Rabu, 12 Juni 2019

Sejarah Jakarta (56): Sejarah Kebagusan dan Presiden Megawati; Keburukan di Land Ragoenan Picu Demo ke Balai Kota, 1917


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Putri Presiden Soekarno, Presiden Megawati Sukarnoputri tinggal di kelurahan Kebagusan.Itu bagus, karena lingkungannya masih bagus. Tetangga terdekat kelurahan Kebagusan cukup banyak, yaitu: kelurahan Ragunan, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Jati Padang dan Jagakarsa. Tujuh kelurahan ini ketika masih kampong pada tempo doeloe terhubung satu sama lain. Itu kebagusan yang lain. Seperti kata orang tempo doeloe, tempat itu tanah kebagusan (tanah kebaikan; bukan tanah bagus).

Kampong Kebagoesan (PEditeta 1901)
Pada masa ini kelurahan Kebagusan, Ragunan, Pasar Minggu dan Jati Padang berada di kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada tahun 1990 enam kelurahan di kecamatan Pasar Minggu dipisahkan dan kemudian disatukan membentuk kecamatan Jagakarsa (diantaranya kelurahan Tanjung Barat, Jagakarsa dan Lenteng Agung). Kelurahan Kebagusan sendiri ditingkatkan statusnya dari desa menjadi kelurahan pada tahun 1986. Jauh di masa lampau pada tahun 1930 kampong-kampong yang berdekatan disatukan menjadi satu administrasi desa dengan nama desa Kebagoesan (termasuk kampong Kebagoesan dan kampong Wates).       

Lantas bagaimana sejarah (kelurahan) Kebagoesan? Itu bermula dari sebuah kampong bernama Kebagoesan yang berada di land Tandjong West, bukan di land Ragoenan (meski land Ragoenan lebih dahulu terbentuk daripada land Tandjong West. Land Tandjoeng West beberapa kali dimekarkan dan yang terakhir terbentuknya land Kebagoesan. Sedangkan land Ragoenan sejak awal tidak pernah dimekarkan, hanya segitu-gitu saja. Pemilik terakhir land Ragoenan adalah Lie Hin Pang. Ketika dia mencoba menaikkan sewa tanah, penduduk penggarap (penyewa) demo ke Balai Kota (Stadhuis). Itu salah satu keburukan yang terjadi di land Ragoenan. Akhirnya, demi kebagusan semua pihak. Pemerintah membeli land Ragoenan dari Lie Hin Pang, lalu kemudian disewakan kepada penduduk. Itulah mengapa, tanah Ragoenan adalah milik pemerintah.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kampong Kebagoesan di Land Tandjoeng West

Kebagoesan sebagai sebuah kampong, paling tidak sudah dipetakan pada tahun 1901 (lihat Peta 1901). Kampong Kebagoesan berada di land Tandjong West (kini Tnajung Barat). Sudah barang tentu kampong Kebagoesan ini sudah terbentuk jauh sebelum tahun 1901. Nama kampong Kebagoesan saat itu, tidak hanya di land Tandjoeng West (Residentie Batavia), tetapi nama kampong Kebagusan juga ditemukan di tempat lain, seperti di Bengkulu (diberitakan 1859); Tegal (1863); Lampong (1898) dan Sumatra Timur (1915).

Kebagusan berasal dari kata ‘bagus’. Penggunaan kata ‘bagus’ sudah umum dan banyak digunakan sejak tempo doeloe (bersifat generik). Kata ‘bagus’ berasal dari bahasa Melayu, bahasa yang sudah digunakan dalam perdagangan sejak tempo doeloe (lingua franca). Penggunaan kata ‘bagus’ juga pada nama gelar, yaitu Ratoe Bagoes (mereduksi menjadi Tubagus). Nama kampong Kebagoesan tentu saja tidak otomatis berasal dari nama gelar Ratoe Bagoes. Sebab nama kampong Kebagusan tidak hanya ditemukan di tanah partikelir (land) Tandjong West. Dalam hal ini pada tempo doeloe ‘kebagusan’ diartikan sebagai (sinonim) ‘kebaikan’ seperti misalnya ditemukan dalam surat kabar ‘semoga permainan baroe ini penoeh kebagoesan’ (1880); ‘boeroe-boeroe datang liat ini kebagoesan, sebab ini’ (1881); ‘demi kebagoesan sarekat Islam, kita’ (1932); dan sebagainya. Singkat kata: tempo doeloe ‘bagoes’ adalah ‘baik’ dan ‘kebagoesan’ adalah ‘kebaikan’. Dengan kata lain, ‘bagoes’ dan ‘kebagoesan’ dihubungkan dengan sifat atau harapan. Akan tetapi makna pada masa kini ‘bagus’ dan ‘kebagusan’ cenderung dihubungkan dengan penilaian terhadap suatu objek (terutama barang/jasa). Dengan demikian, Ratoe Bagoes adalah gelar untuk menunjukkan Raja yang baik, bukan raja yang ganteng.

Pada Peta 1901 di sebelah barat land Tandjong West adalah land Ragoenan; di sebelah selatan land Lenteng Agoeng; di sebelah utara land Djati Padang en Kalibata; dan di sebelah timur, seberang sungai Tjiliwong adalah land Tandjong Oost (kini Pasar Rebo). Wilayah kampong Kebagoesan tidak hanya di sisi barat jalur rel kereta api tetapi juga sebagian yang lain di sisi timur rel (boleh jadi kampong Kebagoesan terbelah dengan adanya pembangunan jalur kereta api Batavia-Buitenzorg pada tahun 1870). Oleh karena jalur jalan kuno dari Pakuan-Padjadjaran ke Soenda Kelapa memotong jalur kereta api tepat di stasion Tandjung Barat yang sekarang, maka kampong Kebagoesan berada di jalur lalu lintas utama. 

Masih dari Peta 1901, kampong besar di land Tandjong West adalah kampong Tandjong West sendiri (di sekitar Poltangan pada masa ini). Kampong Kebagoesan adalah kampong kecil. Kampong Kandang [Sapi] dan kampong Djagakarsa masih jauh lebih besar dari kampong Kebagoesan.

Di jalur jalan kuno inilah sejak tempo doeloe pada era VOC terbentuk sejumlah tanah-tanah partikelir (landerien). Land yang  terbentuk di jalur kuno sisi barat sungai Tjiliwong diantaranya land Sering Sing (Srengseng). Land ini dibuka oleh Cornelis Chastelein pada tahun 1695. Sebelumnya dua land sudah terbentuk di Tjitajam dan Tjiniere. Dua land subur ini diusahakan oleh sersan St. Martin.

Kisah St. Martin terkait dengan Hendrik Lucasz Cardeel dan putrinya Christin Helena Cardeel di Banten. Ayah dan anak ini masuk Islam, Hendrik Lucasz Cardeel diberi gelar Pangeran Wira Goena dan Christin Helena Cardeel diberi gelar Ratoe Sangkat dan dinikahi Soeltan Hadji. Ketika Gubernur Jenderal VOC mengirim ekspedisi ke Banten yang dipimpin oleh Sersan St. Martin untuk membebaskan tawanan tahun 1682, Letnan Mody seorang tawanan yang dibebaskan ‘menculik’ Helena ke Batavia dan kemudian menikahinya. Lalu kemudian, Hendrik Lucasz Cardeel menyusul putrinya ke Batavia. Ketika Sultan Hadji berkuasa kembali meminta pangeran dan ratu mualaf itu diekstradisi ke Banten, Gubernur Jenderal VOC Cornelis Speelman (1681-1684) menolaknya.

Terhadap jasanya, Pemerintah VOC memberi hadiah lahan kepada Sersan St. Martin di Tjinere dan Pondok Terong (beberapa tahun sebelum Cornelis Chastelein membuka lahan di Depok). Dalam perkembangannya Hendrik Lucasz Cardeel membeli lahan di dekat Tjinere. Setelah Hendrik Lucasz Cardeel meninggal tahun 1711, lahan tersebut diteruskan oleh putri semata wayangnya Helena. Namun nama Hendrik Lucasz Cardeel di tengah masyarakat sudah kadung dikenal sebagai Pangeran Wira Goena. Dari sinilah kemudian nama lahan itu dikenal sebagai land Ragoenan (pelafalan masyarakat dari Wira Goena). Land Ragoenan ini tetap dikelola oleh keluarga (keturunan) Cardeel dengan mengusahakan perkebunan buah-buahan (Algemeen Handelsblad, 28-07-1929).

Dalam perkembangannya, Cornelis Chastelein membuka land baru di Depok. Land Sering Sing yang dianggap kurang memadai lalu ditinggalkan (dijual). Cornelis Chastelein membeli lahan baru di Mampang (sebelah utara land Depok). Seperti diketahui, kemudian land Depok dam land Mampang pada tahun 1714 diwarisskan Cornelis Chastelein kepada para pekerjanya.

Land-land subur yang terbentuk semakin meluas ke segala arah di wilayah hulu sungai Tjiliwong bahkan sampai ke Tjiampea. Saat ini sudah terbentuk land Ragoenan, di sisi timur land Tjinere, yang diusahakan Hendrik Lucasz Cardeel. Habis sudah lahan-lahan subur dan setengah subur yang dapat dijadikan land. Hanya tersisa di sana sini lahan kering dan kurang subur (karena sulitnya air).

Pada tahun 1750an dibentuk land baru di utara land Sering Sing dan di timur land Ragoenan. Land baru ini disebut land Tandjong West (di sisi timur sungai Tjiliwong sudah terbentuk land Tandjong (Oost). Land Tandjong West ini tidak terlalu subur dan kering di musim kemarau. Oleh karenanya pemilik land tidak mengusahakan pertanian tetapi mengusahakan peternakan. Land Tandjong West kemudian identik dengan land (ranch) peternakan. Land peternakan ini jauh lebih awal jika dibandingkan di Wild West Amerika, tempat dimana para Cowboy bekerja.

Lokasi landhuis Tnadjong West (Peta 1901)
Landhuis Tandjong West berada di antara jalan kuno dengan sungai Tjiliwong. Untuk menuju landhuis ini dari jalan kuno dibangun dua jalan dari arah yang berbeda. Dari arah selatan tepat berada di stasion Tanjung Barat yang sekarang ke arah timur laut melewati jalan Nangka Raya yang sekarang. Sementara dari arah utara masuk dari jalan Poltangan yang sekarang menuju arah tenggara. Posisi landhuis Tandjong West ini kira-kira Universitas PGRI (di pertemuan jalan Nangka Raya dan jalan Poltangan. Sedangkan areal peternakan menghadap ke selatan, kira-kira di perumahan Tanjung Barat Indah dan perumahan Rancho Indah yang sekarang (apakah rancho berasal dari ranch?). Land peternakan di land Tandjong West ini diabadikan seorang pelukis bernama Johannes Rach pada tahun 1772.    

Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799 lalu diakuisisi oleh kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) dimulai program pembangunan jalan pos (jalan poros) trans-Java dari Anjer ke Panaroekan melalui Buitenzorg (di sisi timur sungai Tjiliwong). Program ini diintegrasikan dengan pembangunan kota-kota dan pengembangan lahan-lahan pertanian.

Untuk membangun kota, Daendels membeli lahan-lahan partikelir, termasuk land Bloeboer untuk membangun kota Buitenzorg (kini Bogor) dan land Weltevreden untuk membangun kota Weltevreden (Nieuwe Batavia). Untuk mengembangkan pertanian penduduk, Daendels meningkatkan bendungan Katoelampa dan kanal irigasi sisi timur jalan pos Batavia-Buitenzorg. Namun program ini terhambat karena pendudukan Inggris (1811-1815). Lalu program ini dimulai pada tahun 1825. Selain kanal Katoelampa, di Buitenzorg kemudian membangun kanal dari sungai Tjipakantjilan dari kampong Bondongan melalui kampong Paledang menuju kampong Kedong Badang dan kampong Tjiliboet.

Pada tahun 1830 dilakukan pembangunan kanal irigasi di sisi barat sungai Tjiliwong yakni dengan membendung sitoe Babakan dan membuat kanal air melalui stasion Lenteng Agoeng yang sekarang menuju land Tandjong West. Sejak adanya bendungan dan kanal ini land Tandjoeng West semakin subur untuk pengembangan pertanian. Kanal ini tidak hanya mengairi land Tandjong West tetapi juga membuat kanal (mundur) ke arah land Srengseng. Sejak itulah land Tandjong West (termasuk land Srengseng) semakin makmur. Lantas apakah sejak ini muncul kampong-kampong baru seperti kampong Kebagoesan dan kampong Djagakarsa?

Kanal ini tepat melalui kampong Kebagoesan. Kanal ini kini sering disebut Kali Baru, kanal yang diteruskan ke arah Pasar Minggu. Sebelum menjadi kanal ke arah hilir, sesungguhnya kampong Kebagoesan adalah hulu sungai Tjideng yang mana air dari dari Kebagoesan mengalir ke hilir di Pasar Minggu terus ke Doerian Tiga, Kalibata dan Tegalparang lalu ke Koeningan, Menteng dan betermu dengan Kali Krokoet di Pedjompongan di Tanah Abang. Hulu sungai Tjiden inilah yang ditingkatkan menjadi terusan kanal dari kampong Kebagoesan.

Jauh sebelum adanya bendungan sitoe Babakan, pada era VOC di Depok semasa Cornelis Chastelein sudah terbentuk kanal irigasi dengan membendung sitoe Pitara yang airnya merupakan limpahan dari land Tjitajam. Pada tahun 1850an bendungan sitoe Pitara jebol dan air bah ini menggenangi persawahan dan pabrik batu bata (lio) yang berada di hilirnya yang kemudian terbentuk sitoe (disebut sitoe Besar di dekat stasion Depok Baru yang sekarang). Pemerintah membangun kembali bendungan sitoe Pitara yang disertai dengan pembangunan kanal melalui arah barat dan berbelok ke utara menuju land Tandjong West di Djagakarsa. Sebagian debit air ini dialirkan ke sitoe Babakan. Sejak inilah terbentuk kampong atau land Tanah Baroe. Oleh karena land Tandjong West menerima manfaat dari air sitor Pitara, pemilik land Tandjong West memberikan konpensasi kepada Gemeente Depok sekian gulden setiap tahunnya.

Pembangunan baru bendungan sitoe Pitara juga memungkinkan meningkatkan kanal irigasi di land Depok menuju ke arah hilir di land Pondok Tjina. Seperti land Tandjong West sebelum 1830 adalah lahan kering, land Pondok Tjina juga menjadi lahan subur karena adanya kanal irigasi. Lahan-lahan yang berada di dataran yang lebih rendah dicetak sawah baru sementara lahan yang lebih tinggi tetap menjadi lahan perkebunan (tetapi dengan adanya irigasi menjadi lebih subur--tidak lagi kering di musim kemarau).

Pada tahun 1865 land Tjondet diketahui telah digabung dengan land Ragoenan. Land Tjondet adalah pemekaran dari land Tandjong Oost. Tidak diketahui siapa pemilik land Tjondet. Dengan penggabungan ini besar dugaan land Ragoenan telah dijual oleh ahli waris Hendrik Lucasz Cardeel kepada pemilik land Tjondet.

Land Tandjong Oost sejak lama telah dimiliki oleh kerabat (suami dari putri) mantan Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Riemsdijk tidak hanya mempunyai land di (land) Antjol, juga Riemsdijk adalah pemilik land Tjiampea yang sangat subur. Sebelumnya juga diketahui Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra (1761-1775) sudah memiliki land Weltevreden dan land Tjimanggies. Ahli waris Riemsdijk terus mempertahankan usaha pertanian. Anak-anak Riemsdijk juga diketahui telah memiliki sejumlah land seperti land Tjibinong, land Tjilodong, land Tjilangkap dan land Tapos.

Di land Tjondet en Ragoenan diketahui sudah terbentuk wilayah urban atau wijk. Informasi diketahui pada sebuah iklan dimana sebuah persil lahan dijual di wijk Tjindet en Ragoenan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1865). Pembeli lahan tersebut diberitakan adalah kongsi Said Mohamad bin Aboe Bakar Aydiet, Said Mohamad bin Achmad bi Hassan dan Mr. JH Toe Water senilai f91.000 (lihat  Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-06-1865). Wijk ini adalah area Pasar Minggu yang sekarang.

Area pasar ini sebelumnya masuk ke dalam wilayah land Tandjong West. Pasar ini tentu saja sudah jauh berkembang jika dibandingkan tahun 1830an. Pasar ini sudah dicatat dalam Almanak 1834 sebagai pasar Tandjong West. Pada tahun 1860 land Tandjong West diketahui telah dibeli/disewa oleh Lie Ing Lie. Dan pasar ini yang kemudian disebut Pasar Minggu (karena buka hari Minggu) dimiliki oleh swasta (sebuah kongsi yang didalamnya termasuk Lie Ing Lie).

Land Tjondet en Ragoenan sendiri diduga kuat telah menjadi milik kongsi dari Lie Eng Lie. Land Tjondet sendiri adalah pemekaran dari land Tandjong Oost yang kemudian dibeli oleh kongsi dari Lie Eng Lie. Land Ragoenan yang sebelumnya dimiliki oleh ahli waris Hendrik Lucasz Cardeel telah berpindah tangan kepada kongsie Lie Eng Lie. Itulah mengapa dua land tersebut disatukan dengan nama land Tjondet en Ragoenan.

Tanah partikelir (landerien) adalah lahan (land) yang dimiliki oleh perorangan. Land adalah semacam negara dalam negara. Yang berkuasa di dalam land bukanlah pemerintah tetapi pemilik land (landheer). Landheer tidak hanya berkuasa pada lahan tetapi semua yang berada di atasnya termasuk penduduk. Pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) sangat kesulitan mendapatkan lahan untuk membentuk pusat pemerintahannya. Hal itu karena di sepanjang sungai Tjiliwong (dari Batavia ke Buitenzorg) hampir semua lahan telah dimiliki swasta. Upaya pembelian pun dimulai dengan menyisihkan anggaran pemerintah.    

Pada tahun 1865 muncul gagasan untuk pembangunan jalur kereta api dari Batavia hingga ke Buitenzorg. Namun pertimbangannya sangat alot. Justru realisasi pembangunan jalur kereta api dimulai di Semarang (hingga Ambarawa). Faktor keterlabatan ini diduga karena faktor pembebasan lahan. Namun akhrnya realisasi jalur kerea api di wilayah sungai Tjiliwong baru terjadi pada tahun 1869 meski masih terbatas hanya pada ruas Batavia hingga Meester Cornelis (Boekit Doeri).. Pada tahun 1870 pemerintah setelah mendengar pertibangan Raad van Indie (semacam dewan pusat) mengumumkan pembangunan jalur kereta api ruas Meester Cornelis hingga Buitenzorg.

Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-05-1870: ‘Gubernur Jenderal setelah mendengar Raad van Nederlandsch Indie mengumumkan lanjutan pembangunan jalur kereta api. Semua yang melihat atau mendengar ini merespon Salut!...Sehubungan dengan pembangunan rel kereta api dari Batavia ke Buitenzorg untuk penggunaan publik menuntut agar pengambilalihan atas nama perusahaan kereta api terhadap lahan milik pribadi (land) yang diperlukan untuk pembangunan jalan dari Batavia ke Buitenzorg, yakni untuk sebagian jalan, mulai dari perbatasan divisi kota dan pinggiran dan divisi Meester-Cornelis sebagai titik awalnya ke tenggara ke arah land-land Parapatan, Menteng dan Tjikeni melalui land tetangga Pegangsangan dan melintasi land-land Matraman dan Kampong Alangong dan kemudian terbagi dua yang pertama ke arah timur di atas land Boekit-Doeri ke Tjiliwong di seberang pasar Meester Coruelis dan yang kedua ke selatan setelah Boekit-Doeri melalui perkampongan Klein Malayoe dan land-land Kampong Malajoe, Kebon Baroe, Tandjong Lengkong, Lengkong Dalem dan Tjikoko, kemudian dengan sebuah tikungan yang melalui perkampongan (wijk) Pengadegan di atas land Pabean Chilauw en Bangka diantara perkampongan (wijk) Kampong Djati dan Kalibata di atas land-land Tjondet, Ragoenan dan Tandjong West, kemudian melalui perkampongan (wjik) Tanah Agong dan dari land Tandjong West ke perbatasan selatan Afdeeling Meester Cornelis (antara Srengseng dan Pondok Tjina).

Pembangunan jalur rel kereta api dari Batavia hingga Buitenzorg selesai dan mulai dioperasikan pada bulan Januari tahun 1873. Sejumlah halte/stasion telah dibangun antara Batavia-Buitenzorg, dua diantaranya di land Tandjong West dan land Tanah Agong. Perusahaan kereta api menabalkan nama dua stasion ini bukan dengan nama (land) Tandjoeng West dan (land) Tanah Agoeng tetapi dengan nama pasarnya yakni Pasar Minggoe dan pasar Lenteng Agoeng.

Jalur kereta api di kampng Kebagoesan (Peta 1901)
Jalur kereta api telah membelah kampong Kebagoesan di land Tandjong West dan juga memotong jalan kuno. Perpotongan jalan kuno dari Pakuan/Padjadjaran ke Soenda Kelapa di ruas land Tandjong West dengan jalur kereta api adalah sebagai berikut: jalan kuno dari tanjakan UI yang sekarang (perbatasan land Srengseng/Lenteng Agoeng dengan land Pondok Tjina) berbelok ke arah timur memotong rel di pangkal jalan Gardu yang sekarang (ujung jalan gardu ini tempo doeloe adalah lokasi landhuis Sering Sing). Lalu dari pangkal jalan Gardu ini berbelok lagi ke arah utara melewati markas militer yang sekarang hingga ke utara di sisi timur stasion Lenteng Agoeng. Jalan kuno ini kmueidan berbelok ke arah barat di depan IISIP yang sekarang dan seterusnya ke jalan Joe yang sekarang. Lalu jalan kuno ini melewati kantor PDIP yang sekarang terus ke sisi barat stasion Tanjong Barat yang sekarang dan berbelok ke timur memotong rel di bawah jembatan penyeberangan. Belum ada stasion Tanjung Barat. Lalu jalur kuno ini ke arah jalan Nangka. Jalan Nangka ini menuju landhuis Tandjoeng West, sedangkan jalur jalan kuno melewati pom bensin lalu menembus jalan tol TB Simatupang hingga ke depan Universitas Tama sampai ke Poltangan. Selanjutnya jalur jalan kuno ini melewati SMA dan SMP lalu memotong rel ke arah barat dan berbelok lagi ke utara hingga ke stasion Pasar Minggu (lampu merah).

Jalur kereta api juga telah membelah kampong Kebagoesan. Sebagaimana terlihat pada Peta 1901 kampong Kebagoesan sebagian besar berada di sisi barat rel dan sebagian yang lain di sisi timur rel (sekarang di area ini lagi dibangun mal/apartemen). Kampong Kebagoesan tidak hanya dibelah oleh kanal irigasi tetapi juga jalur rel kereta api. Meski demikian, kampong Kebagoesan yang terpisah oleh jalur rel kereta api tetap menjadi satu kesatuan kampong di land Tandong West. Dalam Peta 1901 ini juga terindikasi nama land baru yakni land Djati Padang en Kalibata Poelo. Land baru ini telah memisahkan kembali land Ragoenan seperti semula, sementara land Tjondet dihapus (kembali menjadi bagian dari land Tandjong Oost seperti sebelumnya). Nama land Tanah Agong telah diubah menjadi nama land Lenteng Agoeng. Halte/stasion Lentegg Agoeng berada di land Lenteng Agoeng. Land Tanah Agong sendiri adalah land pemekaran dari land Tandjong West. Halte/stasion Pasar Minggoe berada di land Tandjong West.

Batas kampong Kebagoesan dan kampong Djati Padang (Peta 1901)
Tidak diketahui secara jelas kapan land Djati Padang terbentuk dan kapan digabungkan dengan land Kalibata-Poelo. Yang jelas pada tahun 1888 Djati Padang masih diidentifikasi sebagai kampong (ligat Bataviaasch nieuwsblad, 18-10-1888). Disebutkan seorang Tionghoa Lauw Pho di kampong Djati Padang (Tandjong West, Meester Cornelis) telah memeluk agama asli (Islam) dan telah mengubah namanya menjadi Sebi Deman dan mengenakan pakaian asli (Muslim).

Land Djati Padang en Kalibata Poelo sudah barang tentu adalah gabungan land Djati Padang dan land Kalibata-Poelo. Land Djati Padang sebelumnya wilayah kampong Djati Padang di dalam wilayah land Tandjong West. Land Tandjong West makin berkurang, karena sebelumnya land Tanah Agong/land Lenteng Agoeng telah dipisahkan dan dibentuk land tersedniri. Land Djati Padang yang menjadi bagian dari land gabungan Djati Padang dan Kalibata-Poelo batas-batasnya di sebelah barat berbatasan dengan Kali Saroewa (Kalibata), di sebelah timur dekat dengan kanal; di selatan berbatasan dekat dengan kampong Kebagoesan. Batas antar kampong sendiri tidak terlalu jelas karena tidak diidentifikasi dalam peta. Yang diidentifikasi adalah batas-batas antar land. Dengan terbentuknya land Djati Padang, maka batas antara kampong Djati Padang dengan kampong Kebagoesan menjadi tampak jelas.

Land Djagakarsa dan NV Cultuur Mij. Kebagoesan

Batas-batas land adalah batas-batas yang dipersepsikan sebagai batas administrasi wilayah. Belum ada batas-batas kampong secara definitif. Oleh karena itu semua kampong berada di dalam batas land. Namun karena ada banyak kampong yang lebih dulu ada dari land, maka sebuah kampong wilayahnya dapat terpisah yang mana sebagian berada di dalam batas land dan sebagian tetap berada di luar batas land. Adakalanya sebuah kampong, wilayahnya berada di dua land yang telah dibedakan (berbeda).

Land Tandjong West sejak lama telah dijadikan nama suatu wilayah adminstrasi, tetapi tidak semua lahan di batas administrasi itu adalah milik pemilik land Tandjong West. Land Srengseng adalah lahan milik orang lain tetapi secara administrasi dianggap sebagai bagian dari wilayah administrasi land. Ini boleh jadi karena hanya semata-mata untuk keperluan kartografi. Oleh karena itu land Srengseng berada di dalam batas land Tandjong West. Dalam peta hanya land Tandjong West yang diidentifikasi sementara land Srengseng diidentifikasi hanya sebagai nama navigasi saja sebagaimana nama kampong. Sedangkan land Tanah Agong memiliki batas tersendiri, luasnya sangat kecil. Land Tanah Agoeng adalah padat penduduk dan diangkap sebagai sebuah wijk (semacam kelurahan pada masa ini).

Jual beli land diantara para pengusaha (landheer) sering terjadi. Sejak era Gubernur Jenderal Daendels pembelian lahan oleh pemerintah tetap terus dilakukan sesuai dengan ketersediaan anggaran pemerintah. Pada tahun 1836 suatu lahan yang berada di wilayah administrasi land Tandjoeng West dijual pemerintah ke publik, Land itu diberi nama land Djagakartsa (lihat Javasche courant, 11-05-1836).

Pembentukan land dan penjualan ke publik ini diduga karena lahan di Djagakarsa fungsinya telah meningkat sehubungan dengan adanya pembangunan kanal. Siapa yang membeli/menyewa Land Djagakarsa, milik pemerintah tersebut tidak diketahui. Tidak ada kabar berita siapa yang mengusahakan. Boleh jadi land Djagjakarsa tidak laku karena luasnya yang terlalu kecil bagi investor.  Selain itu, pasokan air untuk land Djagakarsa juga tidak terlalu memenuhi untuk keseluruhan.

Namun yang jelas nama land Tandjong West tidak lagi berdiri sendiri tetapi sudah disebut dengan nama baru yakni land Tandjong West en Djagakarsa (lihat Peta 1914). Pada Peta 1901 hanya diidentifikasi sebagai land Tndjong West (saja). Hal yang juga teridentifikasi pada Peta 1914 adalah bahwa land Djati Padang telah dipisahkan dari land Kalibata lalu dihapus dan terbentuk land Ragoenan en Tjondet. Di sebearang sungai Tjiliwong juga terlihat eksis kembali land Tjondet,

Lahan pemerintah dan lahan partikelir berbeda. Pembentukan land partikelir dilakukan pada era VOC. Sebagian land partikelir telah dibeli pemerintah. Sedangkan pembentukan land pemerintah dalam rangka peningkatan penggunaan lahan dalam pembangunan pertanian. Penjualan lahan pemerintah adalah penjualan lahan ke publik yang mengikuti aturan pemerintah (berbeda dengan aturan yang diterapkan oleh pemilik land partikelir).

Pada tahun 1917 muncul berita tidak sedap dari land Ragoenan. Para penggarap atau penyewa di land Ragoenan menunjukka ketidakpusasn karena pemilik land telah menaikkan sewa lahan. Hal ini telah meinimbulkan keresahan di masyarakat. Penduduk melakukan demo ke Balai Kota (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1917). Untuk menghindari kemungkinan munculnya permssalahan yang lebih besar, pemerintah membeli land Ragoenan.  

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,   05-04-1917: ‘Pagi ini sekitar 80 penduduk pribumi, penduduk yang berada di land Ragoenan yang dimiliki oleh Mr. Lic Hin Pang, berada di Balai Kota untuk mengeluh tentang kenaikan sewa tanah yang tidak masuk akal, yang secara tiba-tiba dinaikkan dari f25 menjadi f80. Diperoleh keterangan dari pihak yang kompeten bahwa ada kekacauan besar di land yang bersangkutan dan bahwa disarankan untuk melakukan hal ini dengan cermat’.

Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1917
Bataviaasch nieuwsblad, 26-07-1917: ‘Dikurangi Menjadi Milik Pemerintah. Sehari sebelum kemarin, pemerintah membeli land  Ragoenan yang terletak di Afdeeling Meester Cornelis dengan harga f165.000. Sejarah pembelian ini patut diceritakan bahwa beberapa tahun yang lalu land Ragoenan masuk ke dalam perbudakan dengan pemilik terakhir Lie Hin Pang, ia menaikkan sewa tanah yang sebagian besar merupakan hasil utama dari lahan itu Dalam beberapa kasus, hasil sewa kebun sepuluh kali lipat lebih tinggi. Ini secara alami menyebabkan gerutuan, kemudian gesekan diantara penduduk dan ketidakpuasan meningkat begitu tinggi sehingga timbul gangguan. Kemudian pemerintah  yang tidak dapat memaksanya (intervensi), memutuskan untuk membeli land tersebut’.

Pada tahun 1919 lahan pemerintah land Djagakarsa mulai diusahakan dan ada investor yang berminat dan mengeksploitasinya (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1919). Sebuah perusahaan besar dibentuk yang berbasis di Batavia yang bernama NV Landbouw Maatschappij Tandjong West akan mengeksploitasi lahan pemerintah di Djagakarsa. Perusahaan ini juga akan menambah lahan dengan mengeksploitasi land Kalibata di Grobogan. Land Kalibata yang akan diusahakan itu adalah lahan yang dimiliki oleh Said Abdulla bin Djafar Alhadat yang bertempat tinggal di land Kalibata Kampong Djati.

Tidak lama kemudian pada tahun 1924 menyusul dibentuk perusahaan baru yang bernama NV Cultuur Maatschappij Kebagoesan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-06-1924). Disebutkan dengan keputusan pemerintah disetujui pembentukan perusahaan NV Cultuur Maatschappij Kebagoesan.

Namun dalam perkembangannya diketahui bahwa dua perusahaan pertanian ini dari waktu ke waktu membutuhkan banyak air yang lebih banyak sehubungan dengan bertambahnya areal pertanian. Air yang bersumber dari kanal sitoe Pitara dan kanal dari sitoe Babakan dianggap tidak mencukupi lagi (terutama pada musim kemarau). Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut, perusahaan melalui pemerintah Batavia menegosiasikan agar air yang dipasok dari kanal Pitara dapat ditingkatkan. Negosiasi ini sangat alot. Hasil keputusan terakhir terjadi pada tahun 1930.

Gemeente Depok bersedia dengan konpensasi yang sangat besar. sitoe Pitara harus ditutup, dan semua debit air dari hulu di land Tjitajam dan Ratoedjaja dialirkan langsung ke sitor Pitara dialirkan langsung ke kanal Tanah Baroe. Sehubungan dengan hal tersebut kanal juga diperlebar. Debit air yang melalui Tanah Baroe ini sebagian langsung ke land Djagakarsa dan sebagian dialirkan ke sitoe Babakan untuk meningkatkan debit air ke kanal Tandjong West. Sitoe Pitara ditutup selama-lamanya dan tamat. Sitoe ini adalah warisan dari Cornelis Chastelein sejak era VOC.

Sejak penutupan sitoe Pitara di Depok, debit air kanal melalui land Djagakarsa dan kanal melalui land Tandjong West semakin besar. Debit air yang tinggi ini pada gilirannya semakin memenuhi kebutuhan air di hilir di seperti Pasar Minggoe, Doerian Tiga, Pantjoran, Tebet dan Menteng.

Sebagai wilayah pertanian yang potensial di selatan Batavia, pemerintah Batavia terus memperhatikan land Tandjong West dan sekitarnya. Jalan raya dari Batavia menuju Pasar Minggu mendapat perhatian pada tahun 1930 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-04-1930). Disebutkan dalam rapat dewan Raad Meester Cornelis disepakati sejumlah keputusan (salah satu diantaranya) adalah untuk pengelolaan jalan Pasar Minggoe ke wilayah perbatasan Buitenzorg di land Tandjong West dan Djagakarsa. Sehubungan dengan peningkatan jalan ini, akses ke land Djagakarsa ditingkat melalui jalan Joe yang sekarang (tidak lagi melalui Lenteng Agoeng).

Peningkatan jalan perbatasan Batavia dan Buitenzorg tidak hanya menguntungkan bagi Batavia tetapi memberikan manfaat langsung bagi pemerintah Buitenzorg. Hubungan Depok dan sekitarnya semakin lancar ke Batavia. Meningkatnya akses penduduk di Depok juga dapat meingkatkan kegiatan perekonomian dan perdagangan di Batavia khususnya di land Tandjong West dimana terdapat pasar yakni Pasar Minggoe (yang belakangan ini terus berkembang). Tentu saja akan dirasakannya adanya arus barang dan orang di land Djagakarsa yang semakin meningkat. Land Djagakarsa termasuk desa baru Tjigandjoer Tanah Baroe akan lebih berkembang.

Dua perusahaan inilah yang membuka isiolasi lahan-lahan yang selama ini belum digarap di land Tandjong West. NV Landbouw Maatschappij Tandjong West terus berkibar, demikian juga NV Cultuur Maatschappij Kebagoesan. Keberadaan perusahaan NV Cultuur Maatschappij Kebagoesan ini masih eksis paling tidak hingga tahun 1955 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-11-1955). Disebutkan rapat tahunan pemegang saham NV Cultuur Maatschappij Kebagoesan diadakan di kantor NV Nationale Trust Mij di djalan Nusantara 20 Djakarta, Woensdag 30 Novermber pukul 10.

Desa Kebagusan: Kebun Pertanian di Pasar Minggu

Secara historis area yang menjadi wijk Pasar Minggoe termasuk land Tandjong West. Dalam perkembangannya lahan tersebut dijual dan dipisahkan dari land Tandjong West. Akan tetapi dalam batas-batas tradisional, lahan tersebut tetap masuk land Tandong West. Namun lambat laun nama (wijk) Pasar Minggoe semakin populer sebab tidak hanya ada pasar tetapi juga halte kereta api dibangun di wijk Pasar Minggoe. Dalam pembentukan onderdistrict baru di District Kebajoran, nama yang digunakan adalah Pasar Minggoe. Dengan kata lain, dari sudut masa lalu secara tradisional nama wilayah adalah Tandjong West, tetapi dari sudut perkembangan baru (modern) nama Pasar Minggoe yang digunakan sebagai nama wilayah.

Sehubungan dengan perkembangan yang pesat di Pasar Minggoe, wilayah di selatannya menjadi tampak sedikit tertinggal. Wilayah sekitar Pasar Minggoe berubah menjadi urban, sementara wilayah Tandjong West en Djagakarsa tetap menjadi rural. Sementara perkembangan urban lainnya terjadi di Lenteng Agoeng. Kampong Kebagoesan yang berada di tengah antara dua urban ini menjadi jauh dari pusat keramaian.

Peta 1914
Secara geografis kampong Kebagoesan lebih dekat ke wijk Lenteng Agoeng jika dibandingkan ke wijk Pasar Minggoe. Namun secara sosial ekonomi kampong Kebagoesan lebih dekat ke Pasar Minggoe. Hal ini karena adanya perkembangan yang pesat di wilayah Ragoenan dan Djati Padang. Seperti disebut sebelumnya, kampong Kebagoesan terdiri dari tiga area yakni area di utara, selatan dan timur. Area di timur ini berada di sisi timur jalur rel kereta api, area selatan berbatasan dengan land Djagakarsa yang kini disebut Kebagoesan Wates; sedangkan area yang di utara lebih dekat dengan kampong Djati Padang. Akses jalan sangat baik ke kampong Djati Padang. Jalan ini berpangkal di jalan raya antara Pasar Minggoe dengan Ragoenan. Oleh karena itu kampong Kebagoesan yang berdekatan dengan Djati Padang menjadi lebih cepat berkembang. Kelak kampong Kebagoesan yang dekat dengan Djati padang ini disebut Kebagoesan Besar, sementara kampong Kebagoesan di sisi timur jalur rel menghilang dan menjadi bagian dari Tandjung Barat. Antara kampong Kebagoesan Besar dan kampong Kebagoesan Wates disebut kampong Kebagoesan Ketjil. Dari jalan kuno/sisi rel kereta api, akses menuju kampong Kebagoesan besar diakses dari jalan kecil di sekitar stasion Tanjung Barat yang sekarang, sedangkan ke kampong Kebagoesan Wates diakses dari sekitar kantor PDIP/pom bensin yang sekarang (di selatan jalan Joe), 

Sehubungan dengan penataan sistem administrasi wilayah yang bertepatan dengan penyelenggaraan sensus penduduk tahun 1930, kampong-kampong Kebagoesan (Besar, Wates dan Ketjil) dijadikan sebagai satu desa. Desa lain yang terbentuk adalah desa Djati Padang, desa Ragoenan dan desa Tandjong West. Sedangkan area urban Pasar Minggoe dijadikan sebagai kelurahan (wijk).

Peta 1934
Dalam sistem administrasi wilayah yang baru ini desa Kebagoesan termasuk wilayah Afdeeling (Regentschap) Meester Cornelis, Residentie Batavia. Afdeeling ini terdiri dari tiga district yakni District Meester Cornelis (sisi timur sungai Tjiliwong); District Kebajoran (sisi barat sungai Tjiliwong) dan District Bekasi. Selanjutnya District Kebajoran dibagi ke dalam tiga onderdistrit, yakni Onderdistrict Kebajoran, Onderdistrict Mampang Prapatan dan Onderdistrict Pasar Minggoe. Desa Kebagoesan berada di Onderdistrict Pasar Minggoe. District dikepalai oleh seorang Demang, sedangkan onderdistrict dikepalai oleh Asisten Demang.

Peta 1940
Di onderdistrict Pasar Minggoe pemerintah membangun laboratorium pertanian. Tiga lokasi yang ditetapkan adalah dua persil di jalan raya Pasar Mienggoe-Ragoenan dan satu persil di kampong Oetan di Ragoenan di taman Margasatwa yang sekarang (lihat Peta 1934)). Sebagaimana diketahui land Ragoenan telah diakuisisi pemerintah sejak tahun 1917. Dua persil lahan yang berada dekat Pasar Minggoe ini diduga adalah pembelian lahan baru oleh pemerintah.

Keberadaan kebun pertanian pemerintah di Ragoenan ini sudah ada sebelum tahun 1934. Pada tahun 1934 muncul inisiatif dari Inlandsch Mij. voor Individueele Werkverschaffing (IMIW), suatu tim teknis pemerintah untuk pekerjaan perorangan untuk menyelenggrakan pelatihan (pertanian) tanaman hortikultura di perusahaan hortikultura (milik) Pemerintah ‘Ragoenan’. Lokasi yang ditetapkan sebagai tempat pelatihan adalah desa Tjigandjoer (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-05-1934). Desa Tjigandjoer adalah tetangga desa Ragoenan tempat dimana terdapat kebun pertanian pemerintah. Kebun pertanian di Ragoenan dan tempat pelatuhan pertanian hortikultura di Tjigandjoer tidak jauh dari desa Kebagoesan.

Menjelang berakhirnya kolonial Belanda, desa Kebagoesan sudah jauh berkembang jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan Peta 1940 jalan akses ke desa Kebagoesan dari desa Djati Padang sudah ditingkatkan. Dengan kata lain dari desa Kebagoesan yang berpusat di kampong Kebagoesan Besar akses jalan mutunya sudah sama dengan jalan yang ada di desa Djati Padang. Ini mengindikasikan bahwa desa Kebagoesan melalui jalan di desa Djati Padang sudah jauh lebih berkembang jika dibandingkan dengan kampong Kebagoesan di dekat rel kereta api.

Rumah Megawati Sukarnoputri
Desa Kebagoesan adalah desa kebaikan. Siapa sangka suatu waktu nanti, putri Presiden Soekarno bertempat tinggal di Kebagusan. Desa Kebagoesan sendiri telah berkembang dari suatu kampong di masa lampau yang disebut kampong Kebagoesan. Desa Kebagoesan semakin berkembang lagi pada era kemerdekaan Indonesia dimana Megawati Sukarnoputri, anak Presiden Sukarno bertempat tinggal.

Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu: Rumah Megawati Sukarnoputri

Era kolonial Belanda berakhir setelah terjadinya pendudukan militer Jepang pada tahun 1942. Bagaimana situasi dan kondisi di desa Kebagoesan selama pendudukan Jepang tidak diketahui secara jelas. Pendudukan Jepang hanya berlangsung singkat karena menyeah kepada Sekutu.

Saat situasi inilah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun tidak lama kemudian kembali datang Belanda. Pemerintah RI di Djakarta harus pindah ke Jogjakarta (sebagai ibukota baru di pengungsian) sementara rakyat dan tentara Indonesia berperang melawan tentara NICA/Belanda. Area gerilya para pejuang Indonesia termasuk di desa Kebagoesan.

Di era perang kemerdekaan inilah Fatmawati, istri Presiden Soekarno melahirkan seorang putri di Jogjakarta yang diberi nama Dyah Permata Soekawati Poetri alias Megawati Satyawati. Berita kelahiran putri Presiden RI Soekarno diumumkan melalui radio Jogjakarta (De Volkskrant, 27-01-1947) dan diberitakan kantor berita Antara yang dilansir surat kabar Nieuwe courant.

Nieuwe courant, 27-01-1947
Nieuwe courant, 27-01-1947: ‘Menurut kantor berita republik Antara, istri (nyonya) Soekarno melahirkan pada malam hari tanggal 23 Januari seorang putri yang diberi nama Dyah Permata Soekawarni Poetri alias Megawati Satyawati, lapor Aneta dari Batavia’.

Selanjutnya media lebih sering menulis dengan nama putri Presiden dengan Megawati. Namun dalam perkembangannya nama putri Presiden ditulis sebagai Megawati Sukarnoputri (lihat Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode, 24-01-1951). Penulisan nama Megawati Sukarnoputri muncul sehubungan dengan berita acara ulang tahun keempat dari putri Presiden yang diadakan di istana dengan mengundang ratusan anak-anak. Dalam acara ulang tahun tersebut, setelah bermain dan menari di taman, film berwarna Bambi karya Walt Disney diputar untuk para tamu kecil. Sejak inilah diduga nama Megawati Sukarnoputri digunakan hingga ini hari.
.
Pada era 'perang demokrasi', putri Presiden Sukarno yang telah menjadi tokoh politik lebih memilih tinggal di kelurahan Kebagusan. Rumah Megawati itu kini berada di jalan Kebagusan IV Dalam. Uniknya, sejak tinggal di Kebagusan pada tahun 1990an, Megawati selalu mencoblos di TPS yang berada di kelurahan Kebagusan ini. Itu bagusnya, tidak ada buruknya memang.

Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa
Pada tahun 1990 sebanyak enam kelurahan di Kecamatan Pasar Minggu dipisahkan dan disatukan dengan membentuk kecamatan baru yakni kecamatan Jagakarsa, Keenam kelurahan di Kecamatam Jagakarsa ini adalah Tanjung Barat, Lenteng Agung, Jagakarsa, Ciganjur, Cipedak dan Srengseng Sawah. Sementara kelurahan yang tetap bagian dari kecamatan Pasar Minggu adalah Pejaten Barat, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Kebagusan, Jati Padang, Ragunan dan Cilandak Timur. Nama kelurahan Pasar Minggu sama dengan nama kecamatan; nama kelurahan Jagakarsa sama dengan nama kecamatan.

Rumah Megawati di kelurahan Kebagusan
Pada masa lampau batas-batas kelurahan yang sekarang berada di dua kecamatan yang sekarang di dua land yang ada yakni land Ragoenan dan land Tandjong West. Land Tandjong West kemudian dimekarkan dengan membentuk land Tanah Agong (termasuk Srengseng). Kemudian land Tanah Agoeng berubah menjadi land/wijk Lenteng Agoeang (tidak termasuk Srengseng). Dalam perkembangannya, land Tandjong West dimekarkan kembali dengan membentuk land Djagakarsa (yang didalamnya kemudian terbentuk desa Tjigandjoer yang pada gilirannya kelurahan Ciganjur dimekarkan dengan membentuk kelurahan Cipedak). Sementara di sisi lain, wijk Pasar Minggoe dipisahkan dari land Tandjong West. Dalam hal ini desa Kebagoesan masih berada di land Tandjong West.

Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu
Land Ragoenan pernah digabungkan dengan land baru yakni land Tjondet (pemekaran dari land Tandjong Oost). Namun dalam perkembangannya terbentuk land Kalibata en Djati Padang. Land Tjondet dihapus. Desa Pedjaten sebelumnya berada di land Tjondet. Lalu land Tjondet kembali eksis tetapi hanya berada di sisi timur sungai Tjiliwong. Dengan kata lain desa Pedjaten awalnya adalah masuk land Tjondet tetapi kemudian menjadi bagian dari land Kalibata en Djati Padang. Lalu kemudian land Kalibata dipisahkan dan terbentuk land Ragoenan en Tjondet (sementara land Tjondet tetap eksis di sisi timur sungai Tjiliwong). Desa-desa yang terdapat di land Ragoenan en Tjondet adalah Ragoenan, Djati Padang dan Pedjaten.

Pasar Minggu dan Kebagusan; Tanjung Barat dan Lenteng Agung
Sehubungan dengan pembentukan tiga onderdistrict di District Kebajoran (Afdeeling Meester Cornelis), onderdistrict Pasar Minggoe terdiri dari desa-desa yang berada di land Tandjong West (desa Tandjong West, desa Kebagoesan dan wijk Pasar Minggoe), land Lenteng Agoeng (wijk Lenteng Agoeng dan desa Srengseng), land Djagakarsa (desa Djagakarsa dan desa Tjigandjoer) dan land Ragoenan en Tjondet (desa Ragoenan, desa Djati Padang dan desa Pedjaten). Pada era pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda semua desa-desa di onderdistrict Pasar Minggoe tetap disatukan sebagai kecamatan Pasar Minggu. Pada tahun 1990 kecamatan Pasar Minggoe dimekarkan dengan membentuk kecamatan Jagakarsa. Jika memperhatikan ke awal di masa lampau, desa Tanjung Barat (land origin Tandjong West) seakan mengalami degradasi yang hanya terisasa sebagai kelurahan Tanjung Barat; sementara wijik Pasar Minggoe dan land Djagakarsa yang sebelumnya bagian dari land Tandjong West mengalami promosi sebagai nama kecamatan (kecamatan Pasar Minggoe dan kecamatan Jagakarsa). Secara geografis dalam pembentukan kecamatan Jagakarsa, kelurahan Tanjung Barat lebih dekat ke kecamatan Pasar Minggu jika dibandingkan dengan kelurahan Kebagusan. Namun mengapa kelurahan Tanjung Barat dimasukkan ke kecamatan Jagakarsa kurang diketahui secara jelas, lebih-lebih nama kecamatan baru justru mengadopsi nama kelurahan Jagakarsa, bukan nama Tanjung Barat.  

Dalam konfigurasi kecamatan Pasar Minggu dan pembentukan kecamatan Jagakarsa, nama kampong Kebagoesan, nama desa Kebagoesan dan nama kelurahan Kebagusan tidak pernah diperhitungkan. Kebagusan selalu berada dalam baris terakhir di dalam daftar prioritas. Posisinya dari dulu selalu berada di wilayah terpencil.

Batas kelurahan Lenteng Agung (Peta 1995)
Pada masa ini, batas-batas kelurahan Kebagusan adalah sebagai berikut Sebelah utara berbatasan dengan jalan TB Simatupang (kelurahan Jati Padang); sebelah timur berbatasan dengan Kali Baru (kelurahan Lenteng Agung); sebelah selatan berbatasan dengan jalan Joe dan jalan H. Mursid (kelurahan Jagakarsa); sebelah barat berbatasan dengan jalan Kebagusan Raya (kelurahan Ragunan).

Keberadaan Kebagoesan bagaikan roda pedati adakalanya di bawah dan ada saatnya di atas. Pada saat pembangunan jalan tol lingkar luar (JORR) ruas Rambutan-Pondok Indah tahun 1990 yang diberi nama jalan TB Simatupang, jalan akses menuju desa Kebagoesan dari desa Jati Padang terpotong. Untuk meningkatkan akses ke Kebagusan (juga ke Jati Padang) dibangun jalan alternatif di kedua sisi jalan tol. Kolenel Simatupang sendiri adalah panglima tertunggi TNI yang membawa Presiden Sukarno pindah dari ibukota pengungsian di Jogjakarta ke Djakarta untuk menempati Istana Negara (Istana Merdeka) pada tanggal 28 Desember 1949.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah mengapa batas kelurahan Kebagusan dan kelurahan Tanjung Barat tidak berimpit tetapi disela oleh kelurahan Lenteng Agung (dari jalan Joe hingga jalan tol Simatupang antara kanal dan rel kereta api). Itu semua bermula dari awal di masa lampau di era VOC dalam pembentukan tanah-tanah partikelir (landerein). Setelah land Sering Sing (Srengseng) dan land Tjinere terbentuk, dibentuk lagi land Ragoenan (di sisi timur land Tjinere) dan land Tandjong West (di sisi utara land Srengseng). Lahan-lahan marjinal antara land Tandjong West dan land Ragoenan adalah sisa milik pemerintah VOC. Lahan pemerintah ini adalah lahan yang menjadi wilayah kampong Kebagoesan dan kampong Djagakarsa. Pada tahun 1830 land Tandjong West membangun bendungan di sitoe Babakan dan menarik kanal irigasi ke hilir mengikuti sisi luar bagian barat land Tandjong West. Setelah adanya kanal sebagian land Tandjong West dijual dan terbentuk land Tanah Agong. Batas land Tanah Agoeng yang kemudian berganti nama menjadi land Lenteng Agoeng mulai dari batas land Srengseng, bagian bawah stasion Lenteng Agoeng dan batas kanal di sekitar jalan Joe hingga ke hilir. Dalam hal ini jalan kuno dan kanal adalah wilayah land Tanah Agong/Lenteng Agoeng. Dalam tahap selanjutnya sehubungan dengan pembangunan pasar Tandjong West dan perkembangan pasar tersebut yang kemudian disebut Pasar Minggoe, area land Tandjong West yang telah menjadi urban (wijk) dipisahkan dari land Tandjong West. Batas wijk Pasar Minggoe ini di sisi selatan berimpit dengan batas land (wijk) Lenteng Agoeng di jalan tol Simatupang yang sekarang. Batas antara wijk Pasar Minggoe dan land Tandjong West adalah jalan kuno mulai dari depan Universitas Tama yang sekarang, Poltangan hingga stasion Pasar Minggoe. Namun secara tradisional, kampong Kebagoesan memanjang mulai dari sisi land Ragoenan. Lahan pemerintah dan land Tandjong West. Oleh karena land Tandjong West dijual dan terbentuknya land Tanah Agong/Lenteng Agoeng maka kampong Kebagoesan juga terdapat di land Tanah Agong/Lenteng Agoeng. Pada saat penataan administrasi wilayah desa tahun 1930 kampong Kebagoesan mengalami penyusutan. Desa Kaboegasan yang dibentuk tahun 1930 hanya yang berada di lahan pemerintah. Sementara kampong Kebagoesan di land Lenteng Agoeng (antara kanal dan rel) menjadi bagian dari wijk Lenteng Agoeng. Sedangkan kampong Kebagoesan di land Tandjong West (sisi timur rel) menjadi bagian dari desa Tandjong West. Karena itulah kelak nama stasion baru tidak disebut stasion Kebagusan, dan juga bukan stasion Lenteng Agung (Baru), tetapi stasion Tanjung Barat (toh juga Lenteng Agung sudah punya strasion sendiri).

Jalan alternatif inilah yang menghidupkan kembali aura bagus desa Kebagusan menjadi tempat pemukiman yang dapat diakses dari berbagai penjuru. Sesuai namanya, Kebagusan memang pada akhirnya mendapat kebaikan. Kebaikan berikutnya adalah Megawati, putri Presiden Sukarno memilih bertempat tinggal di Kebagusan. Tidak itu saja, sejak Megawati tinggal di Kabagusan, nasib putri Presiden Sukarno ini menjadi lebih baik dan bahkan dari Kebagusan Megawati Sukarnoputri menjadi Presiden RI untuk menempati Istana Merdeka. Singkat kata hukum silogisma berlaku: Megawati adalah Kebagusan; Kebagusan adalah Kebaikan; maka Megawati adalah Kebaikan.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar