Selasa, 13 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (82): Peta Papua; Teluk Wondana di Pantai Utara dan Selat Torres di Pantai Selatan (Papua-Australia)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini  

Daratan luas yang terbilang terakhir dipetakan di muka bumi (diidentifikasi dalam peta) adalah pulau Papua dan (benua) Australia. Kebetulan keduanya secara geografiss berdekatan. Pulau Papua awalnya diidentifikasi oleh pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol, tetapi yang menyelesaikan petanya adalah pelaut-pelaut Belanda (termasuk pemetaan pulau Tasman di selatan Australia). Pemetaan di pulau Papua ini sehubungan dengan perkembangan navigasi pelayaran perdagangan internasional di (kepulauan) Maluku

Di pantai utara pulau Papua khususnya di teluk Wondana menjadi titik penting dalam navigasi pelayaran perdagangan di wilayah pulau Papua. Keutamaan panyai utara wilayah pulau Papua ini sejak awal karena menjadi lintasan navigasi pelayaran pelaut-pelaut Spanyol dari benua Amerika melewati lautan Pasifik. Rute pantai utara Papua inilah yang kemudian diikuti pelaut-pelaut Belanda dengan berbelok ke selatan hingga menemukan pantai timur Australia. Dalam perkembangan pelaut-pelaut Belanda menyelesaikan pemetakan Australia setelah Abel Tasman pada tahun 1642 dari pulau Madagaskan melintasi lautan Hindia dan menemukan pantai selatan Australia dan pulau Tasman, Dalam perjalanan pulang, Abdel Tasman menyusuri pantai timur Papua dan berbelok ke barat menuju Amboina dan kembali ke Batavia. Itulah sejarah awal pemetaan pulau Papua

Lantas apa yang menarik dengan peta (pulau) Papua? Seperti disebut di atas, pulau Papua telah dipetakan oleh pelaut-pelaut Eropa. Tentu saja bagian pedalaman pulau Papua tidak secara langsung dapat dipetakan karena aktivitas navigasi pelayaran perdagangan Eropa terutama Belanda masih terbatas pada pantai-pantai. Mengapa begitu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Teluk Wondana dan Selat Torres: Apakah Ada Aktivitas Gunung Api?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Paparan Sahul vs Selat Torres

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar