Kamis, 10 November 2022

Sejarah Bengkulu (6): Sentot Alibasa di Bengkulu, Bagaimana Kisah Sebenarnya? Perang Jawa hingga Perang Padri di Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini 

Sentot Ali Basya cukup dikenal di Bengkulu, karena makamnya berada di Bengkulu. Makam sang panglima perang Sentot Alibasya berada di Jalan Sentot Alibasya, kelurahan Bajak, kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu. Sentot Ali Basya bukanlah pahlawan Bengkulu. Disebutkan Sentot adalah panglima perang Bersama dengan Pangeran Diponegoro berperang melawan Pemerintah Hindia Belanda di Jawa (1825-1830). Bagaimana bisa kemudian berada di Sumatra?


Sentot Prawirodirdjo (1807 - Bengkulu, 17 April 1855) yang juga di kenal sebagai Sentot Ali Pasha, atau orang-orang mengenalnya sebagai Sentot Ali Basha. Sentot Ali Basya Abdullah Mustafa Prawirodirjo adalah seorang panglima perang pada masa Perang Diponegoro. Ia adalah putra dari Ronggo Prawirodirjo, ipar Sultan Hamengku Buwono IV. Ayahnya dianggap pahlawan karena melawan Belanda dan terbunuh oleh penjajah Belanda yang saat itu dipimpin oleh Daendels. Dengan kematian ayahnya, Sentot Prawirodirdjo merasa dendam kepada Belanda sehingga akhirnya bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Gelar Ali Pasha yang juga berarti Panglima Tinggi diberikan Sentot Prawirodirjo oleh Pangeran Diponegoro terinspirasi militer kerajaan Turki. Dalam perjuangannya melawan penindasan kerajaan Belanda di tanah Jawa Sentot Prawirodirdjo akhirnya dibujuk Belanda untuk meletakkan senjata pada tanggal 1829 dan dikirim ke Sumatra Barat untuk melawan pemberontakan para ulama dalam Perang Padri. Namun itu semua tidak lain merupakan strategi yang monumental dari Sentot dalam upaya mendapatkan persenjataan dari kerajaan Belanda, untuk digunakan dalam membantu perjuangan Tuanku Imam Bonjol melawan penjajahan Belanda dan Kaum Adat dipimpin oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Alam Bagagarsyah dalam Perang Padri. Sentot Prawirodirjo wafat dalam usia 48 tahun dalam pembuangannya oleh Belanda di Bengkulu (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sentot Alibasa di Bengkulu, Bagaimana Kisah yang Sebenarnya; Perang Jawa hingga Perang Padri zaman kuno di provinsi Bengkulu? Seperti disebut di atas wilayah Bengkulu yang sekarang diduga sudah dikenal sejak zaman kuno. Namun yang menjadi pertanyaan adalah setua apa sejarahnya di zaman kuno? Seperti di wilayah lain, untuk mengetahui itu diperlukan data-data sejarah kuno, seperti artefak, prasasti atau bahkan peninggalan struktur seperti candi. Penemuan situs candi di Bengkulu tentunya akan dapat membangkitkan harapan untuk memperkaya narasi sejarah zaman kuno di wilayah Bengkulu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sentot Alibasa di Bengkulu, Bagaimana Kisah yang Sebenarnya; Perang Jawa hingga Perang Padri

Berdasarkan surat kabara Javasche courant, 15-12-1829 yang memberitakan dari Magellang, 8 Desember 1829 yang menyatakan bahwa ‘merujuk pada laporan Mayor Buschkens, komandan kolom-8 militer mobile (di Bagelan dan Banjoemas) kembali ke Sokka. Sebuah surat yang diterima dari kepala perwira itu bertanggal 2 Desember, kepada Kolonel Cleerens’ dimana salah satu kalimat dalam surat Buschkens menyatakan bahwa ‘Sentot telah mengirimkan surat untuk menyerahkan diri’.


Surat kabar Javasche courant yang terbit di Batavia untuk pertama kali tanggal 3 Januari 1828 seakan ditakdirkan untuk melaporkan sepak terjang Sentot dalam Perang Jawa di seputar wilayah Jogjakarta. Surat kabar ini setelah tanggal 31 Desember 1829 tidak pernah lagi memberitakan Sentot.  Sejatinya, surat kabar ini telah melaporkan berita perang dari TKP secara periodik dimana nama Sentot juga hamper selalu diberitakan. Saat surat Sentot diterima, Pangeran Diponegoro tengah terperangkap di pegunungan. Perang Jawa ini sangat serius. Komandan tertinggi sendiri dari pihak Pemertintah Hindia Belanda dalam perang ini adalah Luitenant Gouverneur de Kock. Di lapangan para pasukan yang bertempur dipimpin oleh kolonel Cochius. Urutan ke bawah ada pangkat letnan kolonel, mayor, kapten dan letnan. Salah satu berpangkat letnan kolonel adalah letnan kolonel Cleerens dan salah satu mayor adalah AV Michiels (kelak Michiels sangat terkenal di Sumatra). Sementara pasukan pribumi yang membantu militer Pemerintah Hindia Belanda berasal dari pasukan Ambon, Tidore, Makassar, Menado dan Sumenep. Tentu saja ada juga pasukan pribumi asal Jawa sendiri. Pemerintah sendiri pada dasarnya bekerjasama dengan pihak kraton (Jogjakarta). Dalam hal ini, Pangeran Diponegoro dengan salah satu panglimanya, dari sisi pemerintah adalah suatu pemberontakan (lihat juga artikel dalam blog ini: Sejarah Yogyakarta (12): Diponegoro 1825, Pangeran Kraton Ngajogjakarta Adiningrat; Luit.Col. HG Nahuijs, Residen di Soeracarta). Peta Perang Jawa (1830)

Sebelum Sentot menyerahkan diri ke (militer) Pemerintah Hindia Belanda, panglima Prawiro Koeosoemo telah menyerahkan diri (lihat Javasche courant, 13-10-1829). Disebutkan bawah di Djocjókarta, lagi ada menyerahkan diri diserahkan panglima Prawiro Koesoemo, dengan 2 mantri dan para pradjoerit mereka serta Stro Dirdjo dengan lima mantri dan 15 prajurit. Demikian dikatakan oleh Letnan Gubernur General de Kock.


Ali Basja atau Ali Pasja, adalah nama julukan diantara pribumi yang diidentifikasi sebagai Ali Pasha di Turki. Dalam Perang Jawa, tidak hanya Sentot yang diberi gelar itu, tetapi juga ada panglima lain seperti Prawiro Koesoemo. Prawiro juga pada dasarnya nama julukan dalam ketentaraan pribumi. Oleh karena itu Sentot Prawiro Dirdjo nama kecilnya adalah Sentot. Pada masa ini tidak perlu bingung dengan nama Sentot Ali Basa dan Sentot Prawiro Dirdjo adalah orang yang sama.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perang Jawa hingga Perang Padri: Kisah Sentot Alibasa

Dalam perkembangannya, pribumi yang menjadi bagian (militer) Pemerintah Hindia Belanda tidak hanya orang Ambon dan Manado dan Madura, juga semakin banyak orang Jawa. Pada tahun 1855 orang Jawa sebagai pasukan pribumi pendukung militer Pemerintah Hindia Belanda yang telah mencapai Letnan Kolonel antara lain Pangeran Adhipathi Ario Praboe Prangwedono (Jogjakarta) dan Pangeran Ario Natanîng Prang (Pakoealaman) serta Pangeran Adhi Negoro. Orang Madura yang berpangkat Letnan Kolonel adalah Pangeran Ario Sosro Winoto. Diantara para letnan kolonel ada beberapa dengan pangkal kolonel (antara lain dari Jogjakarta dan Madura).


Orang pribumi yang menjadi bagian militer Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1855 dengan pangkat tertinggi Kapten adalah Prawiro Koesoemo. Seperti disebut di atas, Prawiro Koesoemo terbilang yang pertama yang menyerahkan diri dalam Perang Jawa (1829). Prawiro Koesoemo menjadi bagian militer Pemerintah Hindia Belanda terhitung sejak tanggal 24 Oktober 1834.

Sentot Ali Basa yang siudah beberapa lama di Bengkulu diberitakan telah meninggal dunia tahun 1855 (lihat Nederlandsche staatscourant, 03-08-1855). Disebutkan pada tanggal 17 April Ali Bassa Prawiro Dyrdjo, yang dikenal dalam perang Jawa dengan nama Sentot, meninggal dunia setelah beberapa hari sakit. Sentot dimakamkan pada tanggal 18 di Bengkulu dengan penghormatan secara militer. Dalam hal ini, Sentot Ali Bahasa dihormati sebagai pahlwan Pemerintah Hindia Belanda.


Seperti kita lihat nanti rekan Sentot yang dulu menyerahkan diri dalam Perang Jawa Prawiro Koesoemo yang kini menjadi militer Pemertintah Hindia Belanda dengan pangkat tertinggi (kapten) dikabarkan meninggal duni di Soerabaja pada tahun 1859 (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 02-06-1859). Disebutkan Prawiro Koesoeomo meninggal pada tanggal 24 Juni di Soerabaja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar