Senin, 05 Desember 2022

Sejarah Madura (18):Sungai-Sungai di Pulau Madura; Gunung-Gunung Rendah di Pulau Madura dan Geomorfologi Wilayah Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Sungai-sungai di pulau Madura? Tentu saja tidak dalam konteks membandingkan sunga-sungai yang panjang di wilayah Jawa Timur seperti sungai Solo dan sungai Surabaya dan sungai Brantas. Sungai-sungai besar di Jawa Timur berhulu di gunung-gunung tinggi seperti sungai Soerabaya yang berhulu di gunung Semeru. Di pulau Madura hanya gunung-gunung rendah (bukit) yang ditemukan, dimana sungai-sungai di pulau Madura berhulu. Jelas berbeda. Meski demikian, ada persamaannya. Seperti sungai-sungai di Jawa Timur, sungai-sungai di pulau Madura juga menyebabkan proses sedimentasi (terbentuknya daratan baru). Dalam hal ini kita sedang mendeskripsikan geomorfologis di pulau Madura.  


Daftar sungai di Madura semuanya berhulu di pegunungan kapur: Kali Baru, lintasan barat, laut Jawa,  melintasi Bangkalan; Kali Balige, selat Madura; Kali Klempes, selat Madura; Kali Lebak, lintasan barat, laut Jawa; Kali Pasian, selat Madura, melintasi Sumenep; Kali Pasongsongan, laut Jawa, melintasi Pasongsongan; Kali Sampang, selat Madura, melintasi Sampang; Kali Saroka, selat Madura, melintasi Saronggi; Kali Sedung, laut Jawa; Kali Semajul, selat Madura, melintasi Pamekasan; Kali Sumberbanger, laut Jawa; Kali Tambing, laut Jawa; Kali Temburu, laut Jawa, melintasi Tamberu. Kali Sampang mengalir dari utara ke selatan melintasi tiga kecamatan di Kabupaten Sampang termasuk Kota Sampang. Kali Sampang berhulu di selatan bukit Betating, desa Gunung Rancak, kecamatan Robatal dan bermuara di selat Madura, kecamatan Sampang. Sungai ini merupakan sungai utama di daerah aliran sungai (DAS) Kemuning atau kadang juga disebut DAS Bediyan seluas sekitar 382,304 km2 mencakup lima kecamatan yaitu Robatal, Karang Penang, Kedungdung, Omben dan Sampang. Sejumlah anak sungai yang bermuara ke Kali Sampang antara lain: sungai Gunungmaddah, Colak, Malaka, Bediyan, Lancaran, Batulebar, Lepelle, Arnih (Wikipedia). Sungai Sumber Pucung panjangnya 8.8 Km; Semajid (17 Km); Torbang (3.5 Km); Pengarengan (7.9 Km); Sampang (30 Km) dan sungai Sorokah (14 Km) (BPS Jawa Timur)

Lantas bagaimana sejarah sungai-sungai di pulau Madura? Seperti disebut di atas di pulau Madura terdapat beberapa sungai, namun sungainya tidak sepanjang sungai-sungai di pulau Jawa. Satu yang pasti gunung-gunung di pulau Madura rendah yang menyebabkan geomorfologi wilayah Madura berbeda dengan wilayah pulau Jawa. Lalu bagaimana sejarah sungai-sungai di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sungai-Sungai di Pulau Madura; Gunung-Gunung Rendah di Pulau Madura dan Geomorfologi Wilayah Madura

Sungai Maringan (kini Kali Marengan) di Sumenep bukanlah sungai yang panjang seperti sungai Kali Sampang. Meski demikian, hingga kini Kali Mrengan kerap banjir dan menggenangi perkampungan. Sungai Maringan tempo doeloe dapat dimasuki perahu-perahu hingga mendekati kota Sumanep (melalui kampong Maringan dimana terdapat benteng). Sungai ini menjadi penting karena ada peristiwa sejarah pada tahun 1820 dimana terlihat ada indikasi tsunami di daerah aliran sungai (sungai Maringan).


Bataviasche courant, 20-01-1821: ‘Disebutkan tanggal 29 Desember 1820 telah terjadi tsunami (kecil) di Sumenep sekitar pukul sepuluh pagi telah terjadi gempa bumi yang berlangsung lebih dari satu menit. Pada sore hari sekitar pukul tiga efek gempa laut teramati, air yang mengalir di sungai tiba-tiba pecah dengan sangat keras akibat datangnya gelombang besar selama beberapa menit, dan kemudian selama setengah jam lagi, meski datang sedikit, setelah itu sungai kembali mengalir ke laut. Perahu-perahu kecil, yang diikat di pantai dengan tali, putus terbawa arus menjadi terapung. Sejauh ini tidak terjadi kerusakan yang diakibatkannya di laut.

Dalam Peta 1817 sungai Kali Marengan diidentifikasi sebagai rivier Kali Puki. Berapa panjang sungai Kali Puki ini tidak diketahui secara pasti, namun sungai yang berada di sebelah barat daya Kali Puki yakni sungai rivier Saroko kini dikenal sebagai sungai Sorokah (panjang 14 Km). Secara geomorfologis, di wilayah Sumenep, dua sungai ini diduga yang membentuk kota Sumanap. Lantas bagaimana asal usul nama Sumenep sendiri?


Wikipedia: Nama Sumenep setidak-tidaknya sudah dikenal sejak era kerajaan Majapahit. Sebelumnya, wilayah Sumenep dikenal dengan sebutan Madura ing Wetan atau Madura bagian timur. Menurut ahli bahasa, nama Sumenep diduga berasal dari bahasa kawi, yakni “Sungennep”.  Jika diartikan, kurang lebih memiliki makna “lembah atau relung yang mengendap”. Sekalipun belum pernah ditemukan prasasti yang menyebutkan kata Sungennep, namun kata tersebut banyak ditulis didalam naskah-naskah kuno yang ditulis pada era Majapahit, seperti Serat Pararaton, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama. Salah satunya seperti yang dituliskan dalam serat Pararaton: “Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan”. Yang artinya: Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur. Catatan: yang tertulis di dalam teks Pararaton yang sebenarnya adalah sebagai berikut: ‘Wiraraja, arupa tan kandël denira, dinohakën, kinon adhipatia ring Sungënëb, anger ing Madura wetan. Hana ta patihira nduk mahu afijënëng prabhu, puspapata sira mpu Raganatha, nityasa angaturi rahayuaning tuhan, tan-kedëp uenira Qri Kêrtanagara; sangkanira mpu Raganatha asalah linggih mantun apatih, ginanten denira Këbo tëngah sang apafijy Aragani. Sira mpu Raganatha gumanti’. Ada perbedaan penulisan antara Sungennep dan Sungeneb.

Kota Sumanap adalah kota tua yang terdapat di bagian timur pulau Madura. Namun yang harus diingat kota tertua di pulau Madura diduga adalah kota Arosbaja (di pantai barat pulau Madura). Sesuai nama Sungeneb yang disebut dalam teks Pararaton, diduga ‘sunge’ dalam hal ini adalah ‘sungai’. Lalu, ap itu ‘neb’?


Kata ‘sunge’ tampaknya bukan kata yang ditemukan dalam bahasa Jawa (Kawi), Kta ‘sunge’ lebih mirip bahasa Melayu atau bahasa Batak.  Boleh jadi nama Sungeneb berasal dari zaman baru (pasca era Singhasari dan Madjapahit). Sedangkan nama Arosbaja adalah nama yang berasal dari zaman kuno (diduga pada era Singhasari dan era Madjapahit). Seperti kita lihat nanti, lalu dalam perkembangannnya nama Sungeneb bergeser menjadi nama Samanap, Sumanap dan Sumenep.

Nama Sungeneb atau Sumenep dalam hubungannya dengan sungai Maringan dan sungai Saroka, posisi kota Samanap atau Sumenep pada awalnya berada di pantai, di suatu teluk (lihat Peta 1724). Nama sungai Saroko merujuk pada nama tempat (kampong) Saroko. Sementara nama sungai Maringan merujuk pada nama tempat (kampong) Maringan. Namun haruslah diingat bahwa kampong Maringan berada di pantai dimana kemudian terbentuk sungai Maringan sehingga Namanya disebut sungai Maringan.


Sungai Maringan sebelumnya bermuara tepat di tengah kota Sumenep yang sekarang, Oleh karena terjadi proses sedimentasi jangka panjang, lalu di dalam danau kuno terbentuk sungai Meringan, dimana kampong Maringan berada di muara sungai. Hal itulah diduga yang menyebabkan nama sungai berubah (bergeser) dari nama sungai Sungeneb (Sunge Neb) menjadi nama sungai Maringan atau sungai Puki. Sementara itu nama sungai Saroko tetap eksis (hingga ini hari) karena posisi kampong Saroka tetap berada di pantai. Berbeda dengan muara sungai Maringan/Puki awalnya di Sumanap, tetapi sungai Saroko diduga berawal di bagian dalam (diduga di kampong Limbong sebelumnya bergeser ke kampong Tambangan).    

Tunggu deskripsi lengkapnya

Gunung-Gunung Rendah di Pulau Madura dan Geomorfologi Wilayah Madura: Riwayat Sungai-Sungai di Pulau Madura

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar