Sabtu, 26 Oktober 2019

Sejarah Sukabumi (16): Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Masa Perang Kemerdekaan; Siapa Lawan, Siapa Kawan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
 

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah satu titik terpenting dalam sejarah (perjuangan) bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga sangat penting di Sukabumi, karena Sukabumi juga adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam proses (garis continuum) perjuangan bangsa. Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga adalah wujud dari kemerdekaan di Soekaboemi dari pengaruh asing (Belanda dan Jepang). Namun Proklamsi Kemerdekaan Indonesia tidak cukup. Perjuangan masih ada, yakni mengusir kembali para penjajah yang kembali (Inggris dan Belanda) yang disebut perang kemerdekaan. Dalam hal ini, Sukabumi menjadi salah satu area penting dalam perang kemerdekaan itu.

Soekaboemi, 21 Juli 1947
Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah proklamasi kemerdekaan untuk seluruh bangsa Indonesia, tanpa terkecuali. Apakah mereka yang non-cooperative maupun yang cooperative. Kedatangan kembali penjajah (Inggris dan Belanda) memicu perang kemerdekaan. Dalam masa perang kemerdekaan inilah setiap anak bangsa diuji kembali. Yang non-cooperative tetap menjadi non-cooverative dan yang cooperative di masa lampau sebagian menjadi non-cooperative sebagian yang lain tetap cooperative. Pada era perang kemerdekaan inilah teruji siapa yang menjadi anak bangsa Indonesia sejati. Dengan kata lain, dalam era perang kemerdekaan ini diketahui siapa yang menjadi lawan dan siapa yang menjadi kawan. Siapa yang menjadi lawan bisa jadi dari orang setempat tidur dan siapa yang menjadi kawan bisa jadi orang yang berasal nun jauh dari seberang lautan.
.
Bagaimana sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sudah kita ketahui. Akan tetapi bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Sukabumi belum sepenuhnya diketahui. Dalam hubungan ini, sudah menjadi tugas kita untuk melengkapi sejarah perang kemerdekaan di Sukabumi. Wilayah Soekaboemi adalah salah satu wilayah pertahanan terakhir bangsa Indonesia. Inilah yang menyebabkan sejarah perang kemerdekaan di Soekaboemi terbilang penting. Hanya saja sejarahnya belum sepenuhnya terdokumentasi. Tentu saja dalam masa transisi ada romantika sejarah yang mengutub pada siapa kawan dan siapa lawan. Untuk lebih memehaminya mari kota telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

De locomotief , 12-10-1949
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.Komandan militer KNIL dan Abdul Haris Nasution di aloon-aloon Soekaboemi dalam acara peringatan hari TNI (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-10-1949).

Interniran Belanda dan Perang Kemerdekaan

Pada era pendudukan militer Jepang, hal terpenting bukanlah keberadaan militer Jepang, tetapi orang-orang Eropa/Belanda yang berada di kamp tahanan sebagai interniran. Mereka ini adalah orang-orang Eropa/Belanda yang terjebak dan tidak bisa meloloskan diri. Mereka dalam tahanan selama masa pendudukan militer Jepang. Tidak lama memang, hanya 3.5 tahun, tetapi sangat menyakitkan. Bayangkan orang-orang Eropa/Belanda berada di atas angin selama 3.5 abad.

Belanda menjajah selama 3.5 abad lalu 3.5 tahun di dalam interniran (tidak merdeka). Bangsa Indonesia dijajah selama 3.5 tahun habis itu merdeka. Meski berada di bawah pendudukan militer Jepang, tetapi secara fisik bebas. Itulah perbedaan antara yang dirasakan orang-orang Eropa/Belanda dan orang-orang Indonesia.

Jumlah interniran Eropa/Belanda di Soekaboemi sebanyak 1.300 orang (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-10-1945). Jumlah ini tampaknya adalah gambaran banyaknya orang-orang Eropa/Belanda di Afdeeling Tjiandjoer dan Afdeeling Soekaboemi sebelum pendudukan Jepang. Selain para interan Eropa/Belanda dipusatkan di Soekaboemi juga dipusatkan di Buitenzorg dan Tjimahi (Bandoeng).

Takluknya Jepang kepada Sekutu, menyebabkan Sekutu/Inggris datang ke Indonesia untuk tujuan dua hal: membebaskan interniran Eropa/Belanda dan melucuti militer Jepang. Dengan banyaknya jumlah interniran Belanda di Indonesi, keinginan untuk menguasai Indonesia kembali muncul. Secara teknis Kerajaan Belanda masih lemah karena baru habis diduduki oleh Jerman, yang memiliki ambisi kuat menguasai kembali Indonesia yang dibonceng oleh Sekutu/Inggris adalah orang-orang Belanda yang berada di pengasingan seperti di Australia. Gerakan Hindia Belanda ini terutama di Australia eksis selama pendudukan Jepang. Pimpinan gerakan ini adalah seorang Indo kelahiran Semarang HJ van Mook. Orang-orang Indo inilah yang sangat berhasrat untuk menguasai kembali Indonesia, untuk menutupi penderitaan selama 3.5 tahun dengan kenangan manis selama 3.5 abad. Namun Indonesia yang ingin dikuasai kembali bukanlah Indonesia sebelum pendudukan Jepang, tetapi Indonesia setelah pendudukan Jepang. Sudah banyak berubah.

Sementara Sekutu/Inggris mulai melakukan tugasnya di Djakarta/Batavia, di Depok terjadi peristiwa berdarah pada tanggal 11 Oktober 1945. Pasukan Sekutu/Inggris pertama mulai mendarat di pelabuhan Tandjoeng Priok, Djakarta/Batavia pada tanggal 29 September 1945. Kerusuhan di Depok (11 Oktober 1945) awalnya tidak dalam konteks perang. Namun karena Inggris yang sudah melakukan aksinya yang mana Belanda menyusul di belakangnya, maka situasi berubah cepat dimana laki-laki dari Depok dipisahkan dan diangkut oleh nasionalis ke Buitenzorg sebagai sandera (dimasukkan ke penjaran Paledang tempat dimana interniran Eropa/Belanda berada).

Kabinet (pertama) Republik Indonesia sendiri baru terbentuk pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan daftar menteri sebagai berikut (lihat Keesings historisch archief: 14-10-1945).

Setelah selesai di Djakarta/Batavia, pasukan Sekutu/Inggris merangsek ke Buitenzorg tanggal 15 Oktober 1945 untuk tujuan pelucutan tentara Jepang juga melakukan pembebasan terhadap tahanan interniran Eropa/Belanda. Rumor di Batavia/Djakarta menyebabkan satu detasemen dipisahkan menyisir Depok untuk seterusnya ke Buitenzorg. Saat inilah tawanan di Depok dibebaskan oleh Sekutu/Inggris dan membawanya ke Buitenzorg sebagaimana dilaporkan surat kabar Telex, 16-10-1945:: ‘sesudah empat hari tawanan di Depok kemudian dibawa ke Buitenzorg untuk dipersatukan dengan sandera laki-laki yang telah dibebaskan di Buitenzrog’

Ketika Sekutu/Inggris bergerak, yang mengevakuasi militer Jepang ke lautan adalah tentara Belanda. Orang-orang interniran yang dibebaskan bergabung dengan pasukan/tentara Belanda yang terus mengalir di belakang Sekutu/Inggris. Gambaran ini dapat dibaca seperti yang diberitkan surat kabar De patriot, 18-10-1945: ‘ Dilaporkan untuk keberangkatan sebanyak 2.500 tentara Belanda (mantan tahanan perang) dari Bangkok ke Jawa beberapa hari ditunda karena kesulitan transportasi. Mereka saat ini berlatih di sekitar Bangkok dan dipersenjatai. Sementara itu sebanyak 5.000 Belanda yang juga merupakan tawanan perang Jepang di Singapura dipersenjatai dan akan dikirim ke Indonesia.

Dalam proses evakuasi tawanan wanita dan anak-anak ini, pasukan nasionalis dari yang bersemubunyi di balik pohon-pohon sepanjang perjalanan menembaki truk pengangkut dengan senapan mesin. Seorang anak meninggal akibat luka tertembak (lihat Bredasche courant, 19-10-1945). Penyerangan oleh nasionalis ini di Depok sesungguhnya perang terhadap penjajah (Sekutu/Inggis dan Belanda/NICA) sudah dimulai.

Permulaan perang juga telah direspon pasukan sekutu Inggris. Ini terkesan dari  proklamasi yang dimaklumatkan Mayor Jenderal D. C. Hawthorne, komandan pasukan darat sekutu di Jawa (yang juga membawahi di Medan dan Padang) pada tanggal 14 Oktober 1945 menyatakan: ‘bahwa ia mengendalikan hukum dan ketertiban, perusahaan publik, mengambilalih pelayanan kesehatan dan makanan. Proklamasi mengutip fakta-fakta berikut yang akan dihukum oleh pemerintahan militer: sabotase, penjarahan, pemogokan di perusahaan publik, menolak untuk menjual kebutuhan untuk alasan apapun dan membawa senjata oleh orang yang bukan bagian dari pasukan sekutu atau polisi berseragam. Semua pertemuan publik, yang menghasut kerusuhan atau kerumunan, dilarang. Sebagian besar pelayanan publik yang dilakukan oleh Indonesia pada saat ini, bekerja secara independen atau di bawah kepemimpinan Jepang. Proklamasi juga menyatakan bahwa semua layanan harus dilaksanakan sekarang memiliki orang-orang untuk bekerja sampai mereka diambilalih oleh pemerintahan militer. Sampai saat itu akan mengontrol layanan yang dilakukan oleh pemerintahan sipil Jepang (lihat juga Keesings historisch archief: 14-10-1945).

Sebagai respon terhadap pasukan Sekutu/Inggris dan Belanda/NICA yang tidak peduli terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lalu Tentara Keamanan Rakjat mengumumkan Proklamasi Perang pada tanggal 13 Oktober 1945 dan yang juga hal yang sama dilakukan Oemat Islam sebagaimana dilaporkan Keesings historisch archief: 14-10-1945. Ini mengindikasikan perang di Depok dapat dikatakan merujuk pada Proklamasi Perang tersebut.

Perang ini juga sudah terjadi di Djakarta.Batavia. Pada tanggal 16 Oktober 1945 yang mana pasukan Belanda telah mengambil kendali lapangan terbang Tjililitan dan pasukan tambahan telah dikirim untuk memperkuatnya. Pada tangga 17 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pasukan Belanda dengan nasionalis. Dua pasukan Belanda ditembak nasionalis dari atas pohon dengan senapan mesin (De patriot, 18-10-1945). Inilah kontak pertama nasionalis dengan (pasukan) Belanda/NICA.

Sementara di Djakarta dan Depok perang telah dilancarkan oleh nasionalis, beberapa hari sebelumnya pada tanggal 13 Oktober 1945 pasukan Sekutu/Inggris mendarat di Padang dan Medan. Pasukan Sekutu/Inggris pada tanggal 20 Oktober 1945 mendarat di Semarang dan pada tanggal 25 Oktober 1945 di Surabaya. Lalu pada tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya.

Presiden Soekarno dalam dilema. Perjanjian Soekarno dengan pimpinan Sekutu/Inggrsi di Singapoera yang hanya membolehkan masuk Sekutu/Inggris dalam kenyataannya Belanda/NICA sudah nempel di belakang Sekutu/Inggris di daratan. Pertempuran di Djakarta/Depok sebagai respon nasional terhadap pelanggaran yang dilakukan Sekutu/Inggris. Radio Bandoeng yang dilansir surat kabar berbahasa Belanda melaporkan bahwa Markas Barisan Rakjat yang dipimpin Abdul Haris Nasution tidak bisa menerimanya dan Soekarno harus disalahkan (Provinciale Drentsche en Asser courant, 17-10-1945).

Dalam permulaan perang ini terindikasi hanya satu saluran pemberitaan di kalangan nasionalis Indonesia yakni Radio Indonesia Bandoeng. Eksistensi radio eks militer Jepang ini sudah diokupasi oleh nasionalis Indonesia. Seperti kita ketahui sebelumnya Radio Bandoeng mengudarakan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada pukul tujuh malam yang dibacakan oleh Sakti Alamsyah Siregar.

Markas Barisan Rakjat di Bandoeng yang menyalahkan Soekarno dapat dikatakan semacam maklumat perang dari Bandoeng. Memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, lalu muncul tuntutan dari (pemerintah) Indonesia yang disampaikan kepada komandan Sekutu/Inggris. Tuntutan itu adalah sebagai berikut (Leeuwarder koerier, 20-10-1945):

1.Tidak ada pasukan Belanda di Indonesia dapat dimasukkan ke darat.
2.Semua pasukan Belanda meninggalkan Indonesia.
3.NICA harus tetap keluar dari layanan.
4.Pemerintah sekarang harus diakui sampai masalah ditinjau oleh ‘otoritas dunia’ yang kompeten.
5.Pendudukan tentara sekutu tentara harus dibatasi untuk urusan yang terkait dengan semua tawanan perang dan melucuti tentara Jepang. 

Semua tuntutan itu dalam kenyataannya tidak digubris baik oleh Sekutu/Inggris maupun Belanda/NICA. Tampaknya Belanda merasa percaya diri untuk mengambil peran yang lebih luas dari Inggris dan merasa mampu untuk menguasai Indonesia kembali. Di lain pihak, pemerintah yang baru terbentuk di bawah Presiden Soekarno belum mampu sepenuhnya mengkonsolidasikan kelompok-kelompok perlawanan (terutama pemuda) di seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas. Para gubernur yang sudah ditunjuk belum bekerja secara efektif.

Dalam perkembangan selanjutnya setelah kejadian kerusuhan di Depok, dilaporkan telah ditangkap enam nasionalis terkemuka di Buitenzorg untuk diinterogasi yang juga dikaitkan dengan kerusuhan di Depok (Telex, 24-10-1945).
Negara Pasoendan: Para Pejuang Terbelah, Penduduk Bingung

Kota Soekaboemi adalah salah satu pusat internitan orang Eropa/Belanda. Setelah BataviaDjakarta dan Buitenzorg, pasukan Sekutu/Inggris merangsek ke Soekaboemi. Jumlah interniran Eropa/Belanda di Soekaboemi sebanyak 1.300 orang (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-10-1945).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar