Senin, 15 Maret 2021

Sejarah Papua (24): Pulau Daru di Selatan Papua, dari Sabang hingga Merauke; Daru Aceh hingga Daru Merauke via Morotai

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Papua dalam blog ini Klik Disini 

Ada nama pulau Daru di pantai selatan Papua sebelah tenggara Merauke (di muara sungai Bensbach di Morehead). Tentu saja ada nama pulau besar di barat Merauke, Pulau Aru. Okelah, itu boleh jadi kebetulan nama Daru mirip nama Daru. Namun nama Daru tempo doeloe tidak hanya ada di pantai selatan Papua, tetapi juga terdapat nama Daru di Atjeh. Lantas, apa hubungannya? Mungkin kebetulan ada nama Daru dari Sabang hingga Merauke. Nama Daru ternyata ada di wilayah Ternate, tepatnya di Pulau Morotai (Daruba). Apakah itu semua serba kebetulan?

Wilayah pantai selatan Papua sudah sejak lama dikenal. Sungai Bensbach di masa lampau kerap dihubungkan dengan dua nama sungai, yakni sungai Maro di sebelah barat perbatasan (bagian wilayah Merauke) dan sungai Morehead di sebelah timur perbatasan (bagian wilayah Papua Nugini). Nama sungai Maro dan nama sungai Morehead cukup menarik karena mirip (Maro, More dan Moro, Moor), lebih-lebih jika dihubungkan dengan nama pulau di pantai selatan, Lebih selatan lagi dari Pulau Daru nun jauh di Selandia Baru yang sekarang sejak tempo doeloe sudah dikenal nama teluk Matua dan teluk Maori. Nama Matua kini menjadi nama saya dan nama Maori menjadi salah satu etnik (penduduk asli) di negara Selandia Baru (New Zealand).

Lantas bagaimana sejarah Pulau Daru di pantai selatan Papua? Pulau ini sebenarnya pulau kecil di dekat muara sungai Bensbach. Oke tidak masalah besar atau kecil. Sebab pulau Onrust juga adalah pulau kecil di teluk Soenda Kalapa yang menjadi pusat penaklukan kerajaan Jacatra (yang lalu didirikan Batavia); pulau Mansianam (dekat kampong Manokwari) juga pulau kecil, tetapi dari pulau inilah penyebaran agama Kristen bermula di Papua. Lalu bagaimana sejarah Pulau Daru bermula di pantai selatan Papua? Yang menarik adalah nama pulau itu sendiri disebut Pulau Daru, nama yang sudah ada sejak zaman kuno di Tapanoeli dan di Atjeh. Bagaimana itu semua terhubung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Daru Tempo Doeloe: Dari Sabang hingga Merauke

Laut antara (pulau) Papoea dan (benua( Australia dikenal sebagai Selat Torres, Dari nama selat (nama Portugis), itu berarti bahwa kawasan pantai selatan Papua ini sudah dikenal sejak era Portugis. Namun tidak diketahui kapan pelaut-pelaut Portugis mencapai selat tersebut. Yang jelas pelaut-pelaut Portugis mengikuti rute navigasi pelayaran orang-orang Moor.

Pelaut-pelaut Portugis tahun 1511 menaklukkan Malaka dan pada tahun yang sama pelaut-pelaut Portugis juga berhasil mencapai (kepulauan) Maluku. Yang jelas, bahwa dalam peta-peta awal Portugis (1513) sudah dikenal nama Makassar, Timor, Aru, Banda, Seram dan (kepulauan) Maluku. Kepulauan Maluku yang dimaksud adalah pulau-pulau pernghasil rempah-rempah di Ternate, Tidore dan Batjan. Orang-orang Moor yang berpusat di Semenanjung dekat kota Malaka (Muar) sudah beberapa abad mencapai kepulauan Maluku (merekalah yang memperkaya kerajaan Ternate menjadi kesultanan yang kuat). Jauh sebelum kerajaan Ternate menjadi besar, di seberang kota Malaka di pantai timur pulau Sumatra sudah sejak lama eksis kerajaan Aru, kerajaan yang pernah menyerang Malaka. Kerajaan Aru ini beraa di daerah aliran sungai Baroemoen (B-aroe-moen; aroe dala bahasa India selatan adalah air atau sungai). Kerajaan Aru ini diperkuat oleh orang-orang Moor (beragama Isllam dari Afrika Utara, sekitar Marokko). Kerajaan Aru lebih tua dari Kerajaan Aceh, Pasai dan Daya. Kerajaan Aru muncul setelah era Hindoe-Boedha di daerah aliran sungai Baroemoen berakhir. Situs percandian di daerah aliran sungai Barumun (candi-candi Padang Lawas) masih eksis hingga ini hari. Candi Padang Lawas ini dibangun sekitar abad ke-11 (pada era Dinasti Cola). Kerajaan Aru ini pernah dikunjungi oleh utusan Portugis di Malaka (Mendes Pinto)pada tahun 1543. Dalam buku Mendes Pinto Kerajaan Aru ini ditulis sebagai Aru Batak Kingdom yang dicatat dalam bahasa Portugis sebagai de Aru atau d’Aru yang juga disingka Daru.

Di selat Torres inilah terdapat pulau yang disebut Pulau Daru, pulau yang berada dekat pantai selatan Papua di sekitar muara sungai Bensbach. Di sebelah barat Pulau Daru ini (pantai barat Papua) terdapat Pulau Aru. Daerah daratan pulau Daru ini dicatat oleh orang-orang Inggris kemudian sebagai wilayah Morehead (kini distrik Morehead, Papua Nugini).

Di sekitar Pulau Aru, dalam peta-peta lama diidentifikasi Pulau Quay, merujuk pada nama muara sungai di pulau. Nama pulau Quay ini merujuk pada nama Portugis yang diartikan sebagai kuala. Nama pulau Quay pada era VOC dicatat sebagai pulau Key (pergeseran dari nama Quay). Oleh karena itu nama (pulau) Aru lebih tua dari nama (pulau) Key. Nama Pulau Aru juga terdapat di selat Malaka (Pulau Aru). Pulau ini berada di antara kerajaan Malaka (Semenanjung) dan kerajaan Aru (pantai timur Sumatra). Pulau Aru ini lebih dekat ke daratan pulau Sumatra. Nama pulau ini diduga kuat merujuk pada nama Kerajaan Aru. Nama pulau Aru hanya ditemukan di dua tempat yakni di selat Malaka dan di laut Arafuru.

Nama Daru juga terdapat di ujung pulau Sumatra di Atjeh, suatu nama tempat dan sungai yang mengalir di tempat ini juga disebut sungai Daru. Ketika kota (stad) Atjeh dibangun baru di arah pedalaman (sungai Krieng Atjeh), sungai Daru disodet untuk membangun kanal, yang mana kanal ini melalui kota (Atjeh) dan bermuara ke sungai Krueng Atjeh. Kanal kota Atjeh ini juga disebut sungai (kanal) Daru,

Pada era Hindoe-Boedha, kerajaan-kerajaan sudah banyak ditemukan di Jawa dan Sumatra. Dua kerajaan di bagian utara Sumatra diantaranya adalah Lambri dan Aroe, Kerajaan Lambri di pantai timur laut menjadi kerajaan Islam (menjadi cikal bakal Kerajaa Atjeh). Berdasarkan laporan Mendes Pinto, 1543 bahwa Kerajaan Aroe sedang mempersiapkan perang melawan Kerajaan Atjeh karena dua anaknya terbunuh di Lingau (sekitar daerah Karo) dan Nagur (sekitar daerah Sialungun). Kerajaan Lingau wilayahnya mencapai ke wilayah paling utara Sumatra di Daru. Kerajaan Atjeh (di Lambri) diduga telah relokasi ke Daru (pusat kerajaan yang sekarang di Banda Atjeh). Hal itulah mengapa ada nama Daru di kota (stad) Atjeh. Kerajaan Atjeh di Lambri juga menaklukkan kerajaan Hindoe di Pidie dan Pasai (di pantai timur daerah Atjeh yang sekarang). Sebagai mana di dalam laporan Mendes Pinto, Kerajaan Atjeh diperkuat oleh orang Turki, sedangkan Kerajaan Aru diperkuat oleh orang Moor.

Pedagang-pedagang VOC sudah hilir mudik ke selat Torres hingga ke Pulau Daru. Di selatn Pulau di Daru di selat Torres terdapat pulau Moa, orang-orang Belanda menyebut Pulau Moa sebagai Kepulauan Johan Maatzuyker (Gubernur Jenderal VOC 1653-1678). Sketasa Pulau Moa dapat dilihat dalam buku Francois Valentijn 1724.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Merauke: Antara Aru dan Daru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar