Senin, 05 Desember 2022

Sejarah Madura (17): Gunung Semeru dan Pulau Madura; Sejarah Letusan Gunung Api Pulau Jawa, Gempa Bumi Wilayah Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Hari kemarin, Minggu, 4 Desember 2022 terjadi erupsi gunung Semeru (awan panas, debu vulknaik dan guguran). Tidak ada gempa, tetapi erupsi tersebut pada hari ini diberitakan ada satu dusun yang telah tertimbun akibat dampak vulkanik Semeru. Belum lama ini telah terjadi gempa di Garut, yang mana sebelunya gempa terjadi di Cianjur. Dari semua itu kita hanya berharap kerugian menimal (benda dan jiwa). Sementara mengikuti perkembangan yang terjadi di gunung Semeru, mari kita mempelajari sejarah apakah ada kaitan letusan gunung api di wilayah Semeru dan gempa bumi (di daratan pulau Jawa) dengan situasi dan kondisi di wilayah (pulau) Madura.


Gunung Semeru adalah gunung berapi kerucut di Jawa Timur yang juga gunung tertinggi di pulau Jawa dengan puncaknya Mahameru, 3.676 M. Gunung Semeru berada di wilayah kabupaten Malang dan Lumajang. Catatan letusan pertama yang terekam 8 November 1818. Pada rentang 1829-1878 juga terjadi beberapa kali letusan hingga tahun 1913 tetapi tidak banyak informasi yang terdokumentasikan. Letusan pada abad ke-19 terjadi pada tahun 1829, 1830, 1832, 1836, 1838, 1842, 1844, 1845, 1848, 1851, 1856, 1857, 1860, 1864, 1867, 1872, 1877, dan 1878, 1884 1899. Pada 1941-1942, terekam aktivitas vulkanik dengan durasi panjang. Leleran lava terjadi pada periode 21 September 1941 hingga Februari 1942. Beberapa aktivitas vulkanik juga tercatat beruntun pada 1945, 1946, 1947, 1950, 1951, 1961, 1963, 1967, 1969, 1972, 1990, 1992, 1994 Demikian seterusnya. Pada 1 Desember 2020, gunung Semeru mengalami letusan yang diikuti guguran awan panas dari puncak. Adapun jarak luncur guguran awan panas ini mencapai 2-11 kilometer. Tanggal 4 Desember 2021 pukul 15.10 WIB, gunung Semeru Meletus. Gempa vulkanik berkaitan dengan letusan, guguran dan hembusan asap kawah telah terjadi sebanyak 54 kali gempa letusan atau erupsi, 4 kali gempa guguran, dan 18 kali gempa hembusan. Pada 16 Desember 2021 tercatat pukul 23.00 WIB, gunung Semeru dinaikkan statusnya oleh PVMBG dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Hari kemarin Desember 2022 tercatat pukul 12.00 WIB, gunung Semeru dinaikkan statusnya dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah gunung Semeru dan pulau Madura? Seperti disebut di atas, gunung Semeru di timur pulau Jawa tidak jauh dari pulau Madura. Sejumlah gunung tinggi berdekatan dengan gunung Semeru dimana diantaranya masih banyak yang aktif termasuk gunung Semeru. Sementara itu di pulau Madura tidak ada gunung tinggi, tetapi kerap terjadi gempa. Apakah itu berkaitan? Lalu bagaimana sejarah gunung Semeru dan pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Gunung Semeru dan Pulau Madura; Sejarah Letusan Gunung Api di Pulau Jawa, Gempa Bumi di Wilayah Madura

Nama Semeru sudah dicatat Raffles dalam bukunya The Hostory of Java yang terbit tahun 1818. Namun tentu saja itu berdasarkan dari laporan para militernya yang melakukan ekspedisi ke pedalaman. Pada masa pendudukan Inggris sendiri (1811-1816) gunung Semeru masuk wilayah Residentie Pasoeroean. Pasca pendudukan Inggris, Pemerintah Hindia Belanda memperluas cabang pemerintahan di Residentie Pasoeroean dengan membentuk Afdeeling Malang. Yang diangkat sebagai Asisten Residen di Malang adalah D Monnerean (lihat Bataviasche courant, 04-04-1818).        


Dalam Perang Jawa (antara Pemerintah VOC/Belanda dan Mataram), wilayah Malang direbut VOC tahun 1767. Wilayah pedalaman ini lalu dimasukkan di bawah opperkoopman yang berada di Pasoeroean. Namun kehadiran pejabat VOC jarang ke Malang, bahkan hingga terbentuknya Pemerintahan Hindia Belanda (setelah VOC dibubarkan 1799 dan Pemerintah Hindia Belanda dibentuk 1800). Program pertama Pemerintah Hindia Belanda adalah membangun jalan trans-Java dari Batavia hingga Panaroekan pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811). Namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan Inggris di Jawa. Pada Peta 1817 dari Pasoeroean ke Malang hanya dibangun jalan arteri. Ada jalan setapak dari Malang ke lereng gunung Bromo. Di sebelah selatan gunung Bromo terletak gunung Semeru. Ada dua kampong di lereng sebelum timur gunung Bromo yakni kampong Kandangan dan kampong Lamadjang (kedua kampong ini tidak ada akses jalan). Kedua kampong tersebut masuk wilayah Afdeeling Malang. Catatan: Residentie yang berdekatan dengan Residentie Pasoeroean adalah Residentie Soerabaja, Residentie Besoeki dan Residentie Madura en Sumenep serta Residentie Banjoewangie.

Sehubungan dengan terbentuknya cabang pemerintahan dengan ibu kota (Afdeeling) di Malang, Resident Pasoeroean mengirim tenaga ahli untuk menyelidiki keberadaan penduduk Tengger di pedalaman (Bataviasche courant, 24-06-1820). Para ahli ini berangkat dari Pasoeroean dengan kuda menuju kampong Lamadjang (kini Lumajang) sejauh 30 paal. Untuk menuju pegunungan dimana orang Tengger, dari Lamadjang melalui kampong Kandangan (di lereng gunung Semeru) dan kemudian kampong Ledoombo.


Pada posisi ini para peneliti dapat membedakan ketinggian satu puncak dengan puncak lainnya di Kawasan, termasuk melihat jelas pulau Katapang dan pulau Noesa Baroe di pantai selatan. Juga terlihat goenoeng Ringit, gunung Ijan, gunung Lemongan, gunung Arjoeno dan gunung Smeroe. Disebutkan gunung Smeru yang tampak berada di utara menyemburkan awan panas tebal yang tampak megah.

Dalam ekspedisi ini tidak terinformasikan kapan dilakukan perjalanan ke wilayah Tengger. Namun yang jelas bahwa para peneliti melihat awan panas dari puncak Semeru. Boleh jadi para peneliti inilah orang Eropa pertama yang melihat secara langsung puncak gunung Semeru dengan kajadian dimana gunung mengeluarkan awan panas yang tebal. Pada masa ini kota Lumajang masih berupa sebuah kampong. Ada kemungkinan aktivitas vulkanik gunung Semeru terkait dengan gempa dahsyat yang terjadi di Jogjakarta yang terjadi pada tannggal 29 Maret 1818.  Namun hal itu juga dapat terjadi karena terkait dengan gempa di Pasoeroean yang terjadi pada tanggal 9 November 1818 (lihat Bataviasche courant, 21-11-1818).


Bataviasche courant, 11-04-1818: ‘Residen Djokjokarta telah memberi tahu kami hal-hal berikut. Jojocarta 29 Maret 1818. Disini di Djokjokarta hari ini dini hari antara pukul setengah tiga dan pukul tiga kita merasakan gempa yang cukup dahsyat, arah gempa dari arah barat laut ke arah tenggara disertai dengan suara berisik mirip dengan mengendarai beberapa gerobak: goncangan yang berulang hingga tiga kali lebih keras daripada dari gempa bumi yang terasa dalam setahun terakhir: figura kaca tergantung di dinding jatuh sedemikian rupa sehingga pegawai disini terbangun olehnya’.

Tanggal 29 Desember 1820 telah terjadi tsunami (kecil) di Sumenep (lihat Bataviasche courant, 20-01-1821). Disebutkan sekitar pukul sepuluh pagi telah terjadi gempa bumi yang berlangsung lebih dari satu menit. Pada sore hari sekitar pukul tiga efek gempa laut teramati, air yang mengalir di sungai tiba-tiba pecah dengan sangat keras akibat datangnya gelombang besar selama beberapa menit, dan kemudian selama setengah jam lagi, meski datang sedikit, setelah itu sungai kembali mengalir ke laut. Perahu-perahu kecil, yang diikat di pantai dengan tali, putus terbawa arus menjadi terapung. Sejauh ini tidak terjadi kerusakan yang diakibatkannya di laut.


Sudah barang tentu gempa yang terjadi di Sumenep tidak terjadi karena aktivitas gunung api di pulau Madura. Sebab tidak ada gunung api di pulau Madura. Gunung-gunung di pulau Madura terbilang rendah. Gempa yang terjadi di Sumanap/Madura diduga karena aktivitas tektonik atau aktivitas vulkanik yang terjadi di daratan pulau Jawa atau pulau Bali seperti gunung Raung (afdeeling Banjoewangi), gunung Lamongan (Afdeeeling Bazoeki) dan gunung Semeru (Afdeeeling Malang). Beberapa tahun sebelumnya pada era pendudukan Inggris (1815) telah terjadi letusan yang maha dahsyat gunung Tambora di pulau Sumbawa (tidak jauh dari pulau Madura). Deskripsi letusan gunung Tambora dapat dibaca dalam blog ini: Sejarah Jakarta (105): Sejarah Tambora, Tempo Doeloe Kampong Orang Tambora; Apakah Orang Tambora Punah Sejak 1815?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Letusan Gunung Api di Pulau Jawa, Gempa Bumi di Wilayah Madura: Gunung Semeru dan Wilayah Madura

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar