Sabtu, 05 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (453): Pahlawan Indonesia dan Saroehoem, Revolusioner van Padang Sidempuan; Semarang dan Surabaya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Saroehoem sulit menemukan di internet apalagi di medsos. Nama Saroehoem juga tidak tercatat dalam sejarah nasional, apalagi dalam sejarah Semarang dan sejarah Soerabaja. Tentu saja tidak hanya Saroehoem, banyak tokoh sejarah luput dari perhatian para sejarawan. Padahal Saroehoem adalah seorang tokoh revolusioner yang dapat dikatakan mentor politik pertama Adam Malik. Saroehoem sebagai jurnalis juga aktif dalam sarikat jurnalis pribumi di Semarang dan Soerabaja.

Pada artikel sebelumnya, surat kabar Warna Warta terbit di Semarang (sejak 1902), jauh sebelum surat kabar Medan Prijaji yang didirikan Tirto Adhi Soerjo di Batavia (1908). Surat kabar Warna Warta sangat populer di Semarang. Saroehoem adalah editor surat kabar Warna Warta Semarang sebelum ditutup pada tahun 1931.  Dalam Wikipedia dicatat sebagai berikut: In 1931, a longtime editor Saroehoem left the board of the paper and left Semarang for his native Tapanuli, citing disagreements with his colleagues…In March 1933, Warna Warta renamed itself Djit Po; Ong Lee Soei remained as director and Tan Hoa Bouw became editor. It continued publishing as a daily newspaper. At the end of 1935 it was announced that the former editor Saroehoem was returning to become editor-in-chief of the paper. Saroehoem juga pernah menjadi editor surat kabar Sin Tit Po di Soerabaja. Saroehoem juga menjadi bagian dari kerukunan (persatuan) Sumatra di Soerabaja bersama Radjamin Nasoetion, anggota dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja. Saroehoem juga pernah menjadi editor surat kabar Tjit Po (suksesi surat kabar Warna Warta). Pertanyaannya: Mengapa Saroehoem begitu dekat dengan para jurnalis Cina/Tionghoa? Apakah di dalam tubuh Saroehoem asal Padang Sidempoean juga mengalir darah Tionghoa?

Lantas bagaimana sejarah Saroehoem? Seperti disebut di atas, Saroehoem adalah salah satu revolusioner Indonesia yang menjadi mentor politik Adam Malik. Saroehoem van Padang Sidempoean terbilang begitu dekat dengan para jurnalis Cina/Tionghoa. Lalu bagaimana sejarah Saroehoem? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Wartawan Saroehoem: Seorang Revolusioner van Padang Sidempuan di Semarang dan Soerabaja

Majalah (mingguan berbahasa Melayu) Soeara Sini diterbiitkan di Padang Sidempoean (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1929). Disebutkan majalah Soeara Sini No 1 yang terbit tanggal 5 Juli 1928 dipimpin oleh Saroehoem. Juga disebutkan sebagai co-editor adalah B. Ananda dari Padanglawas, Mhd. Ali Harahap di Semenanjung Malaya, Raden Mhd. Joesoep di Sumatera Selatan dan Raden Atmowisastro di Jawa Tengah. Administratue adalah A. Hakim Loebis di Padang Sidempoean. Majalah ini dicetak di percetakan "Tapian Na Oeli" di Sibolga.

Agen majalah Soeara Sini adalah Thaib Joesoef & MA Machrnoed di Blinjoe, M Bangoen Siregar di Tandjoeng Karang, Noerhan Nasoetion & Pamoentan Harahap di Batavia, Alamsjah di Fort vd Capellen, Moesali Harahap di Goenoengtoea, Haroen Harahap di Pargaroetan, Abd. Manan di Singapore dan O Harahap di Ipoh.

Dalam edisi No 1 ini antara lain memuat petisi atas nama pengurus SI dikirim dari Sibolga (ketua: Haloeddin) kepada dua anggota Volksraad tentang penghapusan pegawai negeri di Tapanoeli dan penggantian dengan pajak jalan. Pada edisi 12 Juli Nomor 2 termasuk artikel tentang Hadji August Salim direkomendasikan untuk lowongan di Raad van Ned. Indie sehubungan dengan penampilannya di Jenewa. “Srh.” [Saroehoem] meminta perhatian Pemerintah terhadap penurunan ekspor produk Pribumi dan beratnya pajak di Padang Lawas. "Non" dari Kajoe Laoet di Mandailing mengeluhkan penyitaan karet olahan yang tidak bersih sempurna. Juga ada  artikel yang mempertanyakan sekolah MULO untuk Tapanoeli yang telah dibahas pada tahun 1927 disebutkan kaum Muslim tidak bisa mengirim anak-anak mereka ke Sekolah Zending MULO.

Ada juga sebuah artikel propaganda 'Indonesia', ia mendorong afiliasi dengan kaum nasionalis yang berjuang untuk Indonesia Raya. Orang-orang berkumpul di bawah merah-putih dengan kepala banteng. Penulis juga menyalin lagu nasionalis. Artikel lain menekankan kerjasama antara raja dan penduduk, menunjukkan konsekuensi bencana dari pemisahan besar antara penguasa dan rakyat Banten di masa lalu. Juga ada artikel yang menyoroti akibat penembakan seorang kuli Pribumi oleh seorang tukang kebun Eropa di perusahaan Sangkoenur, penulis mengatakan bahwa jika seorang Eropa membunuh dia dilepaskan, tetapi jika seorang Pribumi melakukannya, dia digantung.

Majalah Soeara Sini tampaknya adalah majalah politik. Lantas siapa Saroehoem? Apakah Saroehoem ada kaitan dengan gerakan Parada Harahap di Batavia? Parada Harahap adalah pemimpin surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean (1919-1922) dan sejak 1922 hijrah ke Batavia  yang pada tahun 1923 menerbitkan surat kabar Bintang Hindia di Batavia. Parada Harahap pada tahun 1925 mendirikan kantor berita Alpena dengan editor WR Soepratman lalu pada tahun 1926 Parada Harahap menerbitkan surat kabar baru Bintang Timoer di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-08-1926). Disebutkan terbit edisi pertama Bintang Timoer, sebuah suratkabar berbahasa Melayu, di bawah editor Parada Harahap,

Gerakan Parada Harahap di Batavia dimulai pada tahun 1925. Parada Harahap di Batavia mulai menggalang persatuan Hindia yang meliputi orang Indo, Cina, Arab dan pribumi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-01-1925). Disebutkan badan pengurus adalah voorzitter, PJA Maltimo sementara sebagai commissarissen Parada Harahap. Pada bulan bulan September Parada Harahap menginisiasi pendidirian sarikat jurnalis Hindia di Batavia (lihat Deli courant, 02-09-1925). Badan pengurus ketua terpilih pada pertemuan: Tabrani DI (Hindia Baroe). wakil ketua: Kwee Kek Beng (Sin Po), sekretaris: WR Soepratman (Alpena), bendahara Boen Joe On (Perniagaan) dan RS Palindih (Berita). Anggota Dewan Pengawas adalah: Parada Harahap (Bintang Hindia), Sing Yen Chen (Sin Po, edisi Mandarin), Khoe Boen Sioe (Keng Po), Boe Giauw Tjoen (Sin Po) dan Achmad Wongsosewojo (Volkslectuur), (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925). Disebutkan serikat pekerja juga telah dibentuk di Medan, dimana Parada Harahap akan melakukan propaganda untuk afiliasi di Sumatera. Parada Harahap menginisasi penyelenggaraan Kongres Pemuda pada bulan April 1926 tanggal 30 (hari Jumat) yang diadakan di gedung Loge Freemason atau Lux Orientes (tidak jauh dari kantor surat kabar Bintang Hindia dan kantor berita Alpena) yang turut dihadiri berbagai organisasi pemuda (lihat De locomotief, 01-05-1926).. Panitia Kongres Pemuda pertama ini Tabrani (ketua); Bahder Djohan (wakil ketua), Soemarto (sekretaris), J Toule Solehuwy (bendahara); Komisaris P. Pinontoan. Selain Tabrani, semua adalah siswa STOVIA dan Rechthoogeschool’, Dalam hal ini kantor berita Alpena dipimpin oleh Parada Harahap di bawah NV Bintang Hindia dimana editornya adalah WR Soepratman. Sementara itu di Bandoeng pada bulan November 1926 Algenieene Studieclub menyelenggarakan rapat umum di Bandoeng yang dihadiri asekitar 600 orang dengan tema "Politik dan Ekonomi dalam pemerintahan kolonial" (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-11-1926).  Pada bulan Juli 1927 di Bandoeng yang dimotori oleh pengurus Algemenen Studieclub dibentuk sarikat baru yang diberi nama Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) yang mana sebagai ketua Ir Soekarno. Dua bulan kemudian Parada Harahap, yang juga sekretaris organisasi kebangsaan Sumtranen Bond menggagas diadakan pertemuan para pemimpin organisasi kebangsaan di Batavia pada bulan September di rumah Prof Husein Djajadiningrat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927). Husein Djajadiningrat merupakan dekan fakultas hukum di Batavia adalah mantan ketua Indische Vereeniging di Belanda (1910-1912) dimana mantan ketua Indische Vereeniging yang pertama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di Batavia sebagai direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis. Dalam pertemuan para pemimpin organisasi kebangsaan tersebut sepakat membentuk federasi yang diberi nama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia yang disingkat PPPKI. Badan pengurus secara aklamasi ditunjuk MH Thamrin (Kaoem Betawi) sebagai ketua dan Parada Harahap sendiri sebagai sekretaris. Program PPPKI pertama adalah membangun gedung Nasional (gedung PPPKI) di gang Kenari dan menyelenggarakan Kongres PPPKI pada bulan September 1928 di Batavia. Dalam pertemuan ini turut dihadiri pewakilan Pasoendan, Jong Islamiten Bond, Studieclub Soerabaja yang diwakili pimpinannya Dr Soetomo dan PNI Bandoeng yang diwakili ketuanya Ir Soekarno. Dalam pertemuan ini jugaa dihadiri Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon yang baru terpilih sebagai anggota Volksraad dari dapil Oost Sumatra. Catatan: Dr Soetomo adalah mantan Indische Vereeniging di Belanda (1921-1922). Mangaradja Soangkoepon juga adalah mantanfg anggota Indische Vereeniging (1910-1915). Pada minggu-minggu dimana di Padang Sidempoean majalah Soera Sini terbit, di Batavia diadakan pertemuan para pemimpin organisasi pemuda yang sepakat membentuk federasi dengan nama Persatoen Pemoeda dan Peladjar Indonesia (PPPI) yang mana sebagai pengurus inti sebagai ketua Soegondo (Jong Java), sekretaris Mohamad Jamin (Jong Sumatranen) dan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap (Jong Batak). Pertemuan pembentuk PPPI ini juga akan menyelenggarakan Kongres Pemuda (kedua) pada bulan Oktober 1928 di Batavia. Sebagaimana kemudian hasil Kongres PPPKI adalah mengubah platform federasi organiasi-organisais kebangsaan menjadi federasi partai-partai politik kebangsaan. Sedangkan hasil Kongres Pemuda II adalah kesepakatan pemuda satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa: Indoneisa. Dalam Kongres Pemuda ini juga diperdengarkan lagu Indonesia Raya karya WR Soepratman. Catatan: lirik lagu ini yang juga disalin di majalah Soera Sini. Sedangkan merah putih dan kepala banteng dihubungkan dengan PNI (Ir Soekarno).

Besar dugaan Saroehoem sebelum menerbitkan majalah Soeara Sini di Padang Sidempoean, sebelumnya Saroehoem sudah lama (tinggal) di Batavia. Saroehoem dalam hal ini diduga adalah bagian dari gerakan Parada Harahap yang mana Parada Harahap mengutus Saroehoem ke Tapanoeli di Padang Sidempoean. Nama Parada Harahap adalah nama yang cukup berpengaruh di Tapenoeli umumnya dan Padang Sidempoean khususnya. Parada Harahap sendiri di Batavia mulai berpolitik terbentuknya sarikat jurnalis di Batavia dimana Parada Harahap berpolemik dengan pers (berbahasa) Belanda (lihat antara lain De Indische courant, 17-09-1925).  Baru-baru ini Parada Harahap kembali berpolemik dengan jurnalis Belanda (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927).

De Sumatra post, 25-02-1927 (Inlandsche ambtenaren en pers): ‘sebuah artikel di Soeara Tapanoeli dengan judul Over zicht van de Inlandsche Pers  yang mana para pejabat pribumi saat ini dengan mudah di koran-koran menulis tidak seperti sebelumnya. Menurut penulis ini karena adanya Parada Harahap-isme, yang para pejabat takut dengan pers. Pejabat Pemerintah menulis di Padang Sidempoean yang dikeluarkan Inlandschblad, Poestaha yang dulu editor majalah ini, terutama Parada Harahap, Sekarang tidak lagi percaya kepada editor lembar asli dan ini adalah kerugian bagi masyarakat. Oleh karena itu berharap bahwa pejabat ETI dan dewan akan mengikuti arah gubernur yang melarang pejabat pribumi menyatakan pendapat di surat kabar itu. Kasus ini diduga muncul dari adanya kolaborasi besar antara administrasi pemerintahan dan Polisi. (pengkhianatan itu tentu saja tidak cukup, tapi tampaknya dapat diteruskan ke penjara. Kegunaan media untuk penduduk dapat dipertanyakan’. Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1927: ‘Sabtu, 21 Mei, Sumatranen in de Vrijmetselaarsloge melakukan pertemuan public pertama. Organisasi ini didirikan pada tahun 1918 dalam kaitan pencalonan Abdoel Moeis di Volksraad. Dalam pertemuan ini, Parada Harahap ke mimbar mewakili Tapanoeli. Anggota Volksraad di Pejambon berasal dari Sumatra juga turut hadir dalam pertemuan ini. Tiga diantaranya (anak Padang Sidempoean) adalah Todoeng (Harahap) gelar Soetan Goenoeng Moelia, wakil Batavia, Abdul Firman (Siregar) gelar Mangaradja Soeangkoepon, wakil Oostkust Sumatra dan Alimoesa (Harahap) wakil Tapanoeli’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘diskusi tentang mayoritas Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek moyang, sebagai protes keras Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs menganggap sebagai pemberontakan.. Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda? K.W’.

Nama Saroehoem muncul di majalah mingguan Pelita Bangka di Soengeiliat pada edisi 24 September 1928. Diesebutkan Saroehoem mengomentarasi kemarahan sebagian pers pribumi tentang pembatalan utusan pribumi ke Belanda, dimana dia tidak menganggap ini penting, karena hal itu adalah suara sebagian kecil dari mayoritas keinginan rakyat. Di Belanda dianggap bahwa pemberian itu akan sepenuhnya memuaskan penduduk pribumi  tetapi hal ini dan hal-hal semacam itu tidak terlalu penting selama Belanda memegang kendali disini. Baik ketika proposal diterima dan ketika ditolak, disini orang harus tetap fokus untuk mendapatkan kendali rezim ke tangan kita sendiri.

Bagaimana komentar Saroehoem ini dikutip majalah Pelita Bangka tidak terinformasikan, apakah komentar ini diperoleh dari majalah Soera Sini atau dari media lain ditempat lain. Dimana dan dalam konteks apa Saroehoem memberi komentar atas utusan pribumi ke Belanda itu juga tidak terinformasikan.

Dua kutipan di atas (Soeara Sini dan Pelita Bangka) adalah adalah nama Saroehoem kali pertama muncul di ruang publik. Setahun kemudian baru muncul kembali nama Saroehoem. Saroehoem sendiri tampaknya cukup mobile. Saroehoem terkesan sebagai seorang yang menjadi bagian dari gerakan besar: gerakan (perjuangan bangsa) Indonesia.

Deli courant, 26-11-1929: ‘Ksatria. Di beberapa majalah pribumi baru-baru ini dipasang iklan dengan judul "Kabar Nasional Indonesia", yang memuat puisi Saroehoem (terakhir diketahui sebagai editor Soeara Sini di Padang Sidempeoan), tetapi menurut iklan sekarang – tinggal di Fort de Koek) berjudul ‘Semanget Nasional Indonesia’ adalah paper yang berisi sejarah Diponegoro, Tjipto, Soekarno, Asmaun, Tjokroaminoto dan banyak pemimpin terkenal gerakan nasionalis di Hindia, sejarah Diponegoro yang ditelusuri ksatrya dalam pikiran dan kekaguman penduduk pribumi, kami menemukan masuk akal, Sejarah adalah masa lalu dan kejayaan Diponegoro memotivasi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan fakta penting dari hidupnya bahwa setiap liter yang masih hidup Tjipto, Soekarno, Tjokro dkk. dituli, memberikan kesan kebencian yang disengaja atau apakah kita berurusan disini dengan seseorang yang menemukan bisnis baru dan yang berdagang di bawah pengaruh para pemimpin yang digambarkan pada selera pembelian? Sekarang ketika epos direkomendasikan oleh para pemimpin sendiri di pertemuan publik, penulis adalah buku sejarahnya. hilang cukup cepat dan telah melayani tujuan Indonesia dengan cara yang tidak menguntungkan kantongnya sendiri’.

Saroehoem tampaknya adalah salah satu dari barisan revolusioner Indonesia yang tengah menggeliat di Batavia, Bandoeng dan Soerabaja. Saroehoem tampaknya bukan jurnalis (editor) yang tinggal di Padang Sidempoean, tetapi salah satu revolusinoer yang tinggal di Batavia yang mendapat tugas untuk melakukan kampanye dan advokasi di sejumlah tempat dimana gerakan Indonesia dimungkinkan dapat tumbuh dan berkembang seperti di Padang Sidempoean, Bangka dan Fort de Kock. Dalam perkembangannya Saroehoem ditangkap.

De locomotief, 27-11-1929: ‘Opruiend geschrift. Aneta memberi sinyal dd hari ini dari Padaug: Petugas investigasi kriminal menangkap jurnalis Saroehum dari Padang Sidempoean karena mendistribusikan pamflet terlarang berjudul "Semangat Nasional Indonesia". Pamflet sudah disita’.

Bagaimana perkembangan lebih lanjut kasus Saroehoem tidak terinformasikan. Beberapa bulan kemudian diketahui Saroehoem dalam keadaan bebas sebagaimana diberitakan surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1930: ‘Perjalanan Studi Jurnalistik ke Eropa. Tampaknya digunakan di dunia jurnalistik Pribumi saat ini untuk mempelajari jurnalisme Barat di Belanda. Dorongan untuk ini dilakukan oleh Djamaloedin alias Adi Negoro dan Mohamad Tabrani. Saroehoem, seorang jurnalis pribumi di Fort de Koek yang ditangkap tahun lalu sehubungan dengan brosur yang menghasut, akan segera berangkat untuk perjalanan studi jurnalistik ke Belanda. Kita juga mendapat keterangan bahwa tahun depan, jika tidak ada halangan, Pemimpin redaksi Bintang Timoer, Parada Harahap, juga akan pergi ke Eropa untuk memperluas wawasannya’.

De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant (nama sebelumnya De Courant) di Batavia, seperti yang kita baca di AID dijual kepada Parada Harahap. Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi bahasa Belanda surat kabar Bintang Timoer) berhenti beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke jalan Krekot (kantor NV Bintang Hindia)..Aneta, 25 September melaporkan bahwa surat kabar baru Volkscourant di Weltevreden akan terbit mulai tanggal 1 Oktober dalam format yang lebih besar’. Bataviaasch nieuwsblad, 26-11-1930 (persdelict): ‘Parada Harahap dan Kontjosoengkono masing-masing CEO dan editor Bintang Timoer kontra CW Wormser, directeur editor Alg. Ind. Dagblad (AID) di pengadilan kemarin. Koran edisi bahasa Belanda, Bintang Timoer digugat yang dalam hal ini Koentjosoengkono, asisten editor karena dianggap menghina Wormser. Kontjosoengkono didenda f20 dan penjara kurungan selama 10 hari’. De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Parada Harahap berdiri untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan Parada Harahap ikut bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya. Di pengadilan Parada Harahap menjawab: ‘Bagaimana saya bertanggungjawab?. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’ ‘Iya, tapi saya hanya bertanggung jawab untuk bagian jurnalistik’, jawab Parada Harahap. ‘Bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’. ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung jawab?’. ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab saya’ demikian jawab Parada Harahap.

Tampaknya Saroehoem telah pulang studi jurnalistik dari Eropa. Namun bagaimana realisasinya tidak terinformasikan. Pada bulan Maret 1931 sebagai sekretaris Sarikat Seni Sumatra diberitakan menyelenggarakan pertujukan seni di Batavia. Sarikat Seni Sumatra adalah bagian (bidang) di dalam organisasi kebangsaan Sumatranen Bond. Sebagaimana diketahui sekretaris Sumatranen Bond adalah Parada Harahap. Sumatranen Bond sendiri didirikan pada tahun 1918.

Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 26-03-1931: ‘Seni Sumatra. Di gedung klub Sobo Karti di jalan Dr. Djawastraat, rangkaian pertunjukan Kesenian Sumatera akan digelar mulai 1 hingga 3 April pukul setengah delapan malam. Pertunjukan tersebut diselenggarakan oleh Saroehum, sekretaris Sarekat Seni Sumatra. Bagi orang yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk menjadi "orang Indonesia", biaya masuknya dari f 0,30 hingga f 1,25 dan bagi orang yang tidak dapat memenuhi "persyaratan" ini, biaya masuknya adalah f 0,50 hingga f2. Programnya meliputi: Maen Berandai (Permainan Randai), Saber Tarung, Taripiring, Maen Pisau (Adu Pisau), Tari Sinandong, Maen Pajoeng, Tari Bataksche Serimpi dll’.

Sebagai jurnalis, apa yang menjadi media Saroehoem tidak terinformasikan. Namun diduga sebelumnya Saroehoem adalah salah satu editor dari salah satu media Parada Harahap di Semarang. Hal ini karena kaitan antara Parada Harahap dan Saroehoem saling terkait sejak awal ketika Saroehoem menjadi editor Soeara Sini di Padang Sidempoean. Sebagaimana diketahui menjelang Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda pada tahun 1928, Parada Harahap menerbitkan surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang dan surat kabar Bintang Timoer edisi Soerabaja. Dalam hubungan ini pada bulan Juli 1931 ini Saroehoem menjadi ketua panitia Kongres  Jurnalis Pribumi yang diadakan di Semarang.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-07-1931: ‘Congres Inlandsche Journalisten. Kongres jurnalis pribumi pertama diadakan di Semarang pada 8 Agustus. Kongres ini diketuai oleh jurnalis Semarang yang juga sebagai sekretaris jurnalis Sumatra, Saroehoem. Agenda kongres, antara lain: Editor surat kabar Bahagia di Semarang, Joenoes akan memberikan persentasi tentang ‘Jurnalisme dan pengembangan bisnis surat kabar"; Haji [Agoes] Salim akan presentasi dengan topik ‘Jurnalisme dan kode etik’; RM Soedarjo tentang ‘Orang-orang dan Jurnalisme; Maradja Loebis tentang ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’; Saeroen dari Siang Po: tentang ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap tentang ‘Jurnalisme dan ekonomi’. Sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan malaise’. Organisasi jurnalis pribumi saat ini Saeroen sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris dan bendahara, sedangkan sebagai komisaris adalah  Bakrie, Joenoes dan Koesoemodirdjo’. Soerabaijasch handelsblad, 05-11-1931 “Een en ander over de Inlandsche Pers. Bintang Timoer telah menjadi salah satu surat kabar yang terbaik di Hindia adalah hanya karena Parada Harahap’.

Saroehoem pada akhirnya diketahui sebagai pimpinan redaksi surat kabar Cina berbahasa Melayu yakni Warna Warta di Semarang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 15-09-1931). Disebutkan Saroehoem, pimpinan redaksi surat kabar Warna Warta, seorang yang masih muda. Namun tidak diketahui seberapa muda karena tidak terinformasikan.

Banyak peristiwa yang terjadi setelah Kongres PPPKI pada tahun 1929 bulan September di Solo. Satu yang pasti pasca kongres ini, pada bulan Desember Ir Soekarno dkk ditangkap karena terbitan mereka sebelumnya yang dianggap menghasut. Tentu saja apa yang dialami oleh Ir Soekarno sudah dialami oleh Saroehoem lebih dahulu (1928). Saat dimana Ir Soekarno di penjara, ketua PNI Mr Sartono membubarkan partai. Namun dalam perkembangannya pada bulan April 1931 partai baru didirikan Partai Indonesia (PI atau Partindo). Pimpinan PI cabang Batavia adalah Amir Sjarifoeddin Harahap dan pimpinan PI cabang Soerabaja adalah Mohamad Jamin. Sementara itu, sebagian eks PNI yang tidak berafiliasi dengan Mr Sartono membentuk partai sendiri yang dimotori antaralain Soetan Sjahrir yakni Partai Pendidikan Nasional Indonesia (Partai PNI). Pada saat Ir Soekarno bebas dari pernjara memilih bergabung dengan PI. Sedangkan Mohamad Hatta yang belum lama pulan studi dari Belanda memilih bergabung dengan Partai PNI. Pada fase inilah mulai muncul gerakan/persatuan Indonesia yang lebih tajam antara golongan nasional (pribumi) di satu pihak dan golongan Eropa/Belanda di pihak lain. Golongan Cina dan Arab terbelah: pro nasionalis atau pro Belanda.

Dalam perkembangannya diketahui bahwa Saroehoem telah keluar dari Warna Warta (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 17-11-1931). Disebutkan minggu ini nomor pertama penerbitan surat kabar mingguan dengan nama ‘Warta Politik’. Saroehoem, mantan redaktur harian Tionghoa-Melayu Warna-Warta, adalah pemimpin redaksi’.

Apa yang menyebabkan Saroehoem keluar dan meninggalkan posisi pimpinan redajasi di Warna Warta belum diketahui. Lantas apakah ada kaitan keluarnya Saroehoem dari Warna Warta dengan perkembangan politik yang terakhir? Namun boleh jadi Saroehoem yang telah menjadi revolusioner sejak awal, mulai  mendapat angin baru dalam misi perjuangan. Dalam hal ini boleh jadi Warna Warta tidak bergeser ke arah suara politik, sehingga pada akhirnya lebih memilih keluar dan mendirikan surat kabar mingguan dengan nama Warta Politik.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wartawan Saroehoem: Warna Warta, Sin Tit Po dan Djit Po

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar