Selasa, 17 Desember 2019

Sejarah Jakarta (62): Ridwan Saidi dan MH Thamrin, Tokoh Betawi versus Pemimpin Betawi Beda Generasi; Siapa Ridwan Saidi?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Betawi, tokoh tua MH Thamrin sangatlah menonjol. Hal ini karena MH Thamrin adalah pemimpin Betawi. Tidak ada yang dapat menggantikan nama MH Thamrin. Lantas belakangan ini, diantara para tokoh muda Betawi, pada masa ini nama Ridwan Saidi kerap muncul sebagai budayawan yang mewakili (Kaoem) Betawi. Apa hebatnya Ridwan Saidi?  

Mohamad Husni Thamrin (MH Thamrin) lahir di Weltevreden, Batavia, tangga 16 Februari 1894. Setelah melalui berbagai perjuangan di era kolonial Belanda, MH Thmarin meninggal dunia di Senen, Batavia tanggal 11 Januari 1941. Ridwan Saidi lahir di Djakarta tanggal 2 Juli 1942 (pada era pendudukan militer Jepang). Lantas siapa tokoh Betawi setelah meninggalnya tokoh tua MH Thamrin dan sebelum munculnyatokoh muda Ridwan Saidi. Sebagaimana diketahui Ridwan Saidi pernah menjabat sebagai ketua HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) pada periode 1974-1976 (pasca Malari 1974).

Pertanyaan pentingnya adalah siapa sesungguhnya Ridwan Saidi? Soal ini jarang muncul, karena itu tidak ada yang menjawabnya. Untuk menjawab pertanyaan siapa Ridwan Saidi kita harus memutar jarum jam kembali ke masa lalu. Memahami sejarah awal (keluarga) Ridwan Saidi kita akan lebih mudah memahami garis continuum tokoh pemimpn MH Thamrin dengan tokoh budayawan Betawi, Ridwan Saidi. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan Sejarah Menjadi Indonesia, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Sejarah Jakarta adalah bagian dari Sejarah Menjadi Indonesia.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

MH Thamrin Meninggal; Ridwan Saidi Lahir

MH Thamrin meninggal dunia pada tanggal 11 Januari 1941. Malam sebelumnya, Mr. Egon Hakim sangat sibuk mengabari rekan-rekan MH Thamrin karena sakitnya mulai memburuk. Dr. Abdul Hakim dan keluarga yang baru tiba dari Padang di Batavai, pagi subuh Mr. Egon Hakim mengabari Dr. Abdul Hakim. Mr. Egon Hakim juga menelpon langsung Mangaradja Soangkoepon, Dr. Abdul Rasjid, Parada Harahap dan Dr. Radjamin Nasution di Batavia serta Amir Sjarifoeddin di Soekaboemi bahwa MH Thamrin telah dipanggil oleh Allah SWT. Semua segera bergegas ke rumah MH Thamrin. Soekarno dan Mohamad Hatta masih di pengasingan.

MH Thamrin mengikuti kongres Parindra di Jogjakarta pada tanggal 28 dan 29 Desember 1940. Sepulang dari kongres dari Jogjakarta MH Thamrin, anggota Volksraad mengalami sakit. Pada saat sakit ini rumah MH Thamrin didatangi oleh intel dan polisi Belanda dan menggeledah rumahnya (lihat De Indische courant, 07-01-1941). Penggeledahan ini dilakukan sehubungan dengan penghinaan MH Thamrin dan kawan-kawan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Dari tiga tokoh utama dibalik pendirian Parindra (fusi dari PBI dan Bodi Oetomo) hanya MH Thamrin dan Dr. Radjamin Nasution yang masih hidup. Dr. Soetomo (tokoh utama PBI dan Parindra) sudah meninggal di Soerabaja pada tahun 1938 (tiga tahun setelah Parindra dibentuk). Dr. Radjamin Nasution menggantikan posisi Dr. Soetomo di Volksraad (wakil Parindra dari dapil Soerabaja). Anehnya, apa karena kelelahan atau sebab apa setelah penggeledahan rumah MH Thamrin sakit MH Thamrin tidak pernah membaik. Setelah penggeledahah, sementara MH Thamrin sakit rumah MH Thamrin terus di bawah pengawasan intel dan polisi Belanda. Saat pengawasan terhadap MH Thamrin yang membuat heboh di Volksraad, polisi dan intel Belanda (PID) tengah melakukan interogasi kepada seorang jurnalis Jepang, Japansche handelsvertegenwoordiger van Tokio te Batavia (lihat Soerabaijasch handelsblad, 10-01-1941). Keesokan harinya MH Thamrin dikabarkan meninggal dunia.   

MH Thamrin meninggal pada hari Minggu pukul empat subuh tanggal 11 Januari 1941 (lihat De Indische courant, 11-01-1941). Sebab meninggalnya MH Thamrin sangat cepat dan menjadi teka-teki karena bersifat politis. Sesaat sebelum diberangkatkan dari rumah duka ke masjid Sawah Besar dan pemakaman di pekuburan Karet, Mr. Egon Hakim berbicara mewakili keluarga dan Parada Harahap memberi sambutan (terakhir) mewakili teman-teman MH Thamrin.

Soerabaijasch handelsblad, 14-01-1941
Mr. Egon Hakim adalah menantu MH Thamrin, dan Dr. Abdul Hakim Nasution, wakil wali kota (Locoburgemeester) Padang adalah ayah dari Mr. Egon Hakim. Parada Harahap adalah sohib dari MH Thamrin yang mana keduanya adalah ketua dan sekretaris PPPKI yang didirikan tahun 1927. Pada saat pembentukan PPPKI, Parada Harahap mewakili Sumatranen Bond dan Bataksche Bond, sedangkan MH Thamrin mewakili Kaoem Betawi. Pada tahun itu untuk kali pertama MH Thamrin (mewakili dapil Batavia) dan Mangaradja Soeangkoepon (mewakili dapil Oost Sumatra) menjadi anggota Volskraad, Parada Harahap adalah tokoh di balik hubungan keluarga Dr. Abdul Hakim (locoburgemeester Padang sejak 1931 hingga 1942) dan keluarga MH Thamrin (locoburgemeester Batavia pada tahun 1930 yang menjadi anggota Volksraad). Soerabaijasch handelsblad, 14-01-1941

Pada tahun 1941 MH Thamrin (dapil Batavia), Mangaradja Soeangkoepon (dapil Ooost Sumatra), Abdul Rasjid (dapil Tapanoeli) dan Radjamin Nasution (dapil Soerabaja) adalah anggota Volksraad. Dr. Abdul Rasjid adalah adik kandung Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Sementara itu, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap adalah dua dari tiga pimpinan GAPI, MH Thamrin mewakili partai Parindra dan Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap mewakili partai Gerindo (bukan Gerindra dan terdengar mirip sebagai nama gabungan dari Gerindo dan Parindra). MH Thamrin dan Mangaradja Soeangkoepon adalah ‘dua macan’ Pedjambon (gedung dewan Volksraad saat itu di Pedjambon; kini di Senayan).

Pada saat MH Thamrin meninggal di Weltevreden, Batavia tanggal 11 Januari 1941, tentu saja Ridwan Saidi tidak tahu apa-apa, karena Ridwan Saidi baru lahir di Sawah Besar, Djakarta tanggal 2 Juli 1942. Meninggalnya MH Thamrin pemberitaannya sangat luars biasa. Surat kabar berbahasa Belanda berpengaruh di Batavia harus menunda beberapa jam waktu sirkulasinya karena harus menunggu untuk menyelipkan Breaking News. Demikian juga surat kabar paling berpengaruh di Batavia, milik Parada Harahap Tjaja Timoer harus menunda beberapa jam sirkulasinya.

Pada Harahap adalah tokoh media pribumi paling berpengaruh di era kolonial Belanda yang dijuluki sebagai The King Java Press. Memulai karir jurnalistik ketika masih sebagai krani perkebunan di Deli. Tidak tahan melihat koeli asal Jawa disiksa oleh para planter, berinisiatif melakukan investigasi dan laporannya dikirimkan ke surat kabar Benih Merdeka di Medan. Laporan ini kemudian disarikan redaktur menjadi sejumlah artikel. Artikel-artikel ini kemudian dilansir surat kabar Soeara Djawa edisi Juni 1918 yang kemudian menjadi heboh di Jawa. Parada Harahap dipecat sebagai krani. Parada Harahap merantau ke Medan dan melamar menjadi jurnalistik tetapi justru posisi editor yang ditawarkan oleh manajemen Benih Merdeka. Nemun beberapa bulan kemudian surat kabar Benih Merdeka dibreiden. Surat kabar Pewarta Deli pimpinan Abdullah Lubis menawarkan Parada Harahap sebagai editor. Namun karena Pewarta Deli cenderung moderat, Parada Harahap pulang kampong ke Padang Sidempoean dan menerbitkan surat kabar yang lebih radikal di Padang Sidempoean dengan nama Sinar Merdeka. Parada Harahap juga merangkap editor surat kabar Poestaha yang didirikan Soetan Casajangan pada tahun 1915 di Padang Sidempoean. Pada tahun ini Parada Harahap menjadi ketua Jong Sumatranen Bond afdeeling Tapanoeli. Pada kongres Sumatranen Bond yang pertama di Padang, Parada Harahap mewakili Tapanoeli. Pembina kongres ini di Padang adalah Dr. Abdul Hakim Nasution (anggota dewan kota Padang). Saat kongres inilah Parada Harahap saling kenal dengan Mohamad Hatta yang juga hadir di kongres sebagai perwakilan Sumatranen Bond afdeeling Padang. Pada kongres kedua tahun 1921 keduanya juga hadir. Pasca kongres ini Mohamad Hatta melanjutkan studi ke Belanda. Setahun kemudian surat kabar Sinar Merdeka milik Parada Harahap dibreidel. Pada tahun 1922 Parada Harahap merantau ke Batavia dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia tahun 1923. Pada tahun 1924 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi pertama, Alpena dengan editor WR Supratman. Pada tahun 1925 Parada Harahap melakukan kunjungan jurnalistik ke Sumatra dan Smenanjung yang laporannya dibukukan dan diterbitkan percetakan NV Bintang Hindia. Pada tahun 1926 Parada Harahap di bawah bendera NV Bintang Hindia menerbitkan surat kabar baru yang lebih tadikal dengan nama Bintang Timoer. Ir. Soekarno yang baru lulus THS dan telah membentuk clubstudi di Bandoeng kerap mengirim artikel ke Bintang Timoer (yang menjadi awal perkenalan Parada Harahap dengan Ir. Soekarno). Parada Harahap mulai menghubungkan sohibnya Mohamad Hatta di Belanda dengan teman barunya Ir. Soekarno. Singkat kata: Parada Harahap menggagas persatuan Indonesia tahun 1927 dengan membentuk supra organisasi yang disebut Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (disingkat PPPKI). Pembentukan ini dilakukan di rumah Prof. Hoesein Djajaningrat yang juga turut dihadiri Mangaradja Soangkoepan yang baru terpilih Volksraad dan Ir Soekarno mewakili Perhimpunan Nasional Indonesia dari Bandung. Kaoem Betawi diwakili ketuanya MH Thamrin dan Sumatranen Bond diwakili Parada Harahap. Kepengurusan secara aklamasi menetapkan MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Parada Harahap saat itu juga adalah ketua pengusaha pribumi Batavia (semacam Kadin masa ini) yang mana anggotanya juga termasuk MH Thamrin. Hoesein Djajaningrat dan Mangaradja Soangkoepon adalah mantan pengurus Indische Vereeniging di Belanda. Organisasi ini didirikan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang mana sekretarisnya salah satu adalah Hoesein Djajadiningrat. Soetan Casajangan yang mendirikan surat kabar Poestaha di Padang Sidempoean pada tahun 1927 ini adalah direktur sekolah guru Normaal School di Meester Cornelis (kini Jatinegara) sementara Prof. Hoesein adalah dekan sekolah hukum di Batavia. Trio Casajangan, Hoesein dan Soangkoepon di belakang terbentuknya PPPKI. Parada Harahap adalah pemain utama (yang didukung oleh ketua PI Belanda Mohamad Hatta dan Ir. Soekarno ketua PNI di Bandoeng). Di gedung PPPKI di gang Kenari, Parada Harahap sebagai kepala kantor hanya memajang tiga foto di dinding ruang rapat, yakni foto-foto: Soeltan Agoeng, Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta). Parada Harahap adalah mentor politik praktis Hatta dan Soekarno. Pada saat Ir. Soekarno di tahan dan akan diasingkan Parada Harahap memimpin tujuh revolusioner ke Jepang pada bulan November 1933. Dalam rombongan ini termasuk Abdullah Lubis, pemimpin Pewarta Deli di Medan, Mr. Samsi Widagda, Ph.D, guru sekolah di Bandoeng (yang dibangun bersama Soekarno) dan sarja baru yang baru pulang studi deari Belanda yang tidak lain siapa lagi: Drs. Mohamad Hatta. Rombongan ini pulang dari Jepang pada tanggal 13 Februari dengan kapal Panama Maru di Soerabaja yang disambut Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution (pengurus partai PBI (Partai Bangsa Indonesia). Dr. Soetomo kepala rumah sakit di Soerabaja, Dr. Radjamin Nasutiong anggota dewan kota Soerabaja. Pada tanggal yang sama Ir. Soekarno diberangkatkan ke pengasingan di Flores dari pelabuhan Tandjoeng Priok. Catatan: selama di Jepang, Parada Harahap dijuluki media-media Jepang sebagai The King of Java Press.

Riwayat MH Thamrin: Parada Harahap dan MH Thamrin Memindahkan Soekarno dari Flores ke Bengkoelen (Secara Berkala dikunjungi Mr. Egon Hakim dari Padang dan Mr Gele Haroen dari Teloek Betoeng)

Tunggu deskripsi lengkapnya

Riwayat Ridwan Saidi: Lafran Pane Mendirikan HMI di Jogjakarta (Februari, 1947), Ida Nasution Mendirikan Perhimpoenan Mahasiswa Indonesia (PMI) di Batavia (November 1947)

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar