kaijan. Titik terjauh yang dikunjungi kapal hanya sampai di kampung Samoes (Kaijan) di sungai Mendallam (muara sungai Samoes di sungai Mendalam) pada tanggal 24 Maret. Kampong ini terdiri dari empat bangunan, bangunan terbesar menampung 80 keluarga yang masing-masing memiliki tempat sendiri. Di sungai Mendalam A Prins menerima kedatangan dua perahu orang Dajak Poenan yang berada di wilayah arah hulu sungai Kapoeas. Mereka ini tidak menetap, tidak memanfaatkan hasil hutan tetapi hanya hasil perburuan dan penangkapan ikan. Inilah gambaran situasi terawal yang diketahui di sekitar kota Putussibau.

Untuk memusatkan semua kampong-kampong yang berada di ujung sungai hulu sungai Kapoeas (Borneo Barat) dibentuk kota baru sebagai tempat kedudukan orang Eropa. Kota baru ini berada diantara kampong-kampong besar Poelau Djoelaud (sungai Sibau), Easibir, Melapi dan Pagoeng (sungai Mendalam).

Lokasi kota Poetoessibau dibangun di area kosong di sisi selatan sungai Kapoeas, yang berseberangan dengan muara sungai Sibau. Muara sungai Sibau bercabang dua di sungai Kapoeas yang dalam peta-peta awal membentuk pulau yang diidentifikasi sebagai pulau Keret. Seperti biasanya orang Belanda dalam membangun kota memilih di area kosong yang jauh dari area perkampongan penduduk asli namun strategis. Area yang dipilih dan ditetapkan adalah titik dimana pusat kota Putussibau yang sekarang.

Dalam perkembangannya setelah muncul kota Eropa terbentuk kampong Nanga Mendalam (di muara sungai Mendalam). Kampong Nanga Mendalam ini diduga adalah kampong baru (urban) bukan relokasi kampong Soemoes ke muara. Sebagai perkampongan urban, penduduk kampong ini beragam asal-usul kampong halaman (dari Dajak Taman dan Kajan).

Pertanyaannya sejak kapan kota Putussibau dibangun? Peta-peta yang lebih tua seperti Peta 1861 belum teridentifikasi nama kota Putussibau. Demikian juga pada Peta 1877 belum teridentifikasi. Nama Putussibau sudah diidentifikasi pada Peta 1896. Dalam peta ini disebut tempat kedudukan Controlur onderafdeeling Boven Kapoeas (Afdeeling Sintang). Onderafdeeling Boven Kapoeas ini terdiri dari lanskap Boenoet dan wilayah lainnya ke hulu sungai Kapoeas. Pada Peta 1919 di seberang kota Poestoessibau sudah terbentuk kampong Nanga Mendalam. Pada Peta 1914 nama kampong ini belum ada.

Lantas mengapa nama kota di onderafeeling Boven Kapoeas ini disebut Poetoessibau. Nama ini unik (tidak ditemukan di tempat lain), suatu nama yang mengacu pada nama (muara) sungai Sibau. Meski kota baru, tentulah nama itu diadopsi dari nama lama yang sudah eksis di sekitar. Pemerintah Hindia Belanda dalam menetapkan nama tempat sesuai dengan nama yang sudah ada, sebab nama geografis adalah penanda navigasi baik penduduk lokal maupun penduduk pendatang (asing).

Secara teoritis penamaan tempat Poetoessibau sebagai berikut: Nama ini didasarkan pada dua kata Sibau dan Poetoes. Sibau adalah nama sungai, sedangkan kata Poetoe dapat diartikan suatu yang putus (lepas). Di wilayah sekitar terutama di sebelah utara sungai di dalam peta-peta adalah area rawa yang menandakan kerap terjadi banjir. Sisa banjir adakalanya tertahan menjadi danau atau rawa. Hal inilah yang menyebabkan secara spasial sungai Sibau bercabang di muara (masuk ke sungai Kapoeas). Pada masa lampau cabang sebelah hulu beruara ke sungai Kapoeas dari arah barat yang mana sungai Kapoeas seperti bentuk huruf S (lihat peta). Sungai Sibau seakan menerjang sungai Kapuas pada punggung cekungan atas. Oleh karena area muara sungai Sibau area basah (kerap banjir dan banyak rawa), dengan tekanan arus sungai Kapoeas yang secara terus menerus menyebabkan tanah yang menghubungkan sungai pada cekungan bawah (S) jebol (pada saat terjadinya banjir besar). Bagian sungai pada cekungan bawah (S) menjadi terisolir (arus tidak begitu kuat). Proses alam inilah yang diduga diidentifikasi penduduk sebagai sungai-kali Poetoes (Kalimati). Lambat laun sungai yang terisolir ini terbentuk sedimentasi dan juga terjadi perkembangan luasan vegetasi (menjadi area rawa). Sungai terisolir ini banyak ditemukan di pantai utara pulau Jawa yang disebut sungai Kalimati sebagaimana di Kalimantan sendiri (khususnya antara Suhaid dan Putussibau). Sementara itu, cabang sungai Sibau yang di sebelah hilir semakin lama terisolir karena faktor arus yang semakin kuat pada cabang yang di sebelah hulu. Di sebelah hilir Kalimati ini diletakkan kota yang baru oleh Peerintah Hindia Belanda (dalam hal ini Kalimati sendiri menjadi barier untuk kota jika terjadi banjir).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perkembangan Lebih Lanjut Putussibau di Kapuas Hulu

Tunggu deskripsi lengkapnya



*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar