Selasa, 19 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (181): Sejarah Blok Cepu, Sumber Minyak; Sedimentasi Sejak Zaman Kuno Muara Bengawan Solo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Blok Cepu adalah sumber minyak yang pertama dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia. Blok pertambangan ini awalnya dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda lalu diambilalih Pemerintah Pendudukan Militer Jepang baru kemudian oleh Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Dr. Ibnoe Soetowo.

Blok Cepu adalah wilayah kontrak minyak dan gas bumi yang meliputi wilayah kabupaten Bojonegoro dan kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur dan kabupaten Blora provinsi Jawa Tengah. Mengapa disebut Blok Cepu? Yang jelas pada era Hindia Belanda pengeboran minyak dimulai di wilayah Cepu (kini kecamatan Cepu, kabupaten Blora. Untuk sekadar diketahui wilayah Cepu itu dilewayi oleh sungai Bengawan Solo, sungai sangat terkenal sejak masa lampau. Muara sungai Bengawan Solo pada zaman kuno (era Hindoe Boedha) jauh di pedalaman, sehingga muara sungai tidak terlalu jauh dari pusat peradaban di pedalaman di mana berada Kraton Soeracarta. Besar dugaan di zaman kuno mulai dari wilayah Blora (Cepu) muara sungai Bengawan Solo telah begerser ke wilayah Bonegoro, kemudian wilayah Lamongan dan wilayah Gresik. Wilayah tangkapan air sungai Bengawa Solo menjadi daratan yang membentuk wilayah Tuban. Dengan kata lain daerah aliran sungai Bengawan Solo ini berawal dari peraiaran (laut) dimana sungai besar, sungai Bengawan Solo bermuara.

Lantas bagaimana sejarah Blok Cepu sebagai kawasan sumber minyak? Seperti disebut di atas, Blok Cepu ini pengelolaannya oleh pemerintah sejak lama. Namun kita tidak berbicara tentang bisnis minyak masa kini, tetapi tentang sejarah awal kawasan Blok Cepu. Yang jelas kini Blok Cepu ini berada di pantai utara Jawa bagian timur, tetapi di masa lampau posisi GPSnya berada di muara sungai Bengawan Solo. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Blok Cepu di Pantai Utara Jawa: Proses Sedimentasi Zaman Kuno di Muara Sungai Bengawan Solo

Pada masa ini ladang minyak Blok Cepu sebagian besar di kabupaten Bojonegoro dan sebagian yang lain di kabupaten Blora. Namun pada awalnya penemuan ladang minyak di daerah aliran sungai Bengawan Solo ditemukan di wilayah Blora (district Tjepoe) pada era Hindia Belanda. Dalam perkembangannya, dengan semakin meluasnya wilayah eksplorasi ditemukan ladang minyak yang lebih luas di wilayah Bojonegoro. Wilayah Cepu berada diantara tiga kota: Blora, Ngawi dan Bojonegoro.

Wilayah Ngawi berada di arah hulu sungai Bengawan Solo, sedangkan Cepu dan Bojonegoro di arah hilir sungai. Wilayah Ngawi terkenal dengan nama Trinil dimana ditemukan fosil manusia purba (Pithecanthropus erectus). Dalam hal ini posisi sungai Bengawan Solo sudah penting sejak zaman purba. Apakah penduduk (manusia Jawa) di era zaman purba ini berada cukup dekat di belakang pantai? Boleh jadi. Karena dengan demikian mereka dimungkin berinteraksi (terhubung) dengan tempat manusia purba lain di pulau-pulau lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam penemuan lain tentang manusia purba juga ditemukan manusia Flores (Homo floresiensis) yang ditemukan di Gua Liang Bua di Flores.

Kawasan ladang-ladang minyak di Jawa tampaknya hanya berada di daerah aliran sungai Bengawan Solo, Sebagaimana diketahui bahwa minyak terbentuk dari pelapukan yang terjadi dari hewan dan tumbuhan di dasar tanah. Di wilayah Cepu (Blora), pada era Hindia Belanda pengeboran pertama tahun 1893 dilakukan di desa Ledok (kecamatan Sambong) yang sekarang dengan kedalaman 94 M (sudah menemukan minyak). Kecamatan Sambong berada di sebelah utara kecamatan Cepu dimana kota Cepu berada di sisi utara sungai Bengawan Solo.

Kota Ngawi memili ketinggi sekitar 50 m dpl. Semakin ke hilir semakin rendah. Kecamatan Cepu berada di bawah 40 meter yang kurang lebih mirip ketinggi di dua kecamatan lain yang dilewati sungai Bengawan Solo (kecamatan Kedungtuban dan kecamatan Kradenan). Semakin menjauh dari sungai ketinggian meningkat seperti di kecamatan Sambong. Oleh karena ketinggian Kota Bojonegor yang dilalui sungai Bengawan Solo hanya 19 M, maka wilayah Cepu dan sekitar di masa lampau adalah suatu teluk (laut yang menjorok ke dalam) dimana sungai Bengawan Solo bermuara. Wilayah perairan (laut) ini pada masa lampau di pedalaman masa kini dapat dibandingkan dengan penemuan sumur-sumur garam di wilayah (kabupaten) Grobogan di kecamatan Tawangharjo (tetangga kabupaten Blora). Jadi, adanya garam di pedalaman (di Grobogan) dan timbunan fosil dalam bentuk minyak di kabupaten Blora bukan hal yang ajaib. Secara historis kawasan di depan wilayah kabupaten Ngawi (provinsi Jawa Timur) dan kabupaten Sragen (provinsi Jawa Tengah). Wilayah Sragen sendiri cukup tinggi (rata-rata 100 M) dan yang kurang lebih sama ketinggiannnya dengan Soeracarta, tetapi wilayah Karanganyar di selatan jauh lebih tinggi ;lagi ( di atas 170 M).  

Sebagai wilayah yang rendah di zaman kuno (perairan atau laut), seperti Grobogan dan Blora, yang mana di wilayah Cepu mengalir sungai Bengawan Solo, maka arus sungai Bengawan Solo ini yang membawa sampah-sampah tumbuhan dari arah hulu. Aktivitas manusia yang sangat intens di hulu seperti di wilayah Ngawi, Sragen dan Sragen (seperti pembakaran hutan) menjadi faktor penting sampah tumbuhan itu hanyut ke hilir. Tentu saja faktor lain juga ada seperti akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas gunung berapi (gunung Merapi).

Secara teoritis pemahaman ini akan mengawahkan kita pada satu kesimpulan bahwa garis pantai zaman doeloe berada (jauh) di pedalaman seperti di (kecamatan Cepu dan kecamatan Sambong kabupaten Blora (minyak) dan kecamatan Tawangharjo, kabupaten Grobogan (garam). Oleh karena teori ini berlakuk di banyak tempat di pantai utara (Jawa) serta pantai timur Sumatra serta pantai barat dan selatan Kaliamantan, sebagai konsekuensinya akan menganulir teori Paparan Sunda yang menyatakan pada zaman doeloe pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan terhubung dengan (daratan) benua Asia. Aktvitas gunung api di lingkuran cincin api pulau Sumatra dan pulau Jawa telah membawa pendangkalan Laut Jawa yang jauh sebelumnya justru sangat dalam. Dalam hal ini di Laut Jawa pada dasarnya tidak hanya pulau Karimun dan pulau Bawean tetapi juga ada pulau-pulau lainnya yang lebii dekat ke daratan pantai utara Jawa seperti pulau (gunugg) Muria (kabupaten Jepara, kabupaten Kudus dan kabupaten Pati) dan pulau (kota) Lasem (kabupaten Rembang).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak di Pantai Utara Jawa

Tempo doeloe, Cepu hanyalah sebuah kampong kecil. Kampong ini mulai dikenal karena keberadaan perkebunan (onderneming) Panolan (lihat De locomotief, 12-03-1869). Disebutkan pekebunan tembakau Panolan di Residentie Rembang dijual, dimana properti yang ada termasuk diantaranya sebuah bangunan tambahan di (kampong) Tjepoe. Bagi peminat dipersilahkan menghubungi administratur ordeneming FWC Haighton.

Panolan sendiri adalah sebuah nama tempat di Residentie Rembang. Nama Panolan sendiri pertama kali di beritakan pada tahun 1831 (lihat Javasche courant, 22-11-1831). Berdasarkan Resolusi GG Ned. Indie No. 5 tanggal 2 November 1831 dinyatakan jalan lalu lintas (komunikasi) di wilayah (residentie) Banjoemas, Bagelen, Madioen dan Kediri untuk ruas jalan Rembang ke Madioen melalui tempat-tempat berikut: Soelang, Blora, Ploentoeran, Panolan, Kali Kedawah dan Ngawi. Nama Panolan kemudian diketahui sebagai nama district di Res. Rembang (lihat Javasche courant, 19-11-1834). District Panolan diketahui termasuk sentra produksi tembakau (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 19-04-1861). Disebutkan bahwa berdasarkan surat keputusan GG No 1 tanggal 2 April 1861 yang mengacu pada surat keputusan Resident Rembang tahun 1858 nama-nama yang diizinkan untuk menetap dan membeli tembakau untuk district Panolan adalah B. Schift. Dalam hal ini Schft dimungkinkan untuk membangun bisnis )onderneming) di Panolan. Beberapa bulan kemudian diumumkan bahwa pada tanggal 13 November 1961 melalui perantara kantor lelang di Semarang sebuah usaha (produksi yang masih persiapan) tembakau B Schift dijual ke publik dengan beberapa properti yang sudah ada dan kepada peminat dapat menghubungi administratur ordeneming FWC Haighton di Panolan. Pembeli adalah Bicker & Co. Administratur ordeneming masih tetap FWC Haighton. Untuk sekadar menambahkan dua tahun kemudian pada tahun 1863 dari wilayah sentara tembakau di Jawa ini, Nienhuijs membuka perkebunan tembakau yang pertamaa (pionir) di Deli (dan menjadi sukses besar). Dalam perkembangannya nama district menjadi Distrtrict Randoeblatoeng en Panolan. Distrik Panolan kemudian menjadi dimasukkan ke Residentie Kediri.

Nam kampong Tjepoe tidak pernah diketahui lagi. Demikian juga sudah lama tidak diketahui kabar berita perkebunan tembakau di Panolan. Yang muncul adalah pada tahun 1891 diberitakan AD Versteegh diberi izin untuk melakukan eksplorasi pertambangan di district Panolan.(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 06-02-1891). Disebutkan bahwa tidak ada keberatan yang diajukan terhadap permintaan AD Versteegh untuk melakukan penyelidikan pertambangan di district Panolan, Kediri. Izin eksplorasi baru dikeluarkan pada tahun 1893 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-01-1893). Disebutkan AD Versteegh telah diberikan izin untuk eksplorasi pertambangan di Panolan (Rembang),

Pengajuan untuk eksplorasi pertambangan sudah banyak yang diberikan, termasuk pertambangan minyak. JA Stoop telah diberikan izin untuk melakukan penyelidikan pertambangan di Bodjonegoro (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-01-1893). Dalam berita ini juga disebutkan bahwa permintaan izin perusahaan JC Teves & Co untuk melakukan penyelidikan pertambangan di Panolan (Rembang) ditolak. Boleh jadi itu karena izin telah kembali diberikan kepada AD Versteegh. Salah satu pemegang hak izin eksplorasi pada tahun 1893 telah dicabnt (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-06-1893). Disebutkan izin yang diberikan kepada JH Moorrees untuk eksplorasi pertambangan di pulau Seram (Amboina) telah dicabut.

Dalam perkembangannya AD Versteegh mengalihkan haknya kepada yang lain (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-06-1893). Disebutkan AD Versteegh telah mengalihkan haknya kepada Dordrecht Petroleum Company atas izin yang diberikan kepadanya untuk eksplorasi pertambangan di kampong Panolan (Rembang) dan telah disetujui oleh pemerintah. JA Stoop adalah direktur Dordrecht Petroleum Company.

Hingga pada saat itu kebutuhan minyak bumi sebagian diimpor dari luar negeri seperti Amerika, sebagian yang lain dari Langkat, Residentie Oost Sumatra (lihat Bataviaasch handelsblad, 09-01-1893). Pengadaan minyak bumi ini ditenderkan. Pelabuhan utama impor minyak bumi ini adalah Tandjoeng Priok dan Tandjoeng Perak yang kemudian didistribusikan ke pelabuhan-pelabuhan lainnya. Khusus pengadaan di berbagai tempat ditenderkan untuk didistribusi ke berbagai tempat, termasuk ke barak-barak militer. Pada tahun 1897 juga diimpoi dari Rusia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-09-1897).

Tampaknya JA Stoop setelah sukses melakukan eksplorasi melanjutkan permintaan izin untuk eksploitasi. Dalam perkembangannya disebutkan bahwa oleh JA Stoop, direktur Dordtsche Petroleum-maatschappij, untuk konsesi penambangan sebidang tanah di district Panolan, Blora, Rembang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1895).

Dalam berita ini juga disebutkan bahwa departemen penelitian pertambangana atas nama F Gierlings telah diberikan izin untuk melakukan penyelidikan pertambangan di lokasi di district Watoekoempoel (Pemalang), Namun izin tambang apa tidak dijelaskan. Yang jelas pencarian ladang minyak semakin banyak dilakukan di berbagai tempat.

Perusahaan tambang minyal Dordtsche Petroleum-maatschappij pimpinan JA Stoop mulai menghasilkan. Paling tidak hasil produksinya diketahui bulan November 1895 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-11-1895).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar