Selasa, 14 Januari 2020

Sejarah Menjadi Indonesia (31): Sejarah Radio, Radio Republik Indonesia (RRI); Bataviasche Radio dan Tokyo Hoso Kyoku


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Radio Indonesia tidaklah dimulai dari Radio Republik Indonesia (RRI) tetapi jauh sebelum RRI didirikan tahun 1945. RRI adalah ujung dari sejarah perjuangan radio di Indonesia. Lahirnya RRI adalah hasil proses belajar orang-orang Indonesia sejak era kolonial Belanda hingga era pendudukan militer Jepang. Semua itu bermula ketika perhimpunan radio dibentuk tahun 1925 yang disebut Bataviasche Radio Vereeniging di Batavia (kini Jakarta).

Sementara itu Tokyo Hoso Kyoku, radio Jepang pertama yang kali pertama mengudara pada tangga 22 Maret 1925 di Tokyo, Jepang. Tokyo Hoso Kyoku dan dua radio (hoso kyoku) yang muncul berikutnya di Osaka dan Nagoya bergabung dengan membentuk radio nasional tahun 1925 dengan  nama Nippon Hoso Kyokai, (Broadcasting Corporation of Japan, semacam RRI sekarang). Pada saat pendudukan militer Jepang, Nippon Hoso Kyokai (NHK) mendirikan cabang di Bandoeng. Ketika kemerderkaan Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 crew Radio Bandoeng Hoso Kyoku berinisiatif menyiarkan teks proklamasi yang dikirim oleh Adam Malik Batubara dari Djakarta yang dibawa oleh Mochtar Lubis ke Bandoeng dengan naik kereta api. Pada pukul 19 malam, penyiar Bandoeng Hoso Kyoku Sakti Alamsyah Siregar membacakan teks tersebut sehingga kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat ditangkap (didengar) di Jogjakarta dan Australia. Sakti Alamsyah dalam pengantarnya, memulai intro sebagai berikut: “Di sini Radio Bandung, siaran Radio Republik Indonesia...". Padahal waktu itu belum lahir Radio Republik Indonesia alias RRI. Inilah awal sejarah Radio Republik Indoensia (RRI) yang terus eksis hingga ini hari.

Lantas bagaimana perjuangan orang Indonesia belajar dan memperjuangkan radio bagi rakyat Indonesia tentu saja belum pernah di tulis. Itu bermula ketika orang-orang Indonesia ingin memasukkan konten pribumi di radio Bataviasche Radio Vereeniging yang hanya cenderung bernuansa Eropa/Belanda sementara sasaran radio untuk semua penduduk. Proses belajar dan berjuang ini pada akhirnya diselesaikan di Radio Bandoeng Hoso Kyoku pada tanggal 17 Agustus 1945. Bagaimana itu semua berlangsung? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teknologi Radio: Bataviasche Radio Vereeniging (BRV) dan Tokyo Hoso Kyoku (THK)

Sejumlah orang melakukan kegiatan radio amatir. Sehubungan dengan perkembangan radio-radio amatir ini, pemerintah Hindia Belanda membentuk suatu komisi radio yang disebut Nederlandsche Indie Radio Commisie. Komisi Radio berkantor di Weltevreden.

Dalam hubungannya dengan penyiaran radio (broadcasting). pemerintah akan memberikan konsesi penyelenggaraan penyiaran radio kepada berbagai pihak yang kompeten hingga batas pendaftaran bulan Juni 1925.  Seperti biasa, pemerintah selalu menawarkan konsesi kepada publik karena penyiaran radio terkait dengan kebutuhan publik (komersil). Namun yang bersifat strategis (terkait dengan kegiatan pemerintah) dilakukan pemerintah sendiri. Pemerintah sendiri telah membangun stasion radio di gunung Malabar, Bandoeng.

Pada tanggal 18 Januari 1923 koneksi radio (nirkabel) antara Belanda (Kootwijk) dan stasion radio di Malabar, Hindia Belanda berhasil dalam uji coba (lihat Algemeen Handelsblad, 19-01-1923). Pada tanggal 19 Januari disebutkan koneksi teleks tersebut sejelas stasiun Eropa lainnya (lihat Algemeen Handelsblad, 20-01-1923). Teknologi ini menjadi selangkah lebih maju dibandingkan teknologi kabel bawah laut (telegraf dan telepon). Teknologi radio ini sudah digunakan pada kapal-kapal yang melakukan kegiatan pelayaran.

Dalam hubungannya dengan perkembangan teknologi radio, pemerintah menerbitkan larangan untuk menerima pesan nirkabel, mereka yang melanggar larangan ini dapat dibawa ke pengadilan pidana (lihat De Sumatra post, 22-01-1923). Hal ini karena di Hindia sudah ada beberapa stasiun penerimaan swasta. Disebutkan alat penerima ini sudah ada yang berbentuk portabel yang dapat dibawa dalam kantong, tidak lagi membutuhkan antena untuk menerima pesan udara. Kebijakan pemerintah ini mendapat penolakan dari berbagai pihak. Para pihak menganggap pesan-pesan yang diterima bukan lagi pesan nirkabel tetapi adalah pesan udara yang mana udara milik publik. Lebih lanjut mereka mengatakan udara bukan milik pribadi siapa pun, pesan-pesan ini yang menyebar di udara adalah kebaikan bersama semua umat manusia. Mereka yang memprotes meminta jika alasannya untuk menjaga kerahasian pemerintah, sebaiknya pemerintah menggunakan teknologi kabel laut saja. Para pihak menantang pemerintah apakah dapat mencegah konsul negara asing yang mendirikan stasiun nirkabel di rumah atau kantornya. Lalu pada akhirnya pemerintah mencabut larangan tersebut.

Akhirnya stasion radio Malabar  selesai dibangun. Peresmian akan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 1823 dan mulai tanggal 7 Mei publik dapat menggunakannya. Namun hasil karya ini ditanggapi publik hambar. Karena pemerintah melalui pimpinan proyek radio Malabar Dr De Groot masih kukuh dengan aturan larangan menerima pesan nirkabel. Empat radio amatir di Soerabaja yang menjadi korban kebijakan pemerintah/Dr De Groot mendapat dukungan bagi radio amatir. Walikota Soerabaja akan melakukan pertemuan dengan direktur Malabar Dr De Groot (lihat De Indische courant, 28-04-1923).

De Preanger-bode, 02-05-1923
Dalam pembukaan radio Malabar disebutkan tidak akan ada layanan yang diberikan hanya semata-mata acara pembukaan saja (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 03-05-1923). Mengapa demikian? Telah tejadi kerusakan pada radio Malabar (lihat De Preanger-bode, 02-05-1923). Disebutkan bahwa tadi malam (tanggal 1) bahwa petir telah menyambar bagian antena stasiun radio Malabar. Sebagai akibatnya, pembukaan koneksi nirkabel antara Belanda dan Hindia yang sempurna tidak akan terjadi. Ini sebuah kesalahan. Layanan yang diberikan hanya telegraf (kabel), tidak ada pengiriman dengan menggunakan radio (lihat Het Centrum, 04-05-1923). Disebutkan bahwa harga untuk transmisi radio sama dengan yang berlaku untuk rute Timur, setidaknya f2 per kata untuk biasa, f6 untuk telegram mendesak dan f1.55 untuk telegram pemerintah Belanda.

Bagaimana jalan pembukaan radio Malabar dilaporkan surat kabar De Preanger-bode,  05-05-1923. Disebutkan ada seratus orang paling penting di Hindia Belanda telah berkumpul di stasiun Malabar. Gubernur tiba sekitar pukul 10 pagi. Kemudian Mr Roelofsen, direktur departemen perusahaan pemerintah, berbicara menunjuk momen langka ini, kemudian menekankan hasil kemenangan sains dan teknologi. Roelofsen kemudian memberikan tinjauan sejarah tentang perkembangan telegrafi radio dari tahun 1910,

De Preanger-bode,  05-05-1923
Roelofsen menyatakan lebih lanjut bahwa Dr De Groot telah membuktikan kemungkinan hubungan langsung dengan Moederland. Dr De Groot telah memilih penempatan antena stasion pada gunung Malabar yang unik sebagai contoh luar biasa dari teknologi rekayasa, memperingati karya insinyur Verdam dan Liebert. Sementara itu Mr Von Faber, kepala layanan PTT (semacam Telkom) memberikan pidato, dengan mendorong perwakilan penjualan yang hadir untuk memanfaatkan koneksi radio dan untuk melihat apa yang bisa ditawarkan. Mr Von Faber juga menekankan laporan pasar saham Javasche yang akan mencapai Belanda pada hari yang sama sebelum tengah hari. Akhirnya Gubernur Jenderal memberikan pidato. Dia menekankan pentingnya hubungan radio ini dan tidak akan terganggu lagi seperti yang sudah-sudah dengan telegraf ketika terjadi perang. Kita terputus dengan ibu pertiwi Moederland. Terakhir Gubernur Jenderal menyampaikan pujian kepada Dr. De Groot, kepada jasa listrik PLTA, kepada direktur GB dan kepada departemen BOW dan Gubernur Jenderal juga mengucapkan selamat kepada kepala Layanan Pos dan Telegraf karena memiliki stasiun ini. Gubernur Jenderal merasa senang bisa membuka stasiun terkuat di dunia ini. Selanjutnya Gubernur Jenderal memberi pesan kepada Ratu dan Menteri Koloni. Namun karena koneksi radio rusak sehingga hanya dilakukan dengan telegraf, yang isinya dibaca Gubenrur Jenderal sebagai berikut: (lihat kutipan De Preanger-bode, 05-05-1923). Selanjutnya Gubenur Jenderal menandatangani prasasti dengan teks awal sebagai berikut: ‘Pada tanggal 5 Mei 1923, Meester Dirk Fock, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, membuka stasiun radio di Malabar untuk umum, stasiun ini dirancang dan dibangun oleh Dr. Ir. Cornelis Johannes De Groot...’. Catatan tambahan: Gubernur Jenderal kemarin malan menghadiri konser musik di Societetit Concordia dan juga telah berbicara dengan Paul Sieleg dengan menyatakan kepuasannya atas karya sang komponis tersebut. Karya Paul Sieleg yang ditampilkan salah satu diantaranya Javaansche Rhapsody.

Peresmian stasion radi Malabar yang sukses adalah satu hal, hal lainnya yang masih tersisa adalah soal larangan penerimaan radio amatir. Dalam perkembangannya diketahui muncul protes yang datang dari asosiasi perdagangan, karena mereka dirugikan dengan larangan ini. Asosiasi perdagangan tersebut terutama di Soerabaja (Handelsvereeniging te Soerabaja) dan Asosiasi Perdagangan di Bandoeng (Handelsvereeniging te Bandoeng) yang telah melayangkan protes ke Radio Commisie di Weltevreden (lihat De Preanger-bode, 26-09-1923).

Pada awal Desember 1923 terbentuk suatu konsorsium yang terdiri dari Aneta, Radio Holland dan Maintz & Co. Konsorsium ini kemudian mengirim proposal ke Gubernur Jenderal untuk memberikan lisensi untuk pendirian perusahaan penyiaran.

Di tingkat groosroot, untuk mengefektifkan fungsi penyiaran para pemilik radio amatir di Batavia membentuk satu wadah tunggal yang disebut Bataviasche Radio Vereeniging pada tanggal 11 Juni 1925 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-06-1925). Asosiasi sejenis kemudian di tempat lain juga didirikan.

Het nieuws van den dag voor N-Indie, 12-06-1925
Sementara di Jepang asosiasi siaran radio dibentuk pada tanggal 29 November 1924, yang mana organisasi ini menjalin kerjasama dengan pemerintah yang disebut Tokyo Hoso Kyoku, untuk mengoperasikan stasiun radio di daerah Tokyo. Lalu pemancar 500 watt dibangun dan mulai mengudara pada tanggal 22 Maret 1925. Pada tahun pertama jumlah pendengar meningkat dari 5.000 menjadi 100.000, jauh di atas harapan para pendiri. Jumlah pendengar di distrik Tokyo pada bulan Agustus 1926 sudah berjumlah 222.000. Keberhasilan yang dicapai di Tokyo mendorong pendirian organisasi yang setara di Osaka dan Nagoya. Tiga organisasi independen ini bekerja berdampingan di bawah kendali Pemerintah. Setelah stasiun beroperasi selama delapan belas bulan, keinginan secara alami muncul untuk membentuk satu organisasi nasional. Tiga organisasi yang ada bergabung dan kemudian pada tanggal 20 Agustus 1925 didirikan Nippon Huso Kyokai (NHK), Organisasi radio ini memperoleh monopoli untuk siaran radio di seluruh Jepang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-01-1931).

Langkah selanjutnya yang dilakukan konsorsium Radio Holland, Maintz & Co dan Aneta mengajukan proposal untuk mengintegrasikan penyiaran radio ke layanan PTT (departemen telegraf dan telepon). Konsorsium membentuk nama perusahaan radio dengan nama: Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatshappij yang disingkat NIROM.

Stasion radio Malabar, diresmikan 5 Mei 1925
Ketentuan dan persyaratan juga telah disampaikan konsorsium kepada pemerintah. Dalam proposal ini NIROM meminta sebesar f42 per tahun dari setiap stasion amatir (lihat Voorwaarts, 16-08-1927).

Dalam perkembangan berikutnya Aneta menarik diri dan kemudian muncul Philips Radio (perusahaan radio) ikut bergabung dalam konsorsium. Juga disebutkan ke dalam konsorsium ini ditambahkan perwakilan pemerintah terutama dalam hubungannya dengan pengawasan siaran. NIROM akan menjadi monopoli untuk seluruh Hindia Belanda. Perencanaan stasiun penyiaran radio yang besar dan pertama di Hindia Belanda akan siap pada tahun 1929. Penyiaran di stasion NIROM akan dilakukan setiap hari dari pukul enam pagi hingga pukul 10 malam.

Sementara di Hindia Belanda (baca: Indonesia) tengah melakukan persiapan penyiaran radio nasional, jumlah pendengar di negara lain cepat berkembang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-08-1928). Disebutkan jumlah pendengar saat ini di Amerika Serikat diperkirakan 7.000.000 pendengar, Kanada 208.000, Brasil 150.000, Argentina 159.000, Swedia 828.000, Engdand 2.400.000, Denmark 211.000, Jerman 2.100.000, Nederland 150.000, Norwegia 63.000, Swiss 64.000, Hongaria 83.000, Irlandia 26.000, Jepang sekitar 400.000, India Inngris 2.000, Afrika Selatan 14.000, Australia 258.000 dan Victoria 11.000.

NIROM dan Siaran Musik Tradisi Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pendudukan Militer Jepang: Sakti Alamsjah dan Radio Bandoeng Hoso Kyoku

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar