Minggu, 12 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (290): Pahlawan Indonesia Wiranatakoesoema V di Bandung; Dinasti sejak Era-VOC hingga Era Pasundan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Di wilayah Tanah Batak tidak pernah ada kerajaan yang bersifat monarkis, yang ada sejak zaman kuno adalah federasi kerajaan (yang dipimpin oleh yang paling tua primus interpares). Raja-raja yang ada bersifat genealogis (yang bersifat teritorial). Dalam perkembangannya di wilayah lainnya, terutama di Jawa mulai menguat sistem kerajaan yang bersifat monarkis seperti di Mataram. Struktur pemerintahan diantaranya terbentuk oligarkis seperti di Atjeh, Ternate dan lainnya. Dalam konteks monarkis di Jawa ini dibentuk jabatan bupati. Di Sumatra raja-raja tetap bersifat independen (dan raja-raja ini di wilayah Batak bahkan setiap kampong memiliki raja, berbasis marga). Dalam hubungan ini salah satu posisi bupati terpenting di Jawa adalah bupati Bandoeng: Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V. Di Tanah Batak sendiri tidak pernah dikenal jabatan bupati (pemerintahan langsung diisi pejabat Belanda).

Wiranatakoesoema adalah nama (gelar) sejumlah Bupati Bandung pada masa Hindia Belanda. Para bupati Bandung pada masa kolonial: 1763-1794 Tumenggung Anggadiredja III atau Wiranatakoesoema I; 1794-1829 RAA Wiranatakoesoema II; 1829-1846 RAA Wiranatakoesoema III; 1846-1874 RAA Wiranatakoesoema IV; 1920-1931 RAA Wiranatakoesoema V; 1935-1945 RAA Wiranatakoesoema V (masa jabatan kedua); 1948-1956 Raden Tumenggung Male Wiranatakoesoema VI. Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V (28 November 1888 – 22 Januari 1965) pernah menjadi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang pertama. Lahir di Bandung sebagai keturunan ningrat, Wiranatakoesoemah mendapat pendidikan di ELS, OSVIA dan HBS. Sewaktu pembentukan Republik Indonesia Serikat, ia pernah menjabat sebagai Wali atau Presiden Negara Pasundan, salah satu negara federal RIS. selain itu ia juga merupakan Bupati Bandung Periode 1920 - 1931 dan Periode 1935 - 1945 dan pada tahun 1945 ia diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia setelah itu ia diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung dari tahun 1945 sampai 1948, sebelum akhirnya menjadi Presiden Negara Pasundan. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V di (kabupaten) Bandoeng? Seperti disebut di atas, Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V adalah tokoh terpenting di Jawa Barat pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema V? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pemimpin Lokal di Wilayah Soenda: Dinasti Sejak Era VOC hingga Era Pasoendan

Kapan gelar Wiranatakoesoema muncul? Nah, itu yang ingin dicari. Yang jelas nama (gelar) Wiranatakoesoema dihubungkan dengan (nama tempat atau negorij) Bandoeng. Nama Bandoeng sendiri paling tidak diketahui pada tahun 1678 (lihat Daghregister, 02-01-1678). Disenutkan orang-orang Bandongh telah menerima penyerahan orang-orang Banten (Bantammer) dan ingin mempengaruhi (orang-orang) Samadangh (Sumedang). Dalam peta-peta Portugis juga sudah diidentifikasi nama Bandoeng. Dalam hal ini nama Bandoeng adalah nama yang cukup penting di pedalaman.

Dalam perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Kerajaan Mataram, wilayah Jawa bagian barat (Soenda) diserahkan kepada Pemerintah VOC. Dengan demikian wilayah Soenda dipisahkan di barat di sungai Tjisadane/sungai Tangerang. Hal itu boleh jadi terjadi proses penyerahan Banten kepada Bandoeng untuk mengurus sendiri seperti dicatat Daghregister 1678. Akibat penyerahan Soenda kepada VOC (dan dibebaskan dari Banten) pemimpin Bandoeng Tommagon Wieradadaha mengirim surat kepada Gubernur Jenderal VOC di Batavia (lihat Daghregister, 05-05-1678). Dalam perkembangannya Pemerintah VOC telah membuka ruang di wilayah hulu Tjiliwong pada tahun 1687 dengan mengangkat seorang bupati yang dibantu oleh Kapten Patingi (pasukan pribumi pendukung militer VOC). Dalam hal ini wilayah pedalaman (termasuk Bandoeng) yang selama ini terkoneksi dengan pantai selatan (Mataram di timur dan Banten di barat) mulai dirintis melalui pantai utara (khususnya dari Batavia). Pada tahun 1687 ini Sersan Scipio melakuan ekspedisi pertama ke wilayah pedalaman di hulu sungai Tjiliwong dan melakukan eksplorasi wilayah hingga ke pantai selatan (kini Pelabuhan Ratu) di sepanjang sungai Tjimandiri. Sersanj Scipio membangun benteng di titik singgung terdekat antara sungai Tjiliwong dan sungai Tjisadane yang diberi nama Fort Padjadjaran (kiini tepat berada di Istana Bogor). Bupati yang ditempatkan berada di Kampong Baroe (sekitar Kedong Halang yang sekarang). Pada saat ini benteng VOC (Tandjoeng Peora) sudah dibangun di sungai Tjitaroem dengan muara sungai Tjibeet (kini di sekitar kota Karawang). Akses menuju Bandoeng dari benteng Fort Tandjoeng Poera kini mulai dirintis akses baru dari benteng Fort Padjadjaran. Pada tahun 1701 kembali ekspedisi dikirim ke hulu sungai Tjiliwong, selain telah mencapai hulu sungai Tjiliwong di sebelah barat gunung Pangrango (sekitar puncak yang sekarang), juga ekspedisi ini melakukan penyelidikan terhadap eks kraton Pakwan-Padjadjaran (sekitar Batutulis yang sekarang). Pada tahun ini Abraham van Riebeeck setelah melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong diberi izin memiliki land di Bodjong Manggis dan Bodjoeng Gede. Abraham van Riebeeck juga diberi izin memiliki land di Pondok Poetjoeng (lihat Daghregister 1701). Pada tahun 1703 Direktur Umum VOC Abraham van Riebeeck melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan melakukan kontak dengan para pemimpin di pedalaman (bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng).

Kontak VOC dengan bupati Tjiandjoer dan bupati Bandoeng hingga tahun 1703 menjadi sejarah penting dalam awal pemerintahan di Bandoeng. Hal ini semkain diperkuat yang mana pemerintah VOC telah mengirim pejabat tinggi (Abraham van Riebeck) pada tahun 1703. Abraham van Riebeck memerintah Sersan Theunis Helderman dari Negorij Data ke Bandoeng dimana terdapat 32 rumah (lihat Dagregisters 01-06-1703). Ibu kota Bandoeng adalah suatu tempat yang terdiri dari 32 buah banguna rumah. Negeri Bandoen ini berada di sekitar muara sungai Tjikapoendoeng di sungai Tjitaroem. Besar dugaan negeri Datar yang dimaksud dalam catatan itu berada di sekitar Tjiandjoer.

Sebelumnya Pemerintah pada tahun 1690 telah mengirim surat kepada sejumlah pemimpin lokal di pedalaman, yakni bupati Negorijen Shidjera, Imbanagara, Bandong, Parakanmueljangh, Cawassan dan Craoangh (lihat Daghregister, 08-02-1690). Di district Bandoeng, disebut di dalam Daghregister 03-09-1693 terjadi perselisihan yang sudah lama antara Bandongh dan Paracan Mutjang atas tanah Manoebaya dan Sikamboelang tetap tidak terselesaikan. Kembali Pemerintah VOC mengirim surat kepada bupati Parakan Moentjang dan bupati Bandong (lihat Daghregister, 20-11-1698). Pemerintah VOC menerima surat dari bupati Bandong dan Imbanagar (lihat Daghregister, 21-02-1699).

Pada tahun 1705 terjadi perang antara Porwata dan orang Jawa dari Bandongh dan Pracamoedjangh (lihat Daghregister, 24-07-1705). District Parakan Muncang adalah wilayah antara (district) Bandoeng dan (district) Sumedang. Besar dugaan bahwa Parakan Muncang ini berada di bawah pengaruh Bupati Sumedang. Pada saat itu Bupati Sumedang dapat dikatakan bupati terkuat di distrik-distrik pedalaman. Sementara district Limbangan berada di bawah pengaruh bupati Bandoeng. Bandoeng tampaknya semakin penting di pedalaman.

Tampaknya bupati Sumedang yang kuat sangat sulit bagi pemerintah VOC menjalin hubungan. Selain itu pemerintah VOC ingin membuat koneksi dari arah barat (Batavia) menuju Priangan melalui hulu sungai Tjiliwong dan Tjiandjoer. Dalam hal inilah selain Tjiandjoer, pemerintah VOC telah memposisikan Tjiandjoer dan Bandoeng sebagai tempat yang penting di pedalaman. Pada tahun 1706 vaendrager Jan Cretiauw dan assayer Andries van Houten disebutkan kembali dari Bandong dengan sebuah laporan (lihat Daghregister, 04-02-1706)

Abraham van Roebeeck dapat dikatakan adalah pejabat pertama VOC yang memiliki kontak dengan para pemimpin di pedalaman seperti Tjiandjoer dan Bandoeng.  Sepulang dari Malabar sebagai Gubernur, pada tahun 1909 Abraham van Riebeeck diangkat sebagai Gubenur Jenderal di Hindia Timur. Setelah sukses introduksi kopi di Tangerang, Abraham van Riebeeck membuat kontrak penanaman kopi dengan para pemimpin di Priangan. Pada tahun 1712 diketahui sudah ditempatkan seorang landsrost di Priangan (lihat Dgahregiste, 15-04-1712, Landsrost kelak lebih dikenal sebagai Resident. Landdrost pertama ditempat di Tangerang (sebelum Perang Banteng 1682).

Sebagai Gubernur Jenderal, Abraham van Riebeeck akan kembali ke Priangan tahun 1713. Dalam rencana kunjungan ke Priangan ini sebuah pesanggrahan dibangun di Tjiandjoer (lihat Daghregister, 07-07-1713). Disebutkan sebuah pesanggrahan dan sasak dibangun sehubungan dengan perjalanan Gubernur Jenderal (Abraham van Riebeeck) ke Tsjianjoer en Bandong . Ini mengindikasiakan bahwa Tjiandjoer secara defacto telah dijadikan sebagai ibu kota Priangan. Pada bulan Agustus diketahui Gubernur Jenderal (setelah dari Tjiandjoer) ke Bandoeng untuk meresmikan wilayah dan pemerintahan lokal di Bandoeng (lihat Daghregister, 24-08-1713).

Tidak lama sepulang dari Preanger, dikabarkan Abraham van Reibeeck meninggal dunia pada tanggal 17 November 1713 di Batavia. Berita kematian Abraham van Reibeeck ini sesuai dengan Daghregister 17 November 1713. Pada tanggal 18 Mei 1714 (sesuai Daghregister) istri alm. Abraham van Reibeeck meninggal dunia.

Sebagai pengganti Abraham van Reibeeck diangkat Christoffel van Swol (1713-1718). Pembagian wilayah dan peresmian wilayah dan pimpinan lokal di Priangse landen diduga kuat telah selesai saat kunjungan Abraham van Riebeeck pada tahun 1713. Wilayah Priangse landen yang dibedakan dengan wilayah Craoangse terdiri dari district-district Soucapoera, Bandong, Soumedang, Parakanmoentjang en Limbangan (lihat Daghregister, 22-09-1714). Padan tanggal ini juga disebut bahwa acte voor den Ingabey Angajouda als Papathy of tweede regent van Bandong yang maksudnya Ngabehi Angajoeda telah diangkat Patih atau wakil bupati di Bandoeng.

Wilayah (district) Bandoeng sebagai suatu pemerintahan dimulai pada tahun 1713 yang dipimpin oleh seorang bupati. Pada tahun 1714 di district Bandoeng ditambahkan jabatan Patih (bupati kedua)..

Pada tahun 1730 disebut nama bupati Bandoeng Angadi Redja dengan gelar Toemengong (lihat Daghregister, 15-05-1730). Surat dari Tomanggong Angga de radja dari Bandoeng diterima (lihat Daghregister, 07-01- 1743). Dalam hal ini, selain Tumenggung, Angga juga adalah nama gelar (yang kurang lebih sama dengan yang dicatat sebagai Angabay atau Ngabehi) yang dibedakan dengan gelar Adipati dan Aria. Gelar Annga atau Angabay diduga telah bergeser menjadi Rangga.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pahlawan Indonesia Wiranatakoesoema V di Bandoeng

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar