Jumat, 11 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (411): Pahlawan Indonesia–Dr Ir Thung Tjeng Hiang Sekolah Kesatuan Bogor; Era Mahasiswa di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Thung Tjeng Hiang? Mungkin hanya samar-samar terinformasikan pada masa ini. Yang jelas nama Thung Tjeng Hiang dihubungkan dengan sekolah yang terkenal di Bogor Sekolah Kesatuan. Nama besar tidak selalu terinformasikan. Itulah masalahnya. Namun sejarah tetaplah sejarah. Untuk soal ini tidak hanya Thung Tjeng Hiang yang minim narasi sejarahnya, masih banyak lagi. Pada masa muda Thung Tjeng Hiang aktif dalam organisasi mahasiswa di Belanda.

Sekolah Kesatuan Bogor adalah sekolah swasta berdiri sejak 22 Agustus 1949 di Kota Bogor dan dikelola oleh "Yayasan Kesatuan", Ketika berdiri, nama nsekolah "Sekolah Rakyat Prof. Dr. Ir. Thung", dan kemudian diubah menjadi "Sekolah Kesatuan" pada 11 April 1966. Sekolah ini bermula tahun 1949 ketika Prof. Dr. Ir. Thung Tjeng Hiang mengadakan pertemuan dengan beberapa orang tua dan ahli-ahli pendidikan untuk membicarakan penampungan anak-anak yang terancam putus sekolah akibat ditutupnya sebuah Taman Kanak-Kanak Partikelir di Bogor. Pada saat itu, Prof. Thung, seorang Guru Besar pada Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor. Pada 22 Agustus 1949, didirikan "Sekolah Rakyat Prof. Dr. Ir. Thung" lengkap dengan Badan Pengurusnya. Prof. Dr. Ir. Thung terpilih sebagai Ketua Badan Pengurus pertama. Sekolah hanya menyediakan pendidikan untuk TK saja. Sekolah ini bernaung di bawah "Yayasan Sosial Thung Tjoen Pok" yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan pengajaran. Pada 1 Agustus 1959, dibuka SMP Prof. Dr. Ir. Thung. Untuk jenjang SMA dibuka tahun 1965. Pada 11 April 1966 secara resmi "Sekolah Prof. Dr. Ir. Thung" berubah nama menjadi "Sekolah Kesatuan". Pada tahun 1973 mulai dibuka sebuah akademi yang bernama "Akademi Ketatalaksanaan Kesatuan Bogor". Pada tahun 1982 Sekolah Kesatuan berubah nama menjadi "Lembaga Pendidikan Kesatuan". Pada tahun 1994 - nama "Lembaga Pendidikan Kesatuan" kembali menjadi "Sekolah Kesatuan". Lalu tahun 1995 mulai berdiri "Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan".Tempo doeloe sekitar 1983an sekolah ini selalu saya lewati jika ingin menonton film Mandarin di bioskop Ranggagading.

Lantas bagaimana sejarah Thung Tjeng Hiang? Nah, itu dia! Seperti disebut di atas, Thung Tjeng Hiang adalah seorang tokoh sejak mahasiswa di Belanda tetapi kini kurang terinformasikan. Yang dikenal luas adalah Sekolah Kesatuan Bogor. Lalu bagaimana sejarah Thung Tjeng Hiang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia – Dr Ir Thung Tjeng Hiang: Organisasi Mahasiswa di Belanda

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS), Thung Tjeng Hiang melanjutkan studi ke Batavia. Thung Tjeng Hiang lulus ujian penerimaan di sekolah Gymnasium Willem III Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-05-1911). Pada tahun 1912  lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1912). Pada tahun ini Sorip Tagor Harahap lulusan sekolah kedokteran hewan Veearsten School di Buitenzorg melanjutkan studi kedokteran hewan ke Belanda di Utrecht. Sorip Tagor kelak dikenal sebagai kakek artis Risty/Inez Tagor.

Gymnasium Willem III adalah sekolah berasrama di Batavia. Siswa yang diterima di GW III Batavia adalah lulusan sekolah dasar ELS. Gymnasium KW III ini menyelenggarakan HBS 5 tahun yang mana tiga tahun pertama setara sekolah menengah pertama (MULO). Thung Tjeng Hiang lulus ujian masuk di Soekaboemi (lulusan ELS Soekaboemi). Tiga tahun pertama HBS di GW III dapat sertifikat diploma yang dapat meneruskan ke kelas lebih lanjut (kelas empat HBS). Kemudian lulusan sekolah MULO dari luar KWS III juga ditempatkan di kelas empat. Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke fakultas/universitas di Belanda. Seperti kita lihat nanti GW III kemudian sejak 1814 lebih dikenal sebagai sekolah Koning Willem III School (KW III).

Tampaknya Thung Tjeng Hiang lancar dalam studi. Pada tahun 1913 lulus ujian treansisi naik ke kelas tiga (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1913) dan kemudian lulus di tahun 1914 naik kelas empat HBS di KW III School (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-04-1914). Pada tahun 1915 Thung Tjeng Hiang lulus ujian naik ke kelas lima (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-04-1915).

Gymnasium Willem III/KW III School didirikan tahun 1860. HBS juga didirikan di Soerabaja dan Semarang. Di Batavia sendiri ada juga sekolah yang menyelenggarakan HBS 5 tahun yakni sekolah Prins Hendrik School (PHS) yang didirikan tahun 1911. Seperti KW III School, sekolah PHS juga sangat terkenal (sekolah elit). Seperti kita lihat nanti lulusan PHS ini antara lain Mohamad Hatta (wakil presien), Ida Loemongga Nasoetion, perempuan Indonesia pertama meraih gelar doktor di bidang kedokteran tahun 1931; Anwar Makarim (kakek Nadiem Makarim) dan Soemitro Djojohadikoesoemo (ayah dari Prabowo Subianto)..

Akhirnya Thung Tjeng Hiang lulus ujian akhir di KW III School pada tahun 1916 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1916). Yang lulus bersama Thung Tjeng Hiang antara lain AA Maramis.

Di Indonesia (baca: Hindia Belanda) belum ada sekolah tinggi. Jika lulusan sekolah dari Hindia melanjutkan studi harus ke Belanda. Mahasiswa pertama di Belanda adalah Raden Kartono tahun 1896 (lulusan HBS Semarang). Mahasiswa kedua adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan yang mulai studi tahun 1905. Pada tahun 1908 saat mana jumlah mahasiswa pribumi asal Hindia di Belanda, Soetan Casajangan mendirikan organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische Vereeniging (sekaligus menjadi ketua pertama). Sedangkan sekretaris Raden Soemitro, lulusan HBS Semarang 1907. Pada bulan Januri 1917 sebagai bagian dari Indische Vereeniging, Sorip Tagor dkk mendirikaan organisasi mahasiswal asal Sumatra. Pengurus adalah Sorip Tagor ketua, Dahlan Abdoellah wakil ketua, Todoeng Harahap gelar Soetan Casajangan sebagai sekretaris-bendahara. Salah satu komisaris adalah Tan Malaka.

Setelah lulus HBS di Batavia, Thung Tjeng Hiang langsung berangkat studi ke Belanda. Tidak terinformasikan kapan berangkat. Pada tahun 1917 Thung Tjeng Hiang diberitakan lulus ujian kandidat di sekolah tinggi Rijks Hoogere Land, Tuin  en Boschbouwschool di Wageningen (lihat Het vaderland, 08-07-1917). Yang sama-sama lulus dengan Thung Tjeng Hiang antara lain Thung Tjeng Louw (mereka bersua sudah sama-sama sejak GW III/KW III School di Batavia).S. Sastrawidagda

Di Wageningen sudah ada Zainoeddin Rasad yang bersekolah di Miiddlebare Koloniale Landbouwschool. Pada tahun 1916 Zainoeddin Rasad lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga (lihat Provinciale Overijsselsche en Zwolsche couran,    17-07-1916). Sekolah sejenis sudah ada di Hindia yakni Middlebare Landbouwschool yang didirikan tahun 1912 di Buitenzorg. Lulusan pertama adalah Abdoel Azis Nasoetioan gelar Soetan Kanaikan. Seperti kita lihat nanti dua sekolah di Buitenzorg ini Veeartsenschool dan Miidlebare Landbouwschool yang menjadi cikal bakal Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus tahun 1917 Z Rasad melanjutkan studi ke Landbouwhoogeschool di Wageningen. Pada tahun 1918 Z Rasad lulus ujian propaedeutisch (lihat Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 08-11-1918). Dalam hal ini Thung Tjeng Hiang dan Thung Tjeng Louw adalah senior dari Zaindoeddin Rasad.

Pada tahun 1918 diselenggarakan Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia (Congres Indonesisch Verbond) di Wageningen (lihat De avondpost, 31-08-1918). Kongres ini tergabung mahasiswa Indo/Belanda, Cina dan pribumi. Dalam hal ini asosiasi mahasiswa pribumi Indische Vereeniging (Perhimpoenan Hindia) dan asosiasi mahasiswa Cina Churg-Hwa Hui. Dalam kongres ini sejumlah mahasiswa berbicara diantaranya Thung Tjeng Hiang, Soerjo Poetro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, Samsi Sastrawidagda, Oei Lauw Pik, Zainoeddin Rasad, Han Tiouw Tjong, Sin Ki Aij dan Dahlan Abdoellah.

Jumlah peserta kongres lebih dari 100 mahasiwa. Ketua Kongres adalah JA Jonkman. Federasi mahasiswa Indonesia memiliki lebih dari 700 anggota yang terdiri dari Hollander, Indonesier dan Chineesen ke dalam sejumlah organisasi. Dalam Kongres ini yang dibicarakan adalah keinginan masyarakat Indonesia (Hindia Belanda) untuk bebas menentukan nasib sendiri yang tidak terikat dengan Kerajaan Belanda. Namun demikian disebutkan bantukan kerajaan Belanda dapat diterima yang sesuai dengan Liga Bangsa-Bangsa.

Kongres Federasi Mahasiswa Indonesia yang diadakan pada tahun 1918 ini merupakan kelanjutan dari kongres tahun sebelumnya. Pada kongres 1917 ketuanya adalah HJ van Mook. Pada kongres tahun 1917 mahasiswa-mahasiswa pribumi dari Indische Vereeniging mengidentifikasi diri sebagai Indonesier. Hal itulah mengapa pada kongres tahun 1918 ini nama kongres tidak lagi Indisch tetapi Indonesisch. Dalam kongres tahun 1917 turut berbicara Goenawan, Sorip Tagor dan Dahlan Abdoellah. Thung Tjeng Hiang baru berbicira pada kongres tahun 1918 ini.

Algemeen Handelsblad, 24-11-1917: ‘Indisch Studentencongres. Kemarin pagi Kongres Mahasiswa Hindia dibuka di Leiden dalam rangka peringatan lustrum ketiga (15 tahun) Asosiasi Mahasiswa-Indologis (Studenten-Indologenvereeniging) yang didirikan pada tahun 1902. Auditorium kecil Universitas sepenuhnya diisi dengan peserta konferensi (yang secara konsisten terdiri dari mahasiswa yang terdaftar di universitas Belanda). Saat ini Masyarakat Hindia adalah; Chineesebc Vereeniging Chung Hwa Hui; de vereeniging van Indologlsche studenten van het Utreehtsch Studentencorps ‘Van Verre’; de vereeniging Onze KoloniĂ«n te Delft; de Studjentenafdeeling van de Vereeniging Oost en West (Leiden); de vereeniging Kcempoelan Tani Djawi (Wageningen); en de onderafdeelingen Tropische Land- en Boschbouw van de Studentcnvereeniging te Wageningen. Mr. van Mook, presiden serikat membuka pertemuan...(tiba giliran) Dahlan Ahdoellah sebagai pembicara mewakili Indisch Vereeniging: ‘Kami, Indonesiers adalah elemen utama di Belanda, rakyat Hindia, dan karena itu kami memiliki hak untuk memiliki lebih dari sebelumnya dalam pemerintahan nasional. Indisch Vereenigingner lebh tua dari yang lainnya...’. Dahlan Abdoellah mengurai di awal tentang kehidupan awal di Hindia hingga datangnya Belanda’. Catatan: Mengapa Dahlan Abdoellah mengatakan Indisch Vereeniging lebih tua dari yang lain karena Indisch Vereeniging didirikan tahun 1908 oleh Soetan Casajangan.

Setelah Kongres Indonesia tahun 1918, Thung Tjeng Hiang tidak terinformasikan. Boleh jadi tengah sibuk mempersiapkan ujian-ujian. Pada tahun 1921 Thung Tjeng Hiang diberitakan telah lulus ujian akhir dan mendapat gelar sarjana pertanian dengan keahlian ilmu agronomi di Rijkshoogere land-, tuin- en boschbouwschool (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant, 01-01-1921). Pengujinya cukup banyak yang diketuai oleh Prof. Dr MJ van Uven dan materi yang diuji juga cukup banyak.

Ujian tertulis berlangsung 21-22 September, lisan 23-27 September. Tiga kandidat mengikuti ujian Pertanian Kolonial. Hasilnya, ijazah diberikan oleh panitia kepada: Willem Hesselink, lahir di Manondjaja; Nancy Geertruida Hoek, lahir di Semarang; dan Thung Tjeng Hiang, lahir di Buitenzorg. Hasil ujian ini dilaporkan di Wageningen 27 September 1921. Prof MJ van. Uven, sebagai ketua dan  Prof J van Baren sebagai sekretaris. Anggota penguji lainnya adalah Prof. JH Aberson, Prof. L. Broekema, Prof. Dr. A. v. Bijlert, Prof. JW Dieperink, Prof. Dr. JA Honing, Prof. HKHA Mayer Gmelin, Pof. Mr. JC Kielstra, Prof. Dr. HM Quanjer; Prof. HC Reimers, Prof. Dr. W. Roepke, Prof. JH Thai Larsen,  Prof. MF Visser, dan Prof. A. H. Berkhout.

Ir Thung Tjeng Hiang tampaknya tidak segera pulang ke tanah air. Kemungkinan Thung Tjeng Hiang akan melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Thung Tjeng Hiang masih tetap aktif di Perhimpunan Tionghoa Chung Hwa Hui. Pada tahun 1923 Thung Tjeng Hiang menulis beberapa artikel di majalah Tsa Chin organ dari Chung Hwa Hui di Belanda.

Perhimpienan Indonesia Indische Vereeniging di Belanda juga memiliki organ berupa majalah Hindia Poetra. Majalah ini pada tahun 1919 pernah dipimpin oleh Soewardi Soerjaningrat (kelak dikenal Ki Hadjar Dewantara). Pada tahun 1921 Indische Verrninging oleh Dr Soetomo dkk diubah namanya menjadi Indonesiasche Vereeniging. Lalu pada tahun 1924 oleh Mohamad Hatta dkk diubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia. Pada masa kepengurusan Mohamad Hatta di Perhimpoenan Indonesia nama organ Hindia Poetra diubah menjadi Indonesia Merdeka.

Hingga tahun 1925 Ir Thung Tjeng Hiang masih di Belanda dan masih menulis artikel di majalah Chung Hwa Hui (lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 27-09-1925). Pada tahun 1926 Ir Thung Tjeng Hiang di Belanda menjadi salah satu editor buku peringatan 15 tahun Chung Hwa Hui. Jika mengacu pernyataan Dahlan Abdoellah pada Kongres Mahasiswa Indonesia di Belanda tahun 1917,  Chung Hwa Hui didirikan tahun 1910 sedangkan Indische Vereeniging didirikan tahun 1908. Di dalam buku peringatan itu kata pengantar dibuat oleh ZE Wang Kouang Ky, Utusan Republik China di Belanda, sebagai pelindung Chung Hwa Hui.

Lantas siapa pelindungan organisasi Indische Vereeniging/Perhimpoenan Indonesia? Tidak terinformasikan. Kemungkinan besar tidak ada, organisasi bersifat independen dan mandiri. Tentu saja mahasiswa-mahasiswa Indonesia golongan pribumi tidak nyaman dengan menempatkan pejabat Pemerintahan Hindia Belanda sebagai pelindung. Saat itu siapa yang menjadi pemimpin Indonesia golongan pribumi tentu saja belum ada. Persatuan nasional belum terwujud secara menyeluruh. Baru pada tahun 1927 di Batavia terbentuk Federasi Organisasi Kebangsaan Indonesia yang disebut Permofakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang mana sebagai ketua MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap. Pada tahun 1928 para pemuda juga membentuk federasi yang disebut Persatoean Pemoeda Peladjar Indonesia (PPPI) dimana pengurus inti Soegondio (ketua), Mohamad Jamin (sekretaris) dan Amir Sjarifoeddin Harahap (bendahara).

Pada tahun 1927 Ir Thung Tjeng Hiang ikut berpartisipasi dalam kongres yang diadakan di Brussel (lihat Deli courant, 03-08-1927). Kongres ini bertema Menentang Imperialisme dan Kolonialisme yang diadakan untuk menentang penindasan dan untuk kemerdekaan nasional, Kongres ini juga dihadiri Mohamad Hatta dari Perhimpoenan Indonesia. Dalam perkembangannya diketahui Ir Thung Tjeng Hiang telah meraih gelar doktor (Ph.D) di Belanda. Ir Dr Thung Tjeng kemudian kembali ke tanah air. Pada tahun 1929 Ir Dr Thung Tjeng disebut bertempat tinggal di Klaten (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 01-11-1929). Seperti halnya Mohamad Hatta cukup prominent di.Perhimpoenan Indonesia, demikian juga Thung Tjeng Hiang di Chung Hwa Hui.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Ir Thung Tjeng Hiang Era Pengakuan Kedaulatan Indonesia: Sekolah Kesatuan Bogor

Pada tanggal 21 Januari 1946 kampus Universiteit van Indonesie dibuka kembali dengan status Nood Universiteit (Universitas Darurat). Universiteit van Indonesia sendiri didirukan pada tahun 1940 (namun tidak lama kemudian terjadi pendudukan Jepang). Untuk menarik minat mahasiswa lama, pembiayaan bagi angkatan 1940 dan 1941 uang kuliah akan digratiskan (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 12-11-1946).

Pada saat pembukaan kembali 'Universitas Darurat' Universiteit van Indonesia terdiri dari delapan fakultas (faculteit)dan selusin lembaga (institute) yang semua di bawah naungan Universiteit van Indonesia (lihat Het nieuws: algemeen dagblad, 24-10-1947). Fakultas yang ada terdiri dari Fakultas Kedokteran (faculteiten der geneeskunde di Batavia, Fakultas Kedokteran Hewan (faculteiten der dierengenees kunde) dan Fakultas Pertanian (faculteit van landbouw wetenschap) di Bogor. Selain itu terdapat Fakultas Hukum (faculteiten der rechts), Fakultas Ilmu Sosial (faculteiten der sociale weten), Fakultas Sastra dan Filsafat (faculteit der letteren en wijsbegeerte). Fakultas lainnya adalah Fakultas Sains dan (faculteit der exacte wetenschap) dan Fakultas Teknik (faculteit van technische wetenschap) di Bandoeng. Lembaga/institut yang ada dan yang akan diadakan antara lain: pendidikan jasmani (instituut voor lichamelijke) di Bandung, dental institute (tandheelkundig instituut) di Surabaija dan pelatihan meteorologi di Bandoeng dan pelatihan guru yang akan diadakan.

Dalam situasi inilah Ir Dr Thung Tjeng Hiang diangkat sebagai dosen di fakultas pertanian di Bogor dengan status guru besar. Seperti di Belanda di antara waktu studi Thung Tjeng Hiang aktif di organisasi mahasiswa. Pada saat ini saat menjadi dosen aktif di dunia kemasyarakatan. Dalam Kongres Chih Hsieng Lien Ho Hui, federasi kelompok studi yang diadakan di Batavia pada tanggal 26 Juni 1948 Prof Dr Thung Tjeng Hiang termasuk salah satu pembicara (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 28-06-1948).

Tujuan dari kongres ini adalah untuk memulai penyelidikan ilmiah terhadap masalah yang ada terkait dengan status masa depan di Indonesia. Prof Dr Thung Tjeng Hiang membawakan topik berjudul Minoritas dan Kebudayaan. Pembicara pertama adalah Gouw Sioei Tjiang dengan topik berjudul: Masalah tentang Tionghoa Peranakan sebagai Minoritas di Indonesia Merdeka, Dalam kongres ini dibentuk Union of Chinese Academics sebagai badan payung bagi semua kalangan studi di Indonesia, yang akan mencakup perwakilan dari asosiasi akademisi nasional. Prof. Dr. Thung Tjeng Hiang terpilih sebagai ketua, sekretaris Mr Tan Eng Hoa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar